RUNNING TEXT

Senin, 13 November 2017

Kunjungan Kerja Bupati

Dr.Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI., MA mendampingi Bupati Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani di Sipogu Pinangsori.

Jumat, 10 November 2017

13 Keutamaan Berdoa Dalam Islam Paling Mustajab

Semua hal yang baik selalu memiliki banyak keutamaan khususnya dalam hal ibadah seperti shalat, haji, keutamaan bersedekah dan berbagai amalan baik lainnya. Dengan semakin mendalami dan belajar mengenai keutamaan, maka kita sebagai umat muslim akan selalu terpacu untuk melaksanakan banyak amal kebaikan dalam Islam. Pada ulasan kali ini, kami akan mengulas tentang keutamaan berdoa dalam islam yang bisa anda dapatkan. ads Peredam Murka Allah Doa merupakan cara terbaik untuk meredam murka Allah SWT, sebab Allah SWT sangat membenci hamba-Nya yang tidak pernah meminta pada Allah SWT dan akhirnya membuat Allah SWT jadi murka. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak meminta pada Allah, maka Allah akan murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 3373. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan) Pengenalan Terhadap Allah SWT Yang Baik Kegunaan berdoa berikutnya adalah sebagai bukti dari fungsi iman kepada Allah SWT dan juga sebagai sarana untuk mengenal Allah SWT dengan lebih baik dalam rubbubiyah, uluhiyah dan juga segala sifat-Nya. Doa yang dipanjatkan hamba pada Rabbnya memperlihatkan jika ia meyakini Allah dimana Allah SWT Maha Ghoni atau maha mencukupi, Maha melihat, Maha mulia, Maha mampu dan Maha pengasih sehingga sangat patut beribadah tidak pada selainnya. Tawakal Pada Allah Doa juga memperlihatkan bukti dari manfat tawakal seseorang pada Allah SWT karena disaat berdoa, maka seseorang meminta tolong pada Allah SWT sehingga ia sekaligus juga menyerahkan segala masalah dan kesulitan yang sedang dialami hanya pada Allah SWT dan tidak pada selain-Nya. Ibadah Terkadang dalam kehidupan, kita seringkali tidak peduli dengan dia yang terjadi karena rasa percaya diri terlalu berlebihan atau sedang berada dalam kehidupan yang berkecukupan. Namun yang perlu diketahui adalah jika doa merupakan bagian dari ibadah. Rasulullah SAW bersabda, “Doa adalah ibadah”, kemudian beliau membaca ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu”. [Ghafir : 60]. Doa Merupakan Ibadah Paling Mulia Perlu diketahui jika doa merupakan hal yang paling mulia di mata Allah SWT dan tidak ada ucapan yang lebih mulia melebihi doa di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah daripada doa”. [Sunan At-Tirmidzi, bab Do’a 12/263, Sunan Ibnu Majah, bab Do’a 2/341 No. 3874. Musnad Ahmad 2/362]. “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu“. [Al-Hujurat : 13]. Menolak Takdir Allah SWT Doa juga merupakan hal baik yang dilakukan sebab bisa menolak takdir yang tidak bisa dilakukan dengan cara lain selain berdoa. Yang dimaksud dengan takdir disini adalah bergantung dari doa seperti berdoa agar tidak terkena musibah dan sebagainya. Sponsors Link “Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa”. [Sunan At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306] Terhindar Dari Bencana Memanjatkan doa juga akan bermanfaat sebagai cara menghadapi musibah dalam Islam sebab doa seorang mukmin tidak mungkin ditolak. Namun, doa ini bisa ditunda dan digantikan dengan sesuatu yang jauh lebih maslahat dibandingkan yang diminta baik untuk di dunia maupun di akhirat. “Dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku“. [Maryam : 48] Menenangkan Hati Doa kepada Allah SWT merupakan salah satu cara agar hati tenang dalam Islam sekaligus mendapatkan faedah baik di dunia dan akhirat. Saat berdoa, maka suasana hati juga terasa lebih tenteram karena mengingat Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” ( QS. Ar Ra’du : 28). Menghilangkan Rasa Putus Asa ads Dengan berdoa, maka perasaan putus asa dalam menghadapi masalah akan lenyap seketika dan lebih termotivasi untuk menghadapi cobaan di dalam hidup sekaligus tetap bersikap positif dalam menanggapi sebuah kegagalan sebab bahaya putus asa dalam Islam sangat berdampak buruk dalam kehidupan. Allah SWT menjadi tempat sandaran terbaik baik setiap hamba untuk bisa bangkit kembali dan Allah SWT sendiri juga sudah memberi jaminan untuk mengganti kegagalan yang sudah dialami dengan sesuatu hal yang jauh lebih baik. Memperlihatkan Keagungan Allah SWT Selain keutamaan berdoa dalam islam, berdoa juga memiliki fungsi untuk memperlihatkan keagungan Allah SWT pada setiap hamba-Nya yang lemah. Dengan berdoa, maka manusia menyadari jika hanya Allah SWT yang bisa memberikan kenikmatan, menerima taubat dan juga mengabulkan segala doa yang dipanjatkan. Allah SWT berfirman, “Siapa yang memperkenankan [doa] orang yang mengalami kesulitan dan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi?. Apakah di samping Allah SWT ada Tuhan [yang lain]?, amat sedikitlah kamu mengingat-Nya”. [QS. An Naml: 62]. Belajar Rasa Malu Pada Allah SWT Berdoa juga akan mengajarkan rasa malu kita pada Allah SWT, sebab disaat Allah SWT mengabulkan doa yang dipanjatkan, maka seseorang akan merasa malu untuk mengingkari segala nikmat-Nya. Saat manusia ada di puncak keimanan sekali pun, maka seseorang yang rajin berdoa akan semakin dekat [taqarrub] untuk mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah SWT. Meningkatkan Taqwa Berdoa sangat baik dilakukan sebagai cara meningkatkan iman dan taqwa pada Allah SWT. Dalam kehidupan terdapat lahir dan batin seperti halnya doa dan usaha dimana artinya doa yang dipanjatkan namun tidak diikuti dengan usaha, maka perbuatan ini adalah sia sia. Sebaliknya, usaha yang tidak diikuti dengan doa, maka kurang berkah sebab iman secara batin akan lebih sulit untuk dilihat dan yang terlihat hanyalah taqwa. Mencari Kebaikan dan Menjauhkan Menolak Kemadharatan Doa merupakan cara terbaik agar pintu rahmat bisa terbuka secara lebar dan Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang selalu meminta. Doa juga berguna terhadap sesuatu yang bahkan belum terjadi sehingga sangat baik untuk dilakukan. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa diantara kalian telah dibukakan baginya pintu doa, pasti dibukakan pula baginya pintu rahmat, dan tidaklah Allah diminta sesuatu yang Dia berikan lebih Dia senangi dari pada diminta kekuatan.” Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “sesungguhnya doa itu bermanfaat baik terhadap apa yang terjadi maupun belum terjadi, maka hendaklah kalian berdoa.” [HR. At-Tirmidzi V/552] no.3548

Pacaran Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya

Headline Mencukur Bulu Kemaluan Pria Dalam Islam 09:55:53 am Friday 10th, November 2017 / 24 November,2015 Dalam Islam Home Dasar Islam Akhlaq Doa dan Dzikir Hukum Islam Info Islami Makanan dan Minuman Home » Akhlaq » Larangan » Pacaran Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya Pacaran Dalam Islam – Hukum, Bahaya dan Akibatnya Dewasa ini, bukanlah hal yang baru lagi ketika kita melihat pasangan remaja putera dan puteri dipinggir jalan, di kafe, restoran, jembatan, atau di mana saja. Mereka nampak asyik mengumbar yang katanya disebut sebagai sesuatu yang mesra itu. Menunjukkan betapa bahagianya mereka saling memiliki satu sama lain dibalik sebuah—yang katanya—jalinan hubungan bernama pacaran. ads Tidak segan oleh mereka berdua-duaan baik di tempat umum bahkan di tempat yang jauh dari keramaian. Padahal, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhrimnya.” (H. R. Muslim) Oh, salah jika hanya menyebut para remaja saja yang berbuat demikian, karena orang dewasa pun juga banyak yang melakukannya. Sedihnya, budaya pacaran itu bahkan sudah menancapkan akarnya pada anak-anak belia yang masih duduk dibangku sekolah dasar berseragam merah dan putih. Sungguh miris sekali. Sebetulnya, budaya pacaran itu adalah budaya asing yang masuk ke Indonesia akibat daripada globalisasi. Karena filter yang kurang, akhirnya banyak yang ikut terjerumus dalam budaya tersebut. Padahal, harusnya diketahui bahwa pacaran tidak lain adalah perbuatan dosa yang ujungnya akan mendekati kepada zina yang merupakan dosa besar. Hukum Pacaran dalam Islam Tidak pernah dibenarkan adanya hubungan pacaran di dalam Islam. Justru sebaliknya, Islam melarang adanya pacaran di antara mereka yang mukan muhrim karena dapat menimbulkan berbagai fitnah dan dosa. Dalam Islam, pacaran adalah haram. Oleh sebab itu, Islam mengatur hubungan antara lelaki dan perempuan dalam dua hal, yakni: Hubungan Mahram Yang dimaksud dengan hubungan mahram, seperti antara ayah dan anak perempuannya, kakak laki-laki dengan adik perempuannya atau sebaliknya. Oleh karena yang mahram berarti sah-sah saja untuk berduaan (dalam artian baik) dengan lawan jenis. Sebab, dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 23 disebutkan bahwa mahram (yang tidak boleh dinikahi) daripada seorang laki-laki adalah ibu, nenek, saudara perempuan (kandung maupun se-ayah), bibi (dari ibu maupun ayah), keponakan (dari saudara kandung maupun sebapak), anak perempuan (anak kandung maupun tiri), ibu susu, saudara sepersusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan. Dalam hubungan yang mahram, wanita boleh tidak memakai jilbab tapi bukan mempertontonkan auratnya. Hubungan Non-mahram Selain daripada mahram, artinya laki-laki dibolehkan untuk menikahi perempuan tersebut. Namun, terdapat larangan baginya jika berdua-duaan, melihat langsung, atau bersentuhan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Untuk perempuan, harus menggunakan jilbab dan menutup seluruh auratnya jika berada di sekitar laki-laki yang bukan mahramnya tersebut. Bahaya Pacaran dalam Agama Islam Islam melarang pacaran bukan tanpa sebab. Pacaran itu, selain daripada mendekati zina yang merupakan dosa besar, juga bisa menimbulkan berbagai macam bahaya yang kesemuanya tidak hanya akan merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Terkhusus bagi remaja yang sudah terjerumus dalam budaya pacaran tersebut, berikut adalah bahaya yang semetinya mereka dan orang tua ketahui agar segera bisa meninggalkan perilaku tersebut. Juga bagi remaja yang tidak melakukannya, agar semakin berhati-hati agar tidak terjerumus: 1. Mudah terjerumus ke perzinaan Seringkali remaja akan menyangkal bahwa mereka tidak akan melakukan hal-hal yang demikian. Mereka akan berpacaran yang sehat, katanya. Padahal, tidak ada berpacaran yang sehat kecuali setelah menikah. Bagaimanapun juga, pacaran adalah perbuatan dosa. Setiap manusia yang berbuat dosa, iblis adalah temannya. Sponsors Link Sehingga kemana pun ia berpijak, akan ada iblis yang senantiasa menemani dan membisikinya rayuan-rayuan kemaksiatan sehingga ia semakin terlena dalam berbuat dosa. Awalnya hanya berpandangan, kemudia berpegangan tangan, mulai berdua-duaan, dan akhirnya melakukan yang tidak sepantasnya untuk dilakukan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua telinga zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (H. R Bukhari). 2. Melemahkan iman Sudah dari akarnya bahwa pacaran itu dosa. Setiap orang yang berbuat dosa, ada iblis yang menemaninya. Meniupkan berbagai rayuan agar orang itu semakin terjerumus dalam dosa. Iming-imingnya sangat banyak, padahal kesemuanya hanya pemuas nafsu belaka. Bahkan, yang awalnya tidak tergoda pun bisa saja terjerumus. Akhirnya, banyak waktu dihabiskan hanya untuk sang Pacar. Cinta setengah mati, katanya. Sampai-sampai cinta pada Sang Pemilik Nyawa pun terabaikan. Setiap hari hanya mengingat wajah kekasih, namun lupa pada Allah SWT. Naudzubillah, sungguh yang demikian sudah menjadi orang yang tersesat. 3. Mengajarkan kepada kemunafikkan Orang yang pacaran itu mengajarkan diri untuk menjadi munafik. Berbohong ini itu hanya demi membuat si pacar senang. Bahkan mengumbar janji-janji yang belum tentu bisa ditepati bahkan tak jarang aslinya hanya bualan semata. Berusaha menunjukkan sisi terbaik padahal dibelakangnya seling mencela. Sering mengumbar rayuan romantis hanya agar si pacar tidak curiga. Tidak hanya dihadapan sang pacar, tapi juga akan melakukan hal yang sama di hadapan orang tua. Jadilah mereka sebagai pembohong yang luar biasa. 4. Mengurangi produktivitas dan minat belajar Siapa bilang pacaran bisa meningkatkan semangat belajar? Coba pikirkan kembali ke dasarnya bahwasanya pacaran itu adalah dosa. Selama berpacaran, artinya Anda akan terus memupuk dosa sepanjang waktu. Dari tiap-tiap yang namanya dosa, tidak akan terdapat kebaikan di dalamnya. Justru sebaliknya, waktu yang seharusnya dimanfaatkan untuk belajar, justru lebih banyak dihabiskan bersama pacar. Uang pemberian orang tua yang semestinya dipakai untuk kepentingan pendidikan, malah dipakai untuk bersenang-senang. Zaman sekarang, dedikasi tinggi kepada pacar nampaknya adalah prioritas utama dibandingkan dengan diri sendiri. Akhirnya, tak jarang banyak yang malas belajar, sering tidak mengerjakan tugas, kebanyakan berhayal, lalu ujung-ujungnya adalah keteteran dan tinggal kelas atau terlambat wisuda. 5. Menjadikan hidup boros Seringkali memberikan ini itu kepada pacar bahkan lebih sering daripada apa yang dilakukan kepada orang tua sendiri. Padahal, apa yang diperoleh dari semua itu? Apakah dengan membelikan atau mentraktir sesuatu terhadap pacar maka artinya kita berinvestasi di dalam masa depan? Justru sebaliknya, pacaran hanyalah penyebab kantong kering yang akan membuat kepala pusing hingga nanti ujung-ujungnya merengeklah pada orang tua untuk mendapat tambahan uang belanja sekaligus berpura-pura. 6. Pemicu tindak kriminal Ini mengerikan. Ketika mendengar berita tentang remaja yang membunuh remaja lainnya hanya karena berebut pacar. Luar biasa. Katakanlah dengan kasar, bahwa mereka lebih rendah daripada hewan sekalipun. Sponsors Link Padahal, manusia memiliki akan, bukan? Apakah dengan menghilangkan nyawa orang lain, maka akan berjodoh dengan pacar yang diperebutkan? Yang ada, Anda akan berjodoh dengan iblis dan bersama-sama menghuni neraka. Rasulullah SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, beliau memberikan saran seperti berikut; “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu.” (H. R. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi). Ingat, pacaran itu DOSA!

Hukum Pacaran dalam Agama Islam

Umat Muslim Wajib Tahu, Apa Hukum Pacaran Dalam Islam Oleh ilmiawan reza Di tengah masyarakat kita ini masih pada belum mengetahui makna apa hukum pacaran dalam islam. Terutama disaat remaja dan sudah dewasa ini perlu kita jelaskan dengan sebaik mungkin. Dan di dalam pembahasan ini sangat banyak sekali mulai dari hukum pacaran menurut islam, pacaran menurut islam, hukum pacaran, pacaran menurut pandangan islam, hukum berpacaran dalam islam, pacaran menurut pandangan islam, pacaran dalam pandangan islam, hukum pacaran menurut islam, hukum berpacaran dan masih banyak lagi yang belum kita ketahui. Agar para remaja ini yang masih statusnya agama islam wajib untuk mengetahui hukum pacaran jarak jauh dalam islam yang sebenar-benarnya. Pacaran biasanya dilakukan untuk menjalin kasih sayang antara kedua pelaku yaitu laki dan perempuan, hanya untuk saling mencintai sesaat aja Terkadang saya juga mengetahui saat berpacaran ada yang serius dan berniat untuk memilih pasangan hidup yang sebenarnya yaitu untuk menikah dengan wanita tersebut. Namun yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana hukum pacaran dalam syariat islam, ini kita sebagai umat muslim wajib untuk mengetahuinya. Karena dimasa sekarang ini pacaran merupakan hal yang sudah umum dilakukan oleh para remaja pada zaman sekarang ini, dan seluruh remaja muslim di tanah air. Tentu kita harus mengetahui hukum dalam pacaran, sekarang saya ingin bertanya kepada Anda? Apakah pacaran itu dibolehkan atau diharamkan. Ini hanya mengingat dalam melakukan kata kata larangan istilah pacaran dalam isalm untuk mencari kesenangan saja, untuk dilakukan berduaan, bersentuhan, berpelukan dan lain sebagainya. Baca Juga Bacaan dan Niat Doa Sholat Hajat | Bahasa Arab, Latin, dan Artinya Hukum larangan pacaran menurut islam adalah mutlak Haram dan tidak ada perdebatan sama sekali. Dengan ini kita sesama muslim wajib saling mengingatkan masyarakat muslim sendiri. Orang tua juga harus mengetahui situasi anak-anaknya yang belajar di sekolah umum, terkadang orang tua hanya membiarkan anaknya untuk pacaran, seharusnya lebih baik orang tua harus menasihati anaknya, agar anaknya tidak pacaran. Tahukah Anda sebagai orang tua punya berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik sesuai ajaran agama islam. Kita sudah tau pacaran itu hukumnya haram, kalau kita lakukan dengan sengaja maka dosa kita akan dicatat oleh Allah. Saudara-sadaraku kaum muslimin, bahwasanya firman Allah dalam kitabnya dan sabda Rasulullah SAW. Dalam sunnah nya serta ijma’ para ulama dan firman Allah tentang pacaran haramnya zina dan sesungguhnya dia termasuk kekejian dan dosa besar.

Muslimah Penulis Pertama

Sejarah peradaban Islam melahirkan tokoh-tokoh penting dalam kemajuan agama Islam. Baik mereka yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad SAW maupun setelahnya. K etokohan mereka pun bermacam-macam sesuai keahliannya. Salah satunya Al-Shifa binti Abdullah, perempuan pertama yang memiliki kemampuan menulis di Makkah pada zaman Nabi Muhammad SAW. Itu sebabnya, perannya pada awal sejarah Islam di Makkah sangat besar dalam mengajar kan membaca dan menulis kepada kaum Muslimin, termasuk kepada Hafsah binti Umar. Pada masa itu, tidak banyak perempuan yang memiliki kemampuan menulis dan membaca. Pasalnya, orang Arab mayoritas tidak berpendidikan. Apalagi, dalam masyarakat pra-Islam pendidikan adalah cita-cita yang umumnya tidak terpikirkan oleh perempuan. Al-Shifa merupakan putri dari pasangan Abdullah bin Abd Shams dan Fatima bint Wahb. Ia menikah dengan Abu Hatma ibn Hudhaifa dan dikaruniai dua anak, yaitu Sulaiman dan Masruq. Sulaiman tumbuh se bagai anak yang religius. Al-Shifa merupakan perempuan dengan reputasi baik p ada masa itu. Rasulullah sering berkonsultasi dengan Al-Shifa terkait bisnis. Reputasi Al-Shifa yang dikenal bijak membuat Khalifah Umar menunjuknya sebagai inspektur di Madinah. Keahlian lainnya yang dimiliki oleh Al-Shifa adalah kemampuannya dalam dunia intelijen. Ia dihormati dan disegani karena semangat belajarnya yang tinggi. Selain itu, Al-Shifa juga memiliki keahlian dalam hal medis. Rasulullah memintanya mengajari Hafsah tentang ilmu pengobatan, khususnya mengatasi penyakit kulit. Saat itu, keahlian Al-Shifa dalam dunia medis masih jarang dimiliki oleh banyak orang. Sebab, kedokteran merupakan disiplin ilmu yang belum berkembang waktu itu. Dalam sebuah artikel yang dimuat Arabnews, disebutkan bahwa keahlian Al-Shifa dalam pengobatan sudah dimilikinya sebelum masuk Islam. Setelah me meluk Islam, Al-Shifa berta nya kepada Rasulullah apakah dirinya masih diperbolehkan melanjutkan keahliannya da lam dunia medis. Rasulullah me minta agar Al-Shifa melanjutkannya, bahkan mendukung penuh. Sikap Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa ia selalu mendorong dan memastikan bahwa praktik yang dilakukannya sejalan dengan ajaran Islam. Al-Shifa termasuk orang yang ikut hijrah bersama nabi ke Madinah. Di Madinah ia memiliki rumah yang letaknya berada di antara masjid dan pasar dan nabi sering kali mengunjunginya. Al-Shifa banyak bertanya tentang agama kepa da nabi. Masyarakat Madinah terus berkembang pesat. Tran saksi jual beli di pasar juga te rus menunjukkan geliatnya. Ka rena itu, pasar sebagai sim bol pergerakan ekonomi mem buat sahabat Umar merasa per lu ada yang mengawasi. Umar kemudian menunjuk Al-Shifa sebagai pengendali pa sar di Madinah. Al-Shifa di berikan tugas oleh Umar untuk memastikan praktik jual beli di pasar sesuai dan konsisten de ngan ajaran Islam. Dia diminta berkeliling pasar untuk memastikan tidak ada kecurangan yang dilakukan oleh pembeli maupun penjual. Dalam menjalankan tugasnya, Al-Shifa ha rus siap-siap mendapatkan banyak pertanyaan dari pem beli ataupun penjual tentang transaksi di pasar. Umar me min ta kepada pemilik toko apabila mendapatkan keraguan tentang legalitas transaksi tertentu agar bertanya kepada Al- Shifa. Tugas yang diberikan kepada Al-Shifa karena Umar percaya akan keilmuannya ten tang Islam. Pilihan Umar ter nyata sangat tepat. Al-Shifa mampu mengembang tugasnya dengan baik. Ia mampu mengontrol pasar sesuai dengan nilai-nilai Islam. Keberhasilan Al-Shifa mengontrol pasari di Madinah menjadi rujukan Umar untuk juga menunjuk se orang perempuan mengontrol pasar di Makkah. Umar me nunjuk Samra' bint Nuhaik se ba gai pengontrol pasar di Mak kah. Penunjukan seorang perempuan sebagai pengontrol pasar di Madinah dan Makkah disebutkan bahwa pada awal Islam aktifitas pasar didominasi oleh perempuan baik pembeli mau pun pemilik toko. Itu sebabnya, Al-Shifa maupun Samra' tak menemukan kesulitan berarti dalam menjalankan tugasnya.

Muslimah Penulis Pertama

Sejarah peradaban Islam melahirkan tokoh-tokoh penting dalam kemajuan agama Islam. Baik mereka yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad SAW maupun setelahnya. K etokohan mereka pun bermacam-macam sesuai keahliannya. Salah satunya Al-Shifa binti Abdullah, perempuan pertama yang memiliki kemampuan menulis di Makkah pada zaman Nabi Muhammad SAW. Itu sebabnya, perannya pada awal sejarah Islam di Makkah sangat besar dalam mengajar kan membaca dan menulis kepada kaum Muslimin, termasuk kepada Hafsah binti Umar. Pada masa itu, tidak banyak perempuan yang memiliki kemampuan menulis dan membaca. Pasalnya, orang Arab mayoritas tidak berpendidikan. Apalagi, dalam masyarakat pra-Islam pendidikan adalah cita-cita yang umumnya tidak terpikirkan oleh perempuan. Al-Shifa merupakan putri dari pasangan Abdullah bin Abd Shams dan Fatima bint Wahb. Ia menikah dengan Abu Hatma ibn Hudhaifa dan dikaruniai dua anak, yaitu Sulaiman dan Masruq. Sulaiman tumbuh se bagai anak yang religius. Al-Shifa merupakan perempuan dengan reputasi baik p ada masa itu. Rasulullah sering berkonsultasi dengan Al-Shifa terkait bisnis. Reputasi Al-Shifa yang dikenal bijak membuat Khalifah Umar menunjuknya sebagai inspektur di Madinah. Keahlian lainnya yang dimiliki oleh Al-Shifa adalah kemampuannya dalam dunia intelijen. Ia dihormati dan disegani karena semangat belajarnya yang tinggi. Selain itu, Al-Shifa juga memiliki keahlian dalam hal medis. Rasulullah memintanya mengajari Hafsah tentang ilmu pengobatan, khususnya mengatasi penyakit kulit. Saat itu, keahlian Al-Shifa dalam dunia medis masih jarang dimiliki oleh banyak orang. Sebab, kedokteran merupakan disiplin ilmu yang belum berkembang waktu itu. Dalam sebuah artikel yang dimuat Arabnews, disebutkan bahwa keahlian Al-Shifa dalam pengobatan sudah dimilikinya sebelum masuk Islam. Setelah me meluk Islam, Al-Shifa berta nya kepada Rasulullah apakah dirinya masih diperbolehkan melanjutkan keahliannya da lam dunia medis. Rasulullah me minta agar Al-Shifa melanjutkannya, bahkan mendukung penuh. Sikap Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa ia selalu mendorong dan memastikan bahwa praktik yang dilakukannya sejalan dengan ajaran Islam. Al-Shifa termasuk orang yang ikut hijrah bersama nabi ke Madinah. Di Madinah ia memiliki rumah yang letaknya berada di antara masjid dan pasar dan nabi sering kali mengunjunginya. Al-Shifa banyak bertanya tentang agama kepa da nabi. Masyarakat Madinah terus berkembang pesat. Tran saksi jual beli di pasar juga te rus menunjukkan geliatnya. Ka rena itu, pasar sebagai sim bol pergerakan ekonomi mem buat sahabat Umar merasa per lu ada yang mengawasi. Umar kemudian menunjuk Al-Shifa sebagai pengendali pa sar di Madinah. Al-Shifa di berikan tugas oleh Umar untuk memastikan praktik jual beli di pasar sesuai dan konsisten de ngan ajaran Islam. Dia diminta berkeliling pasar untuk memastikan tidak ada kecurangan yang dilakukan oleh pembeli maupun penjual. Dalam menjalankan tugasnya, Al-Shifa ha rus siap-siap mendapatkan banyak pertanyaan dari pem beli ataupun penjual tentang transaksi di pasar. Umar me min ta kepada pemilik toko apabila mendapatkan keraguan tentang legalitas transaksi tertentu agar bertanya kepada Al- Shifa. Tugas yang diberikan kepada Al-Shifa karena Umar percaya akan keilmuannya ten tang Islam. Pilihan Umar ter nyata sangat tepat. Al-Shifa mampu mengembang tugasnya dengan baik. Ia mampu mengontrol pasar sesuai dengan nilai-nilai Islam. Keberhasilan Al-Shifa mengontrol pasari di Madinah menjadi rujukan Umar untuk juga menunjuk se orang perempuan mengontrol pasar di Makkah. Umar me nunjuk Samra' bint Nuhaik se ba gai pengontrol pasar di Mak kah. Penunjukan seorang perempuan sebagai pengontrol pasar di Madinah dan Makkah disebutkan bahwa pada awal Islam aktifitas pasar didominasi oleh perempuan baik pembeli mau pun pemilik toko. Itu sebabnya, Al-Shifa maupun Samra' tak menemukan kesulitan berarti dalam menjalankan tugasnya.

Abu Hurairah tak Gengsi Mengakui Kesalahan Fatwanya

Islam memberikan penghormatan terhadap ilmu dan ulama. Penghormatan yang nyaris tidak ditemukan sepanjang sejarah manusia. Tak lain, karena posisi strategis ulama dalam Islam. Islam menempatkan mereka sebagai pewaris para nabi. Sehingga, pendapat yang keluar dari pemikiran ulama merupakan referensi hukum yang patut dijalankan. Bahkan, sebuah pendapat mengatakan, para ulama wajib ditaati sepeninggal Rasulullah. Kisah berikut ini, menceritakan tentang keluhuran akhlak Abu Hurairah RA, yang dengan rendah hati, berkenan mengakui kesalahannya dalam berfatwa. Nama Abu Hurairah RA tentu tidaklah asing. Sahabat yang juga dikenal dengan nama Abd al-Rahman ibn Sakhr al-Azdi itu dikenal sebagai sosok yang alim dan menguasai agama. Namanya juga masuk dalam deretan sahabat pemberi fatwa. Penguasaan tokoh yang lahir pada 603 M ini terhadap ilmu agama dilatarbelakangi oleh kedekatannya dengan Rasulullah SAW. Abu Hurairah, pernah menemani Nabi akhir zaman itu lebih dari tiga tahun. Kondisi ini memberikan keistimewaan berikutnya, yakni, ia berhasil mencatat predikat perawi hadis terbanyak. Tak kurang dari 5,375 hadis berhasil ia riwayatkan langsung dari Rasulullah. Meski demikian, masih saja ada beberapa hal yang ternyata belum dapat dicerna baik oleh Abu Hurairah, meskipun akhirnya sahabat yang lahir di Baha, Yaman tersebut, dengan hati lapang dan keterbukaan, berkenan belajar atau berkonsultasi kepada Rasulullah. Peristiwa berikut ini menunjukkan sikap kearifan dan kedewasaan yang pantas dimiliki ulama, sebagaimana diteladankan oleh pria asal Bani Daws tersebut. Suatu ketika, usai shalat Isya' berjamaah di belakang Rasulullah SAW, Abu Hurairah berjalan-jalan di tengah kegelapan malam. Tiba-tiba seorang perempuan bercadar mendekati Abu Hurairah dan mengadukan persoalan yang tengah menderanya. Si perempuan bertanya perihal nasibnya yang telah berbuat dosa besar. Apakah saya bisa bertaubat?, katanya kepada Abu Hurairah. Abu Hurairah yang pernah ditunjuk sebagai Gubernur Madinah di awal masa Dinasti Umayyah tersebut, lantas mencoba mendengarkan keluhan si perempuan dengan baik. Abu Hurairah bertanya kepadanya, apa dosa yang telah diperbuatnya. Aku telah berzina, kemudian membunuh anakku dari hasil hubungan terlarang itu, jawab si perempuan dengan nada ketakutan dan malu. Abu Hurairah kaget bukan kepalang. Ia tidak habis pikir. Mengapa perempuani itu tega melakukannya. Sedikit terbawa sentimen dan emosi, tokoh yang wafat di usia 78 tahun itu dengan cepat mengeluarkan pernyataan dan fatwa yang cukup keras. Binasalah engkau, binasalah engkau. Demi Allah, Anda tidak akan diampuni, kata Abu Hurairah sembari bergumam, baru kali ini ia berfatwa tanpa berkonsultasi kepada Rasul terlebih dahulu. Tak elak, fatwa yang dikeluarkan mertua dari Sa'id bin al-Musayyib itu mendapat reaksi yang tak kalah heboh dari si perempuan. Ia shock, berteriak, menangis menderu-deru, lantas pergi meninggalkan Abu Hurairah. Esok hari, Abu Hurairah menghadap Nabi SAW dan menceritakan peristiwa yang berlangsung kemarin malam, sekaligus meminta pernyataan dari Rasulullah. Ternyata, justru jawaban yang disampaikan oleh Rasul bertolak belakang dengan pandangan Abu Hurairah. Rasul bersabda, Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, demi Allah, engkau bisa celaka, engkau bisa celaka. Tidakkah engkau lupa akan ayat ini, Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah mahapengampun lagi mahapenyayang. (QS al-Furqan [25]: 68, 70). Abu Hurairah segera meminta ampunan atas kekeliruannya berfatwa. Ia merasa bertanggung jawab telah membuat perempuan yang ia temui semalam berputus asa dan bersedih. Ia pun bergegas mencari dan melacak keberadaannya. Ia menelusuri sudut-sudut Madinah. Tetapi, usahanya tak membuahkan hasil. Ia bertanya kepada tiap orang. Anak-anak menganggap sahabat yang dimakamkan di Kompleks Makam al-Baqi' itu aneh, mirip orang gila yang kebingungan. Ia menunggu hingga malam tiba. Akhirnya, di tempat yang sama, mereka berdua bertemu. Abu Hurairah meminta maaf dan menyampaikan kabar gembira dari Rasul. Kegembiraan tepancar dari raut muka si perempuan. Ia bahagia. Sebagai ungkapan rasa syukur dan suka cita itu, ia menyedekahkan sebidang kebun agar dipergunakan untuk kepentingan kaum dhuafa.

Cara agar di cintai Allah

Dalam surah at-Taubah (9): 24 ber bunyi "Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang khawatir kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sam pai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Alllah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. "Ayat di atas menjelaskan kepada umat manusia tentang ciri-ciri orang yang beriman. Ayat tersebut mengung kapkan bahwa orang beriman adalah ia yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada orang lain. Dalam kajian Islam di Masjid al-Ha kim, Menteng, Jakarta, belum lama ini, Ustaz Arifin Jayadiningrat memberikan penjelasan tentang manusia yang ingin dicintai oleh Allah. Menurut dia, mencintai Rasulullah SAW adalah salah satu cara agar juga dicintai oleh Allah. "Ma nusia tertinggi adalah Rasulullah. Itu pasti akan dicintai Allah," ujarnya. Dalam istilah Alquran, kata Ustaz Arifin, Rasulullah merupakan pemimpin manusia di muka bumi. Itu sebabnya, ia meng ajak kepada umat Islam agar mem berikan amalan sebanyak mungkin kepada Allah. Namun, Ustaz Arifin mengingatkan agar menyiapkan diri menghadapi tantangan dan ujian dari Allah. Sebab, seseorang apabila ingin dicintai oleh Allah pasti akan dihadapkan dengan ujian. Dari sini kemampuan manusia menghadapi ujian akan diketahui. "Karakteristik orang yang diuji dengan kesabaran adalah luar biasa. pahala besar tergantung besar kecilnya ujian," kata Ustaz Arifin. Di dalam Alquran Allah banyak me nye butkan tentang bagaimana manusia harus bersabar menerima ujian yang diberikan. Sebab, ujian dari Allah merupakan bentuk kasih sayang dan kecintaan Allah kepada hambanya. Allah juga mengetahui sejauhmana kemampuan ciptaannya dalam menghadapi ujian. Seperti diterangkan dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 286: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Ustaz Arifin menegaskan, Allah akan melihat sebesar besar kesabaran dari makhluk-Nya yaitu dengan ujian. Jika mampu menghadapinya, kata dia, mereka akan mendapatkan ridha dan cinta dari Allah. Namun sebaliknya, Allah akan murka apabila mereka tidak mampu menghadapi ujian. Selain Rasulullah, kata Ustaz Arifin, jika ingin dicintai Allah maka umat manu sia harus juga mencintai waliyullah. Sebab, waliyullah juga orang yang dicintai oleh Allah. Ustaz Arifin juga meminta agar tidak menilai rendah orang lain. "Bisa jadi dia lebih soleh dari kita. Orang-orang yang dipandang kecil, padahal dia kekasih Allah," katanya. Ustaz Arifin menambahkan bahwa agar dicintai Allah maka harus memberikan amalan melebihi yang diwajibkan. Arti nya, manusia harus memperbanyak amalan sunah. Sebab melalui sunah, Allah menyeleksi siapa yang sungguhsungguh mencintai Allah. Misalnya, memperbanyak shalat malam ataupun ibadah sunah lainnya. Selain itu, Ustaz Arifin juga mengajak agar rutin melaksanakan shalat secara berjamaah. Sebab, pahala yang didapatkan jauh lebih besar dibandingkan shalat sendiri. "Sunah adalah apabila dikerjakan bukan hanya dapat pahala tapi dapat untung besar," ujarnya. Kajian tersebut bagi jamaah yang ikut merasa penjelasan- penjelasan tersebut cukup memberikan pengetahuan tentang keislaman.

Teladan Toleransi Umar bin Khattab

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, pengaruh Islam mencakup hingga ke luar Semenanjung Arab. Pasukan Islam berhasil membebaskan Mesopotamia (kini Irak) dan sebagian Persia dari kekuasaan kekaisaran Sassanid. Mesir, Palestina, Yerusalem, Suriah, Afrika Utara, dan Armenia juga dibebaskan dari cengkeraman kekaisaran Romawi Timur (Byzantium). Khalifah Umar juga menerapkan sistem administrasi birokrasi sampai ke negeri-negeri taklukan. Sejarawan, Maher Y Abu-Munshar, dalam bukunya, Islamic Jerussalem and Its Christian (2007) menjelaskan, pengaruh Umar bin Khattab dalam menstabilkan situasi wilayah yang dipimpinnya. Menurut Maher, Khalifah Umar bertungkus lumus untuk bisa sesegera mungkin mengukuhkan keadilan di seluruh daerah kekuasaannya. Ialah yang memulai proses kodifikasi hukum Islam. Sahabat Nabi SAW bergelar al-Faruq itu juga membuat administrasi pengadilan agar efektif sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Khalifah Umar dikenal sebagai pribadi yang bersahaja, meskipun begitu keras dan tegas dalam menghadapi kebatilan. Di sisi lain, ia bersikap lemah lembut terhadap kelompok-kelompok yang tidak diperlakukan adil, sekali pun berbeda agama. Keadilan bahkan harus tegak berdiri walaupun dalam suasana perang. Maher menuturkan, kisah penaklukan Yerusalem pada tahun 16 Hijriyah sebagai salah satu contoh gemilang sikap Umar bin Khattab dalam menegakkan keadilan. Prinsip demikianlah yang mendasari hidupnya toleransi di Tanah Suci itu. Semua bermula dari kesediaan Patriarch Sophronious, pemuka agama Kristen Ortodoks Yerusalem saat itu, untuk memberikan kunci kota kepada Khalifah Umar bin Khattab. Penyerahan kunci tersebut dilakukan tanpa paksaan, melainkan sebagai upaya diplomasi. Sebagai balasannya, Khalifah Umar pun menawarkan perjanjian damai. Maka lahirlah deklarasi al-'Uhda al-'Umariyyah atau Jaminan Keamanan Khalifah atas Warga Aelia. Aelia merupakan nama yang diberikan kaum Kristen Ortodoks untuk wilayah Yerusalem saat itu. Kala itu, Yerusalem sebenarnya sudah dalam genggaman pasukan Muslim. Umar memerintahkan mereka untuk menghormati hak-hak setiap warga sipil yang mereka jumpai di sana. Khalifah Umar dan Patriarch Sophronious bertemu di Gereja Qiyâmah. Di sinilah perjanjian al-'Uhda al-'Umariyyah disepakati. Meskipun tampil sebagai penguasa, konsistensi Umar tetap terjaga dan menghormati pemuka agama Kristen Ortodoks itu sebagai pihak setara. Usai perjanjian tersebut disepakati, waktu shalat datang. Khalifah Umar lantas bertanya kepada Patriarch Sophronious, di mana ia bisa menunaikan shalat. Patriarch Sophronious mempersilakan Umar untuk shalat di gereja itu. Namun, dengan lugas Umar menolak tawaran tersebut. Alih-alih, ia kemudian keluar dari Gereja Qiyâmah dan shalat di anak tangga. Gereja itu merupakan tempat suci di Yerusalem bagi umat Kristen Ortodoks. Sebagai bentuk penghormatan, di titik anak tangga tempat Khalifah Umar mendirikan shalat kemudian dibangun sebuah masjid kecil. Toleransi yang dicontohkan Khalifah Umar tak berhenti di situ. Ia menganjurkan agar azan tidak dikumandangkan di dalam masjid kecil tersebut. Sebab, dikhawatirkan akan mengganggu aktivitas umat Kristen Ortodoks di Gereja Qiyâmah, yang tak jauh darinya. Khalifah Umar menjelaskan alasan dia tidak mau shalat di dalam gereja. Sebab, secara simbolis, bila sampai hal itu dilakukan, pasukan Muslim dapat menafsirkannya bahwa Gereja Qiyâmah boleh ditaklukkan sehingga diubah menjadi masjid. Mendengarnya, Patriarch Sophronious mengangguk takzim. Membersihkan sampah Kemudian, Patriarch menemani Khalifah Umar menyambangi tempat Nabi Sulaiman pernah mendirikan fondasi Masjid al-Aqsha. Ternyata, kekaisaran Romawi Timur telah mengubah lokasi tersebut menjadi tempat pembuangan sampah. Hal ini demi menghina bangsa Yahudi, yang menjadikan titik Masjid al-Aqsha sebagai kiblat ibadah, bukan Konstantinopel (kini Istanbul). Umar marah. Ia meminta Patriarch mengimbau umatnya agar membersihkan tumpukan sampah. Bahkan, Khalifah Umar ikut dengan tangannya sendiri memungut sampah. Demikian pula dengan sejumlah pasukan Muslim. Setelah cukup bersih, lokasi tersebut menjadi lebih tampak nilai historisnya. Umar melihat ada di sana batu suci yang pernah diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai tempatnya menjejakkan kaki ketika Mi'raj ke langit. Demikianlah sekelumit kisah Umar yang penuh bersikap toleran kala membebaskan Tanah Suci al-Quds dari jajahan Romawi Timur, sebagaimana disarikan dari buku Menyusuri Jejak Manusia Pilihan, Umar bin Khattab karya Abbas Mahmud Aqqad. Menjelang kepemimpinannya usai, Khalifah Umar mewariskan ketegasan yang menginspirasi. Kepada khalifah penggantinya, Umar menuliskan pesan penting. Pertahankanlah lima ciri khas yang akan menyelamatkan agama Anda, sedangkan Anda sendiri akan mengambil manfaat dari hal itu lebih baik daripada nasib Anda. Apabila datang kepadamu dua orang yang sedang bersengketa, Anda harus meminta bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Dekatilah orang-orang yang lemah supaya mereka lebih berani memberikan keterangan, karena hatinya akan mantap dan lidahnya akan lancar. Layanilah orang asing dengan baik, karena kalau Anda tidak melayaninya, dia akan meninggalkan haknya dan kembali kepada keluarganya. Dia meninggalkan haknya karena tidak ada yang memberikan kasih sayang kepadanya. Lunakkanlah pandangan dan luangkan waktumu untuk orang lain. Semaikanlah perdamaian di antara orang-orang yang sedang menghadapi masalah yang tidak jelas.
Dr. Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI., MA Pendiri/Ketua Yayasan Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Insani Cendekia Badiri.

Kegiatan Diklat LTN NU SU

Dr.Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI., MA mengikuti Diklat Lembaga Ta'mir wa Nasyir (LTN)/ Lembaga Inpokom & Publikasi Nahdlatul 'Ulama Sumatera Utara di Kantor PW. NU jln Sei Batang Hari No. 52 Medan

Kegiatan Jumatan

Dr.Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI., MA di Pekarangan rumah sebelum berangkat menunaikan Sholat Jum'at.

Sidang Promosi Doktor

 Promosi Doktor Irwandi Sihombing menjadi Doktor yang ke-151 Universitas Ibn Khaldun Bogor
Sabtu, 04 Maret 2017 M/15 Jumadil Akhir 1438 H dengan nilai Sangat Memuaskan (3,43).


Filsafat Ilmu

FILSAFAT ILMU DIKTAT 0leh: Dosen Mata Kuliah Filsafat Ilmu Dr. IRWANDI SIHOMBING, S.Ag., S.PdI, MA Untuk Kalangan Sendiri SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) BAHRIYATUL ULUM KH. ZAINUL ARIFIN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH 2016 KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah memberi waktu, kesehatan dan taufik-Nya kepada penulis, sehingga diktat ini yang berjudul: “Filsafat Ilmu“ dapat diselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Diktat ini pada dasarnya merupakan sebuah rangkaian dari catatan penulis sewaktu mengikuti perkuliahan di Program Doktor Sekolah Pascasarjana University of Ibn Khaldun Bogor pada mata kuliah Filsafat Ilmu dan Filsafat Pendidikan Islam yang diasuh oleh Bapak Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin, MS dan Bapak Dr. H.E.Mujahidin, M.Si. Proses pengumpulan materi kuliah untuk diktat ini berjalan ketika penulis dipercaya untuk mengasuh mata kuliah Filsafat Ilmu pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Bahriyatul Ulum KH. Zainul Arifin Pandan. Sebagai rangkaian catatan, diktat ini lebih merupakan rekaman informasi ketimbang analisis yang signifikan dari penulis. Jika seandainya dijumpai aspek analisis, hampir keseluruhannya merupakan pemindahan semata dari sumbernya yang sedapat mungkin telah dicoba dicatatkan secara jelas dan akurat. Diktat ini tidak semestinya dianggap sebagai sumber primer yang otoritatif bagi ide-ide yang dikandungnya. Penulis hanya merangkumkan secara ulang dari sumber utama. Diktat ini hanya dapat berperan aktif dalam topik-topik pembaharuan. Jika diktat ini berhasil menunjukkan satu titik awal pengkajian atau menjembatani para pembaca ke arah studi yang lebih serius, maka tujuan dan maksud dari penulisan diktat ini telah tercapai target dan sasaran pokoknya. Dengan demikian, dalam segala keterbatasan penulisan diktat ini, saya sangat mengharapkan diktat yang sederhana ini dapat bermamfaat bagi para pengguna terutama mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Bahriyatul Ulum KH. Zainul Arifin Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah khususnya dan umumnya bagi Perguruan Tinggi Islam lainnya yang membacanya. Demikian juga penulis sangat menerima masukan, saran dan kritik membangun yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan diktat ini demi untuk saling menunjuki kearah kebenaran. Penulis berharap hadirnya diktat yang sederhana ini dapat bermanfaat dalam wawasan keilmuan khususnya dibidang Filsafat Ilmu . Akhirnya atas segala kesalahan dan kesilapan yang ada pada kami sebagai penulis diktat ini, mohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga Allah Swt senantiasa memberikan hidayah dan meridhai amal usaha ini. Amin ya Rabbal ‘alamin. Pandan, 21 Juli 2016 Penulis Irwandi Sihombing, S.Ag, S.PdI, MA PENDAHULUAN A. Latar belakang Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio. Kejadian alam, seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan dan bumi berada pada garis yang sejajar, sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi. Suatu pandangan yang komprehensif tentang ilmu dan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam masyarakat beragama, ilmu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah dari Tuhan, manusia hanya menemukan sumber itu dan kemudian merekayasanya untuk di jadikan instrument kehidupan. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di alam jagad raya (makrokosmos) maupun alam manusia (mikrokosmos). Dari penelitian alam jagad raya bermunculan ilmu astronomi, kosmologi, fisika, kimia dan sebagainya, sedangkan dari manusia muncul ilmu biologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Ilmu-ilmu tersebut kemudian menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa mamfaatnya. Ilmu dan teknologi dalam konteks itu kehilangan ruhnya yang fundamental karena ilmu kemudian mengelimir peran manusia dan bahkan manusia tanpa sadar menjadi budak ilmu dan teknologi. Karena itu, filsafat ilmu berusaha mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak menjadi bumerang bagi kehidupan umat manusia. Disamping itu, salah satu tujuan filsafat ilmu adalah untuk mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen bukan tujuan. B. Pengertian Filsafat dan Ilmu 1. Pengertian Filsafat Filsafat Yunani diperkirakan sekitar abad IX SM atau paling tidak tahun 700 SM. Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu: Philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau phila (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Kata philosophos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (540-480 SM). Sementara ada orang mengatakan bahwa kata tersebut mula-mula dipakai oleh Pyhtagoras (580-500 SM). Namun pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang mengatakan bahwa Heraklitos yang pertama menggunakan istilah tersebut. Menurutnya, philosophos (ahli filsafat) harus mempunyai pengetahuan luas sebagai pengejawantahan daripada kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-benar jelas digunakan pada masa kaum Sofis dan Socrates yang memberi arti philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoretis. Philosophia adalah hasil dari perbuatan yang disebut Philosophein itu, sedangkan philosophos adalah orang yang melakukan philosophein. Dari kata philosophia itulah nantinya timbul kata-kata philosophie (Belanda, Jerman, Prancis), philosophy (Inggris) dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat atau falsafat. Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang bahasa Arab disebut failasuf. Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat? Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan Moh. Hatta dan Langevild mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam defenisinya. Oleh karena itu, biarkan saja seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkan sendiri. Phytagoras (572-497 SM) adalah filosof yang pertama kali menggunakan kata filsafat, dia mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi ke dalam tiga tipe: mereka yang mencintai kesenangan, mereka yang mencintai kegiatan, dan mereka yang mencintai kebijaksanaan. Tujuan kebijaksanaan dalam pandangannya menyangkut kemajuan menuju keselamatan dalam hal keagamaan. Shopia mengandung arti yang lebih luas daripada kebijaksanaan, yaitu: 1). Kerajinan, 2). Kebenaran pertama, 3). Pengetahuan yang luas, 4). Kebajikan intlektual, 5). Pertimbangan yang sehat, 6). Kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis. Dengan demikian asal mula kata filsafat itu sangat umum, yang intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit of mental excellence). Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa objek filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran absolut, lewat “dialektika”. Sementara Aristoteles (384-332 SM), tokoh utama filosof klasik, mengatakan bahwa filsafat menyelidiki sebab dan asa segala terdalam dari wujud. Al-Farabi (W.950 M), seorang filosof Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina berkata, filsafat ialah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya. Ibnu Rusyd (1126-1198 M), berpendapat bahwa filsafat atau hikmah merupakan pengetahuan “otonom” yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Al Qur’an filsafat mewajibkan manusia berfilsafat untuk menambah dan memperkuat keimanan kepada Tuhan. Immanuel Kant (1724-1804 M), Mengatakan bahwa filsafat itu ilmu dasar segala pengetahuan, yang mencakup didalamnya empat persoalan, yaitu: 1. Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika) 2. Apakah yang boleh kita kerjakan ? (dijawab oleh etika/norma) 3. Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama) 4. Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab oleh antropologi). Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berfikir dengan insaf. Yang dimaksud dengan insaf adalah berfikir dengan teliti, menurut aturan yang pasti. Deng Fung Yu Lan, seorang filosof dari dunia timur, mendefenisikan filsafat adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup. H. Hamersama sebagai pengetahuan metodis, sistematis, dan bertalian (koheren) tentang seluruh kenyataan. Sedangkan Harun Nasution mengatakan bahwa filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan. Dalam pandangan Sidi Gazalba, filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenal segala sesuatu yang ada. 2. Pengertian Ilmu Ilmu berasal berasal dari bahasa Arab: ‘Alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Ungkapan: “Asmu’i telah memahami pelajaran filsafat” Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan) scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah epitesme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Mulyadi Kartanegara mengatakan bahwa ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan Sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika. Adapun defenisi ilmu menurut para ahli, diantaranya adalah: 1. Mohammad Hatta, mendefenisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun bangunannya dari luar. 2. Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak. 3. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana. 4. Ashley Montagu, Guru besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji. 3. Persamaan dan perbedaan Filsafat dan Ilmu Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut: a. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai keakar-akarnya. b. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya. c. Kkeduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan. d. Keduanya mempunyai metode dan sistem e. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektifitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar. Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut: a. Objek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan emperis. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu. b. Objek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non fragmentris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Disamping itu, objek formal ilmu itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita. c. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya. d. Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dati tidak tahu menjadi tahu. e. Ffilsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause). 4.Tujuan Filsafat ilmu Tujuan filsafat ilmu adalah: a. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. c. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah. d. Mendorong para calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya, dan e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. C. Jenis - jenis Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidupnya. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Sedangkan secara termilogi akan dikemukakan beberapa defenisi tentang pengetahuan. Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge is justified dengan truth).Jadi, pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi. 1. Jenis Pengetahuan Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka didalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin Salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu : Pertama, pengetahuan Biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan dalam filsafat dikatakan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Dengan common sense semua orang sampai pada kenyataan secara umum tentang sesuatu, dimana mereka berpendapat sama semuanya. Ia diperoleh dari pengalaman sehari-hari, seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah tadah hujan, dan sebagainya. Kedua, pengetahuan Ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Science yaitu untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatis dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense. Namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode. Pengetahuan yang diperoleh melalui ilmu diperoleh melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral (subjektif), karena dimulai dengan fakta. Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. C.D. Broad berkata: “maksud dari filsafat spekulatif adalah untuk ambil alih hasil-hasil dari berbagai ilmu, dan menambahkannya dengan hasil pengalaman keagamaan dan budi pekerti. Dengan cara ini, diharapkan bahwa kita akan dapat sampai kepada suatu kesimpulan tentang watak alam ini, serta kedudukan dan prospek kita di dalamnya. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada suatu bidang pengetahuan tertentu yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan tertutup menjadi ‘longgar’ kembali. Keempat, pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini mengandung beberapa hal pokok, baik tentang hubungan dengan Tuhan (vertikal), maupun dengan sesama manusia (horizontal). 2. Perbedaan pengetahuan dengan Ilmu Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu, ilmu adalah pengetahuan. Definisi pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Sedangkan definisi ilmu yaitu pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis. Pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material, keduanya mempunyai perbedaan. Dari asal katanya, kita dapat ketahui bahwa pengetahuan diambil dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science dan peralihan dari kata Arab ilm. The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The Principles of Scientific Research memberi batasan ilmu sebagai berikut : Ilmu adalah suatu bentuk aktivasi manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam dimasa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah sifat-sifat sendiri. Rumusan lain datang dari Carles Siregar yang menyatakan : “Ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan”. Dalam arti umum, ilmu sering dijadikan pembeda, umpamanya untuk membedakan antara disiplin Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sementara itu, Jujun S. Suriasumantri dalam buku ilmu dalam Perspektif menulis: “… ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan”. Perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan dapat ditelusuri dengan melihat perbedaan ciri-cirinya. Herbert L. Searles memperlihatkan ciri-ciri tersebut sebagai berikut: “Kalau ilmu berbeda dengan filsafat berdasarkan empiris, maka ilmu berbeda dari pengetahuan biasa karena ciri sistematisnya. Dalam perkembangan selanjutnya di Indonesia, pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Hal ini dapat dilihat dari pendapat-pendapat berikut:”Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alima (ia telah mengetahui). Kata jadian ilmu berarti pengetahuan. Dan memang dalam bahasa Indonesia sehari-hari ilmu diidentikkan dengan pengetahuan”. C. Hakikat dan sumber pengetahuan Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidupnya. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan dua hal utama, yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengomuni-kasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu. 1. Hakikat pengetahuan Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Ada 2 teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu: a. Realisme Kata ini menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang sesungguhnya, artinya yang bukan sekedar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran kita (kepatuhan kepada fakta). Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa objek indra kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui atau ada hubungannya dengan persepsi kita. Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Dalam hal ini, pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Menurut Rasjidi, penganut agama perlu sekali mempelajari realisme dengan alasan: 1.) Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan pikiran tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya dari segi subjektif. 2.) Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. b. Idealisme Ajaran idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui (subjek). Kalau realisme mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui, idealisme adalah sebaliknya. Bagi idealisme, dunia dan bagian-bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal yang mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya. Dunia merupakan suatu kebulatan bukan kesatuan mekanik, tetapi kebulatan organik yang sesungguhnya yang sedemikian rupa, sehingga suatu bagian darinya dipandang sebagai kebulatan logis, dengan makna inti yang terdalam. 2. Sumber Pengetahuan Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain: a. Empirisme Kata ini berasal dari bahasa yunani empeirikos yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembangkan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. John Locke (1632-1704 M), Bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong), yang maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Jadi, dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera. Sesuatu yang tidak dapat dinikmati dengan indra bukanlah pengetahuan yangt benar. Jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar. Aliran ini memiliki banyak kelemahan, antara lain: 1) Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil karena keterbatasan indera yang menggambarkan seperti itu. 2) Indera menipu, pada orang yang sakit malaria gula rasanya pahit, udara akan terasa dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan emperis yang salah juga. 3) Objek yang menipu, contohnya fatamorgana dan ilusi, objek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh indera, ia membohongi indera. 4) Berasal dari indera dan Objek sekaligus. Dalam hal ini, indera (mata) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan, dan kerbau itu juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan. Kesimpulannya adalah emperisme lemah karena keterbatasan indera manusia. b. Rasionalisme Aliran ini mengatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan di ukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Descartes, seorang pelopor rasionalisme berusaha menemukan suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi. Kebenaran itu, menurutnya adalah dia tidak ragu bahwa ia ragu. Ia yakin kebenaran-kebenaran semacam itu ada dan kebenaran tersebut dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi sebagai hal-hal yang tidak dapat diragukan. c. Intuisi Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Ada sebuah isme yang barangkali mirip dengan intuisionisme yaitu iluminasionisme.Aliran ini berkembang di kalangan tokoh agama, yang didalam Islam disebut ma’rifah, yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran. Perbedaan antara intuisi dalam filsafat barat dengan makrifat dalam Islam adalah kalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran yang konsisten, sedangkan dalam Islam makrifat diperoleh lewat perenungan dan penyinaran dari Tuhan. Pengetahuan melalui ma’rifat akan diperoleh oleh orang yang hatinya telah bersih, telah siap, dan sanggup menerima pengetahuan tersebut. Kemampuan menerima pengetahuan secara langsung itu diperoleh dengan cara latihan, yang dalam Islam disebut Riyadhah. Metode ini secara umum dipakai dalam Thariqat atau Tasauf. Konon, kemampuan orang-orang itu sampai bisa melihat Tuhan, berbincang dengan Tuhan, melihat Surga, neraka, dan lam gaib lainnya. Dari kemampuan ini dapat difahami bahwa mereka tentu mempunyai pengetahuan tingkat tinggi yang banyak sekali dan menyakinkan pengetahuan itu diperoleh bukan lewat indera dan bukan lewat akal, melainkan lewat hati. d.Wahyu Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu. Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para Nabi. Hal inilah yang membedakan mereka dengan manusia-manusia lainnya. Akal menyakinkan bahwa kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan itu memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena itu memang di luar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi. Wahyu Allah (Agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti. Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu. Sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya yaitu dimulai mengkaji dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang faktual. D. Ukuran kebenaran Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Karena itu, kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu atau kriteria kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden, dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia. Ada tiga jenis kebenaran : 1. Kebenaran epistemologis yaitu kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. 2. Kebenaran ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yg ada atau diadakan. 3. Kebenaran semantic yakni “kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa”. Ada 4 (empat) teori tentang kebenaran epistemologis, yaitu: 1. Teori Korespondensi Teori pertama adalah teori korespondensi, the correspondence theory of truth yang kadang disebut the accordance theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat tersebut. Maka pengetahuan adalah benar bila apa yang terdapat didalam budi pikiran subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada didalam objek. Menurut teori ini, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena kebenaran atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yang sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan itu benar. Jika tidak, maka pertimbangan itu salah. Kebenaran adalah persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) tentang fakta dan fakta aktual, atau antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental situation) yang diberi interpretasi. Pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu. Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka pernyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau Jawa”. 2. Teori Koherensi Tentang Kebenaran Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan perkataan lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan si Hasan pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama. 3. Teori Pragmatisme Tentang Kebenaran Pragmatism berasal dari bahasa yunani pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut teori ini, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis (Jujun, 1990:57). 4. Agama Sebagai Teori Kebenaran Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia. Baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio dan reason manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan. Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berpikir setelah melakukan penyelidikan, pengalaman, dan percobaan sebagai trial and error. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari atau kepada Kitab Suci. Imam Al-Ghazali merasa tidak puas dengan penemuan-penemuan akalnya dalam mencari suatu kebenaran. Akhirnya Al-Ghazali sampai kepada kebenaran yang kemudian dalam tasauf setelah dia mengalami proses yang amat panjang dan berbelit-belit. Tasauflah yang menghilangkan keragu-raguan tentang segala sesuatu. Kebenaran menurut agama inilah yang dianggap oleh kaum sufi sebagai kebenaran mutlak; yaitu kebenaran yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Namun Imam Al-Ghazali tetap merasa kesulitan menentukan kriteria kebenaran. Akhirnya kebenaran yang didapatnya adalah kebenaran subjektif atau inter-sujektif. E. Klasifikasi dan hirarki ilmu Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan yang tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) dimasukkan kedalam golongan cabang-cabang ilmu yang tidak berguna. Klasifikasi ini memberikan makna implikasi menolak adanya sekularisme, karena wawasan yang Kudus tidak menghalang-halangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan duniawi secara teoretis dan praktis. Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun Secara hierarkis ilmu-ilmu metodologis, otologis, dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu. Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu Secara filosofis kedalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurisprudensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (IIahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqh langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika, dan ilmu politik, dan terakhir yurisprudensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqh langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika, dan ilmu politik. Sedangkan Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. Ilmu non filosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius, karena dia menggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang memiliki syari’ah (hukum wahyu). Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Quthb al-Din untuk ilmu intlektual berarti, bagi keduanya ilmu syar’iyyah lebih utama dan lebih berperan sebagai basis (landasan) untuk menamai setiap ilmu lainnya. Muhammad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama, ilmu yang bersumber dari Tuhan, kedua; ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu, pertama Ilmu Qadim dan kedua ilmu hadis (baru). Ilmu Qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu Hadis yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya. Namun mustahil terdapat pertentangan antara agama Islam pada satu pihak dengan ilmu pengetahuan yang benar pada pihak lain. Sebab ilmu dan filsafat yang benar tiada lain ialah usaha manusia dengan kekuatan akal budinya yang relatif berhasil dalam memahami kenyataan alam; susunan alam, pembagian alam, bagian-bagian alam dan hukum alam. Al-Qur’an tidak lain adalah pembukuan segenap alam semesta (ayat kauniyah) dalam satu ayat kitab suci. Kedua ayat Allah (ayat Quraniyyah) dan ayat kauniyyah itu saling menafsirkan. Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah, berdasarkan al-Risalah al-Ladunniyah dan The Book Of Knowledge, yaitu berupa sintesis dari kedua buku tersebut dalam topik klassifikasi-klassifikasi Al-Ghazali: I. Ilmu Syar’iyyah 1. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul) 1) Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid) 2) Ilmu tentang kenabian 3) Ilmu tentang akhirat atau eskatologis 4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Yaitu Al-quran dan Al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori: a. Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat) b. Ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari: ilmu Quran, ilmu riwayat al-hadis, ilmu ushul fiqh dan biografi para tokoh. 2. Ilmu tentang Cabang-cabang (furu’) 1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah) 2) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat: a. Ilmu tentang transaksi, termasuk qishas b. Ilmu tentang kewajiban kontraktual (berhubungan dengan hukum keluarga) 3. Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak) II. Ilmu Aqliyyah 1. Matematika, aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, music 2. Logika 3. Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology, mineralogy, kimia 4. Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika: Ontology 1) Pengetahuan tentang esensi, sifat dan aktivitas ilahi 2) Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana 3) Pengetahuan tentang dunia halus 4) Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi 5) Teurgi (nairanjiyyat). Ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural. Sementara itu Stuart Chase membagi ilmu pengetahuan sebagai berikut : Ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), Biologi, Antropologi fisik, ilmu kedokteran, ilmu farmasi, ilmu pertanian, ilmu pasti, ilmu alam, geologi, Ilmu-ilmu kemasyarakatan, Ilmu hukum, Ilmu ekonomi, Ilmu jiwa sosial, Ilmu bumi sosial, Sosiologi, Antropologi budaya an sosial, Ilmu sejarah, Ilmu politik, Ilmu pendidikan, Publisistik dan jurnalistik dan lain sebagainya, Humaniora, Ilmu agama, Ilmu filsafat, dan Ilmu bahasa. DASAR-DASAR ILMU A. ONTOLOGI 1. Pengertian Ontologi Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On=being, dan logos=logic. Jadi ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Louis O. Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, ontologi itu mencari ultimate reallity dan menceritakan bahwa diantara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air. Noeng Muhadjir dalam bukunya filsafat ilmu mengatakan, ontologis membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam pengantar ilmu dan Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objek-objeknya .Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Jadi ontology adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat ilmu mengatakan, ontology membahas tentang yang ada,yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Siti Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang Tuhan. Amsal Baktiar dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan, ontologi berasal dari kata ontos = sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata. Dari beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu, jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. 2. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reallity baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu sebenarnyauntuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya.Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat. Ada yang menamakan bagian ini ontologi. Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Kosmologi membicarakan hakikat asal, hakikat susunan, hakikat berada, juga hakikat tujuan kosmos. Adapun hakikat manusia dibicarakan oleh antropologi; ini juga cabang teori hakikat. Pembahasan hakikat Tuhan dilakukan oleh fheodicea, juga cabang dari teori hakikat.Theodicea sering juga disebut theologia; namun theologia lebih sering digunakan untuk filsafat agama. Metafisika berusaha memfokuskan diri pada prinsip dasar yang terletak pada berbagai pertanyaan atau yang diasumsikan melalui berbagai pendekatan intelektual. Setiap prinsip dinamakan “pertama”, sebab prinsip-prinsip itu tidak dapat dirumuskan kedalam istilah lain atau melalui hal lain yang mendahuluinya. Sebagai contoh: istilah prinsip pertama yang dipergunakan Aristoteles merupakan penjelasan mengenai alam semesta yakni “Penggerak yang tidak digerakkan”, dikatakan menjadi sebab dari segala gerak tanpa dirinya digerakkan oleh hal ada yang lain. Itu berarti istilah tersebut menjelaskan semua gerak, tetapi ia sendiri tidak membutuhkan penjelasan tentang dirinya sendiri. Terminologi ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metasfisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi. Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia dan teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan. Di dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut: 1. Monoisme Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Faham ini terbagi dua aliran yakni: a. Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara adalah merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian alam. b. Idealisme, adalah lawan materialisme adalah aliran idealisme yang dinamakan juga dengan spritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang spritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani. Tokoh aliran ini adalah Plato (428-348 SM) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide. Tokoh-tokoh filsafat modern seperti George Barkeley (1685-1753 M), Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte 91762-1814 M), Hegel (1770-1831 M) dan Schelling (1775-1854 M). 2. Dualisme Pandangan ini mengatakan bahwa hakikat itu ada dua.Aliran ini disebut dualisme.Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan sprit.Tokoh paham aliran ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak fisafat modern. Ia menamakan kedua hakikat iyu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebenaran). Descartes meragukan segala sesuatu yang dapat di ragukan.Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan ruh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. 3. Pluralisme Pahamini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai faham yang menyatakan banwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedocalles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur yaitu, tanah, Air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) Dalam bukunya The Meaning of Trith james mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Tiada kebenaran yang mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaran yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. 4. Nihilisme Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman yunani kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga prosisi tentang realitas, yakni: 1. Tidak ada sesuatu pun yang eksis. 2. Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat di ketahui 3. Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kapada orang lain. Tokoh aliran lain adalah Friedrich Nietzsche (1844-1900 M),ia dilahirkan di Rocken Prusia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa “Allah sudah mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreatifitas manusia, mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di belakang atau diatas dunia dimana ia hidup. 5. Agnostisisme Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata Agnosticisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Tokoh-tokoh filsafat eksistensi ini adalah Soren Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jasper. Soren Kierkegaard (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai bapak filsafat eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain. Sementara itu, Martin Heidegger (1889-1976 M), seorang filosof Jerman mengatakan, satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Jadi dunia ini adalah bagi manusia, tidak ada persoalan bagi alam metafisika. Pada pemahaman lainnya, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Perancis yang ateis sangat terpengaruh dengan fikiran ateisnya mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan etre (ada) melainkan a etre (akan atau sedang). Segala perbuatan manusia tanpa tujuan karena tidak ada yang tetap (selalu disangkal). Jadiagnostisisme adalah faham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali. B. EPISTEMOLOGI Pemahaman Awal tentang kata Epistemologi. Kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani “Episteme” yang artinya “Pengetahuan”, dan “Logos” yang berarti “ilmu atau teori”. Jadi, Epistemologi berarti “Ilmu pengetahuan”.yaitu ilmu yang membahas tentang pengetahuan. Epistemologi merupakan salah satu cabang dari filsafat yang konsentrasinya membahas tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan. Dan pendapat lainnya mengatakan bahwa kata Epistemologi itu berasal dari bahasa Yunani “episteme” (pengetahuan) dan “logos” (kata/pembicaraan/ilmu). Epistimologi ini adalah merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan?, bagaimana karakteristiknya?, apa macamnya?, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Tujuan Epistemologi adalah untuk memperoleh realitas dan kebenaran ilmiah yang hakiki, sehingga mampu mempertanggung jawabkan secara material (objektifitas), formal (ketepatan penyidikan) dan moral (daya guna untuk kesejahteraan). Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuasaan pengenalannya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya para filosof pra Sokrates, yaitu filosof pertama di alam tradisi Barat, tidak memberikan perhatian pada cabang filsafat ini sebab mereka memusatkan perhatian, terutama pada alam dan kemungkinan perubahan, sehingga mereka kerap dijuluki filosof alam.Istilah-istilah lain yang setara dengan epistemology adalah : a) Kriteriologi, yakni cabang filsafat yang membicarakan ukuran benar atau tidaknya pengetahuan. b) Kritik pengetahuan,yaitu pembahasan mengenai pengetahuan secara kritis. c) Gnosiology, yaitu perbincangan mengenai pengetahuan yang bersifat illahiah (Gnosis) d) Logika Material, yaitu pembahasan logis dari segi isinya, sedangkan logika formal lebih menekankan pada segi bentuknya. Metode empiris yang telah dibuka oleh Aristoteles mendapat sambutan yang besar pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Dua di antara karya-karyanya yang menonjol adalah The Advancement of Learning dan Novum Organum (organum baru). Fisafat Bacon mempunyai peran penting dalam metode Irrduksi dan sistematis menurut dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi kekuasaan pada manusia atas alam melalui peyelidikan ilmiah. mam. Karena itu usaha yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan, dan tidak akan bermakna kecuali ia mempunyai kekuatan yang dapat membantu manusia meraih kehidupan yang lebih baik, “Knowledge is power, it is not opinion to be held, but a work to be done, I am laboring to lay the fondation not of any sector of doctrine, but of utility and power”. Sikap khas Bacon mengenai ciri dan tugas filsafat tampak paling mencolok dalam Novum Organum. Pengetahuan dan kuasa manusia satu sama lain, menurutnya alam tidak dapat dikuasai kecuali dengan jalan menaatinya, agar dapat taat pada alam. Manusia perlu mengenalnya terlebih dahulu dan untuk mengetahui alam diperlukan observasi, pengetahuan, penjelasan dan pembuktian. Umat manusia ingin menguasai alam tetapi menurut Bacon, keinginan itu tidak tercapai sampai pada zamannya hidup, hal ini karena ilmu-imu pengetahuan berdaya guna dalam mencapai hasilnya, sementara logika tidak dapat digunakan untuk mendirikan dan membangun ilmu pengetahuan. Bahkan, Bacon menganggap logika lebih cocok untuk melestarikan kesalahan dan kesesatan yang ada ketimbang mengejar menentukan kebenaran. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuannya, diantaranya adalah : 1. Metode Induktif Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil observasi dalam suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilrnu empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif bila bertolak dari pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan ¬pernyataan universal. David Hume (1711-1716 M), telah membangkitkan pertanyaan mengenai induksi yang membingungkan para filosof dari zamannya sampai sekarang. Menurut Hume, penyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapapun besar jumlahnya, secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas. 2. Metode Deduktif Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data¬-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada juga pengujian teori dengan jalan rnenerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut. Popper tidak pernah menganggap bahwa kita dapat membuktikan kebenaran-kebenaran teori dari kebenaran pernyataan-pernyataan yang bersifat tunggal. Tidak pernah ia menganggap bahwa berkat kesimpulan-kesimpulan yang telah diverifikasi, teori-teori dapat dikukuhkan sebagai benar atau bahkan mungkin hanya benar, contoh: jika penawaran besar, harga akan turun. Karena penawaran beras besar, maka harga beras akan turun. 3. Metode Positivisme Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857 M). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui yang faktual yang positif. Dia mengeyampingkan segala uraian persoalan di luar yang ada sebagai fakta oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja. Menurut comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yakni: teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan, bahwa di balik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus. Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala. Tahap positif adalah usaha untuk mencapai pengenalan yang mutlak baik pengetahuan teologis maupun metafisik. 4. Metode Kontemplatif Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda seharusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Imam Al-Ghazali dalam tasaufnya disebut ma’rifah yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan, melalui pencerahan dan penyinaran. Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi atau ma’rifah yang disinarkan oleh Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling besar. 5. Metode Dialektis Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam dan metode peraturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangannya. C. AKSIOLOGI a. Pengertian Aksiologi Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula.Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.Pembahasan aksiologi, atau dengan perkataan lain, menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.Dan dewasa ini ilmu bahkan sudah di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. Salah satu cabang Aksiologi yang banyak membahas masalah nilai baik atau buruk adalah bidang etika. Etika mengandung tiga pengertian: 1. Kata etika bisa di pakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalm mengatur tingkah lakunya. 2. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. 3. Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. b. Penilaian Dalam Aksiologi Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. A.SARANA BERFIKIR ILMIAH Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Sarana berfikir ilmiah ini,dalam proses pendidikan kita merupakan bidang studi tersendiri.Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal: 1. Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang di dapatkan berdasarkan metode ilmiah. 2. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Jadi sarana berfikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sarana berpikir ilmiah adalah alat berpikir dalam membantu metode ilmiah sehingga memungkinkan penelitian dapat dilakukan secara baik dan benar. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses ilmiah. Menurut Jujun, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir induktif dan berpikir deduktif. Untuk itu, maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam bepikir deduktif ini, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif. Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari pada satu. Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan”. Dalam kesempatan kali ini penulis hanya akan membahas tiga sarana berpikir ilmiah saja yakni bahasa, matematika dan statistika. B. BAHASA 1. Pengertian bahasa Bahasa sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah memegang peran yang penting mengingat bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam peranannya sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lain. Sebagai peranannya sebagai sarana berpikir, bahasa digunakan dalam proses berpikir itu sendiri dan untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang didapat kepada pihak lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian bahasa antara lain: 1. Sistem lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat ucap) yang dipakai untuk melahirkan perasaan dan pikiran. 2. Perkataan-perkataan yang dipakai suatu bangsa. 3. Percakapan ( perkataan yang baik, sopan santun, tingkah laku yang baik). Dapat dikatakan bahwa bahasa adalah serangkaian bunyi yang bermakna. Dalam hal ini, bunyi yang dimaksud adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang kemudian dirangkai untuk menjadi simbol hasil transformasi dari objek yang faktual. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya (homo sapiens) melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa (animal symbolicum), sebab dalam kegiatan berpikirnya manusia menggunakan symbol.Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berfikir sistematis dan teratur tidak mungkin dapat di lakukan. Sebagian orang mendefinisikan bahasa sebagai berikut: 1. Satu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan. 2. . Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain 3. Satu kesatuan sistem makna 4. Satu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna. 5. Satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh :- Perkataan, kalimat, dan lain lain.) 6. Satu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik. Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik, atau pakar bahasa. Bahasa memungkinkan manusia untuk berpikir secara abstrak dimana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol yang bersifat abstrak. Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Perbendaharaan kata atau simbol abstrak dari suatu objek faktual merupakan hasil kesepakatan masyarakat pemakai bahasa. Misalnya masyarakat pengguna bahasa Indonesia sepakat bahwa tempat tinggal seseorang disimbolkan rumah. Sedangkan Masyarakat pengguna bahasa inggris sepakat untuk objek yang sama menyebutnya dengan simbol house. Banyak ahli bahasa yang telah memberikan uriannya tentang pengertian bahasa. Sudah barang tentu setiap ahli berbeda-beda cara menyampaikannya. Bloch dan Trager mengatakan bahwa a languange is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates (bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok social sebagai alat untuk berkomunikasi). Hal senada juga disampaikan oleh Joseph Broam mengatakan bahwa a languange is a structured system of arbitraty vocal symbols by mean of wich members of social grup interact (bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain). Transformasi obyek faktual menjadi simbol abstrak terwujud dalam bentuk perbendaharaan kata yang dirangkai dan diatur oleh tata bahasa tertentu yang kemudian digunakan untuk mengemukakan jalan pikiran atau ekspresi perasaan. Mengemukakan jalan pikiran merupakan aspek informatif dari bahasa sedangkan mengungkapan perasaan merupakan aspek emotif dari bahasa. Menurut Kneller (Jujun:2003) mengungkapkan bahwa bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik. Bahasa memungkinkan manusia memikirkan sesuatu meskipun objek tersebut tidak berada didekat kita. Misalnya, pada saat istirahat makan siang, seorang karyawan memikirkan laporan yang akan disampaikan pada atasannya. Hal ini membuat bahasa memungkinkan manusia untuk memikirkan suatu masalah terus menerus. Jujun menyatakan bahwa melalui bahasa manusia hidup di dunia nyata yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Perbendaharaan kata yang dimiliki seorang manusia merupakan hasil akumulasi dari pengalaman dan pemikiran manusia itu sendiri. Dengan Perbendaharaan kata yang dimiliki, manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Sejalan dengan semakin maju dan berkembangnya manusia , maka semakin berkembang pulalah bahasa. Bahkan, di setiap komunitas tertentu banyak yang memiliki kosakata yang khas dalam bidang masing-masing , misalnya kosakata yang dimiliki oleh para dokter, para guru, atau bahkan profesi copet. Manusia selalu mencoba memberi simbol pada semua gejala fisik yang dialami. Menurut Kneller, bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai tiga fungsi yaitu simbolik, emotif, dan efektif, yaitu: Dalam kamunikasi ilmiah seharusnya terbebas dari unsur-unsur emotif (bersifat antiseptik), agar pesan yang disampaikan diterima secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang disampaikan. oleh sebab itu proses komunikasi ilmiah harus bersifat jelas yakni makna yang terkandung dalam kata-kata yang dipergunakan diungkapkan secara tersurat (ekspilisit) sehingga tercegah dari makna yang lain, selain itu mengemukakan pendapat dan jalan pikiran juga harus jelas. Seorang ilmuwan sangat dituntut untuk menguasai bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah. Hal ini diperlihatkan dengan kemampuannya menyampaikan gagasan, konsep atau informasi melalui tata bahasa yang baik dan kosakata yang tepat. Dalam menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah harus dihindari kecenderungan yang bersifat emosional. Selain itu, seorang ilmuwan juga harus memperhatikan format-format penulisan karya ilmiah seperti penulisan catatan kaki atau daftar pustaka. Bila semua telah dikuasai, maka seorang ilmuwan akan mampu untuk berkomunikasi dengan baik. Beberapa Kekurangan Bahasa Menurut Jujun ada tiga gejala yang dalam keadaan tertentu menjadi kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi: 1. Bahasa memiliki multifungsi yaitu emotif, afektif, dan simbolik.Dalam komunikasi ilmiah biasanya hanya menggunakan aspek simbolik saja.Pada kenyataanya hal ini tidak mungkin,bahasa verbal mau tidak mau harus mengandung ketiga unsur yang bersifat emotif,afektif,dan simbolik.Inilah salah satu kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah,yang dikatakan oleh kemedy,sebagai kecenderungan emocional. 2. Terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa.Sebagai contohnya terjadi ketika penulis akan memberi definisi atau batasan dari sebuah kata/simbol tertentu. Hal ini terjadi karena batasan arti sebuah kata/simbol tersebut tidak jelas dan tidak pasti. Misalnya saat kita berusaha memberi arti dari istilah motivasi, sulit sekali untuk memberi gambaran, batasan atau arti yang jelas tentang kata tersebut. Hal ini terlihat dengan banyak sumber ahli yang memberikan definisi motivasi dengan redaksi yang berbeda. 3. Bahasa sering bersifat berputar-putar (sirkular)dalam mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi. 2. Fungsi Bahasa Para pakar telah berselisih pendapat dalam hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat. Secara umum dikatakan bahwa fungsi bahasa adalah: a. Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat. b. Penetapan pemikiran dan pengungkapan c. Penyampaian pikiran dan perasaan d. Penyenangan jiwa e. Pengurangan kegoncangan jiwa. Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya. 2. Fungsi Regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku. 3. Fungsi Interaksional: seseorang menggunakan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain. 4. Fungsi Personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran. 5. Fungsi Heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya. 6. Fungsi Imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata). 7. Fungsi Representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain. 3. Bahasa sebagai sarana berfikir alamiyah Untuk dapat berfikir alamiyah, seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujuan yang kan digapai akan terwujud. Berbicara masalah sarana ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu, pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapat berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berfikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berfikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran tersebut kepada orang lain baik fikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. 4. Bahasa Ilmiah dan bahasa Agama Bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, berbeda dengan bahasa agama. Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah kalam illahi yang terabadikan kedalam kitab suci. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok sosial. Dengan kata lain, bahasa agama dalam konteks kedua ini merupakan wacana keagamaan yang dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci. Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah selalu dituntut secara deskriptif sehingga memungkinkan pembaca (orang lain) untuk ikut menafsirkan dan mengembangkan lebih lanjut. Sedangkan bahasa agama selain menggunakan gaya deskriptif juga menggunakan gaya preskriptif, yakni struktur makna yang dikandung selalu bersifat imperatif dan persuasif dimana pengarang sebagaimana terformulasikan dalam teks. Dengan kata lain gaya bahasa agama cenderung memerintah. C.MATEMATIKA 1. Pengertian Matematika Pada abad ke-20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik matematika ini sangat sederhana hanya untuk menghitung satu, dua, tiga, maupun yang sangat rumit, misalnya perhitungan antariksa. Kata “matematika” berasal dari kata máthema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga mathematikós yang diartikan sebagai “suka belajar”. Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan. Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri, econometri, dan seterusnya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Dalam pandangan formalis, matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; ada pula pandangan lain, misalnya yang dibahas dalam filosofi matematika. Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berfikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berfikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berfikir deduktif dan berfikir induktif. Dengan demikian, penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada proses logika induktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peran penting dalam berfikir induktif. Kembali ke uraian sebelumnya bahwa matematika sebagai sarana berpikir ilmiah yang menggunakan pola penalaran deduktif. Sarana berpikir ilmiah ini dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti mempelajari berbagai cabang ilmu. 2.Matematika Sebagai Bahasa Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Alfred North Whitehead mengatakan bahwa “x itu sama sekali tidak berarti” Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini, kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika merupakan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat. 3. Matematika sebagai sarana Deduktif Matematika merupakan ilmu deduktif, nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat didalam ilmu-ilmu empiric, melainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran). Dewasa ini pendirian yang paling banyak dianut orang bahwa deduksi adalah penalaran yang sesuai dengan hukum-hukum serta aturan-aturan logika formal, dalam hal ini orang menganggap tidaklah mungkin titik tolak yang benar mmenghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak benar. Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam logika” (Ludwig Wittgenstein), namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita. 4. Matematika untuk ilmu Ilmu Alam dan Ilmu Sosial Matematika merupakan salah satu puncak gemilang intlektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses, dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan berbagai macam ilmu pengetahuan. Penghitungan matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis memberikan insfirasi kepada pemikiran di bidang sosial dan ekonomi bahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna kepada kegiatan arsitektur dan seni lukis. 5. Perkembangan Matematika Dari segi perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu: a. Tahap sistematika,yaitu: ilmu yang mulai menggolong-golongkan obyek empiris kedalam kategori tertentu. b. Tahap komparatif,yaitu: . Komparatif ini mulai melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain,selanjutnya kita mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara berbagai obyek yang dicari. c. Tahap kuantitatif,yaitu: tahap mencari hubungan sebab akibat yang didasarkan pada pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang kita selidiki. Dalam hal ini bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama namun dalam tahap yang ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika. Griffis dan Howson(1974) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi 4 tahap,yaitu : a. Tahap pertama berkembang pada peradaban Mesir Kuno yang digunakan untuk perdagangan,pertanian,bangunan dan usaha mengontrol alam seperti banjir b. Tahap kedua berkembang pada peradaban Babylonia dan Mesopotamia yang mengembangkan kegunaan praktis dari matematika. c. Tahap ketiga berkembang pada peradaban Yunani yang melatakkan dasar matematika sebagai cara berfikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi tertentu. Euclid 300SM mengumpulkan semua pengetahuan ilmu ukur dalam bukunya Elements dengan penyajian secara sistematis dari berbagai postulat,definisi, dan teorema. Orang Yunani sangat memperhatikan Ilmu ukur yang tercermin dalam buku Euclid dimana pada tahun 1000 bangsa Arab,India,dan China mengembangkan ilmu aljabar. d. Zaman Renaissance,Renaissance ialah:zaman peralihan kebudayaan ketika abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Salah satunya meletakkan dasar bagi kemajuan matematika modern selanjtnya. Ditemukanlah kalkulus diferensial yang memungkinkan kemajuan yang cepat diabad 17 dan evolusi abad 1. 6. Beberapa Aliran Dalam Filsafat Matematika Immanuel kant (1724-1804 M) berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuana yang bersifat sintetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari panca indera, aliran yang disebut logistic berpendapat bahwa matematika merupakan cara berfikir yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Filsafat Kant mandapat momentum baru adalah aliran yang disebut intuisionis. David Hilbert (1862-1943 M) yang terkenal dengan sebutan kaum formalis. Tesis utama kaum logistic adalah bahwa matematika murni merupakan cabang dari logika. Tesis ini mula-mula dikembangkan oleh Cottlob frege (1848-1925 M) yang menyatakan bahwa hukum bilangan (the law of number) dapat direduksikan ke dalam proposisi-proposisi logika. Kaum logistic menggunakan sistem symbol yang diperkembangkan oleh kaum formalis dalam kegiataan analisisnya. Kaum dalam mempelajari matematika dalam prespektif kebudayaan suatu masyarakat tertentu yang memungkinkan diperkembangkannya filsafat pendidikan matematika yang sesuai. 7. Matematika Dan Peradaban Matematika dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Sekitar 3500 tahun S.M bangsa mesir kuno telah mempunyai symbol yang melambangkan angka-angka.Matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia. Angka tidak bertujuan untuk menggantikan kata-kata : pengukuran sekedar unsur dalam menjelaskan persoalan yang menjadi pokok analisis utama. Teknik matematika yang tinggi bukan merupakan penghalang untuk mengkomunikasikan pernyataan yang dikandungnya dalam kalimat-kalimat yang sederhana. Di lingkungan masyarakat pun secara tidak langsung orang sudah menggunakan matematika. Seperti ketika orang menghitung penghasilan, hasil panen, jumlah belanja, luas tanah, luas rumah, ongkos, hak waris, dan masih banyak yang lainnya. Jelas bahwa matematika sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam dunia pendidikan, apabila ada siswa yang mengatakan ingin menghindari matematika sebenarnya itu tidak dapat dilakukan. Karena mau tidak mau matematika digunakan dalam aktivitas sehari-harinya. Kini, ilmu matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. ilmu matematika juga dimanfaatkan dalam bidang industri, ekonomi, kesehatan, sosial dan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan hingga bidang politik, dan masih banyak digunakan pada bidang-bidang kehidupan yang lainnya. Bahkan dapat dikatakan tak ada satu bidang kehidupan pun yang tidak menerapkan dan memanfaatkan ilmu matematika. D.STATISTIKA 1. Pengertian Statistik Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara. Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data. Secara etimologi, kata “statitik” berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara”. Namun pada perkembangannya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja. Istilah 'statistika' (bahasa Inggris: statistics) berbeda dengan 'statistik' (statistic). Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data. Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data; ini dinamakan statistika deskriptif.. Beberapa istilah statistika antara lain: populasi, sampel, unit sampel, dan probabilitas. Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam (misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial (termasuk sosiologi dan psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri. Statistika juga digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk merupakan salah satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang popular adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan sebelum pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau quick count. 2. Sejarah Awal Statistika Sekitar tahun 1675 seorang ahli matematika amatir bernama Chavalier de Mere mengajukan sebuah permasalahan mengenai mengenai judi kepada seorang jenius matematika bernama Prancais Blaise Pascal. Pascal tertarik dengan permasalahan ini, dan kemudian mengadakan korespondensi dengan seorang ahli matematika Prancis lainnya yaitu Pierre de Fermat (1601 – 1665 M) dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang. Abraham Demoitre (1667-1754 M) mengembangkan teori galat atau kekeliruan (theory of error). Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat sesuatu distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre Simon de Laplace (1749-1827 M) mengembangkan konsep demoivre dan simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal sebuah konsep mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika disampng teori peluang. Distribusi yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton (1822-1911 M) dan Karl Pearson (1857-1936 M). Peluang merupakan dasar dari teori statistika, sebagai konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Erop[a dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan oleh sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. 3. Statistika dan cara berfikir induktif Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan menggunakan pancaindera maupun dengan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam meode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengujian mengharuskan untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkanlogika induktif. Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya derbeda dengan penarikan kesimpulansecara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah benar. Sedangkan, penalaran induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelahaan kelimuan. 4. Karakteristik Berfikir Induktif Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannnya statistika dapat dibedakan menjadi statistika teoritis dan statistika terapan. Statistika teoritis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika, dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi, penarikan dan peluang. Statistika terapan merupakan penggunaan statistika teoretis yang disesuaikan dengan bidang tempat penerapannya. Berpikir logis secara deduktif seringkali dikacaukan dengan berfikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di Negara kita. Untuk mempercepat perkembangan ilmu di Negara kita maka penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. 5. Peranan statistik dalam tahap-tahap metode keilmuan Statistika bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode, sebenarnya tak lebih dari apa yang dilakukan seseorang dalam mempergunakan pikirannya, tanpa ada sesuatu pun yang membatasinya. Adapunlangkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam kegiatan keilmuan yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Observasi. Ilmuan melakukan observasi mengenai apa yang terjadi, mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang diselidikinya. b. Hipotesis. Untuk menerangkan fakta yang diobservas, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam sebuah hipotesis, atau teori, yang menggambarkan sebuah pola yang menurut anggapan ditemukan dalam data tersebut. c. Ramalan. Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi, jika teori yang ditemukan itu memenuhi syarat deduksi akan merupakan sesuatu pengetahuan baru, yang belum diketahui sebelumnya secara emperis, tetapi di deduksikan dengan teori. d. Pengujian kebenaran.Ilmuan lalu mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori. 6. Perkembangan Ilmu Statistika Beberapa perkembangan ilmu statistik yang saya bagi dalam tiga tahap yaitu tahap I (awal), tahap II (pengembangan), dan tahap III (sekarang), yakni: a. Tahap awal: 1. Braham Demoivre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan (theory of error). 2. Tahun 1757, Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut (continues distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang banyak. 3. Pierre Simon de Lacplace (1749-1827) mengembangkan konsep demoire dan Simpson ini lebih lanjut, dan menemukan distribusi normal. 4. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal kemudian ditemukan oleh Francis Galton (1822-1911) dan Karl Pearson (1857-1936). 5. Karl Friedrich Gauss (1777-1855) kemudian mengembangkan teknik kuadrat terkecil (least square) simpangan baku, galat baku untuk rata-rata (the standard error of mean). b. Tahap kedua: 1. Pearson (1857-1936) melanjutkan konsep-kosnep Galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi, distribusi chi square dan analisis statistika kualitatif. 2. Charles Spearman (1863-1945) murid dari Galton dan Leipzig mengembangkan konsep one factor model, yang selanjutnya beliau dijuluki sebagai “the father of factor analysis”. 3. Godfrey Thompson (1881-1955), Cyril Burt (1883-1971), Raymond Cattell (1905-1998), dan Karl Holzinger (1892-1954) memberi kontribusi pada perluasan konsep analisis faktor dari Spearman. 4. Harold Hotelling (1895-1955) memperluas konsep one faktor model dari Spearman menjadi multiple factor model. 5. Louis Guttman (1916-1987) mengembangkan Skala yang dikenal dengan skala Guttman dan banyak memberikan kontribusi pada analisis faktor. 6. Ronald Alylmer Fisher (1890-1962) mengembangkan desain eksperimen, disamping analisis varian dan kovarian, distribusi z, t, uji signifikansi dan teori tentang perkiraan (theory of estimation) 7. Rensis Likert (1932) mengembangkan Skala yang kemudian dikenal dengan skala Likert. c. Sekarang: 1. Andrey Kolmogorov (1903 – 1987) dan Smirnov (1900-1966) yang hasil karyanya sekarang dikenal dengan kolmogorov smirnov test. 2. Neyman, J (1938) yang berkontribusi dengan “Theory Of Sampling Human Populations”. 3. Hansen, M. H., and Hurwitz, W. N (1950) pada “Theory Of Sampling From Finite Populations” 4. Cochran, W. G. (1953-1963) dan Taro Yamane (1967) yang mengembangkan Sampling Techniques. 5. Joreskog (1973), Kessling (1973), dan Wiley (1973) membentuk kesatuan model yang dikenal dengngan persamaan struktural. Joreskog sendiri memberikan kontribusi pada metode maximum likehood dan para pakar lainnya yang banyak berkontribusi dalam pengembangan ilmu statistik modern. E. LOGIKA Logika adalah sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berfikir logis adalah berfikir sesuai dengan aturan-aturan berfikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Berfikir itu tidak hanya secara de facto tapi juga secara de jure, berarti berfikir itu tidak dapat dijalankan semau-maunya. 1. Aturan cara berfikir yang benar Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk berfikir baik, yakni berfikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertenti seperti: a. Mencintai kebenaran b. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda kerjakan c. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda katakan d. Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klassifikasi) yang semestinya. e. Cintailah defenisi yang tepat f. Kertahuilah (dengan sadar) mengapa anda menyimpulkan begini atau begitu g. Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran). 2. Klassifikasi Sebuah konsep klassifikasi seperti “panas” dan “dingin”, hanyalah menempatkan objek tertentu dalam sebuah kelas. Pertimbangan yang berdasarkan klassifikasi tentu saja lebih baik daripada tak ada pertimbangan sama sekali. Contahnya ada tiga puluh lima orang sedang melamar suatu pekerjaan yang membutuhkan kemampuan tertentu, dan perusahaan akan menerima pegawai tersebut mempunyai seorang psikolg yang harus menetapkan cara-cara pelamar dalam memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Pertimbangan yang dilakukan berdasarkan klassifikasi tentu saja lebih baik daripada tidak ada pertimbangan. Para ahli psikologi mengembangkan suatu metode perbandingan yang mampu menempatkan ketiga puluh lima orang tersebut dalam suatu urutan berdasarkan kemampuannya masing-masing, kita kan lebih mengetahui secara lebih banyak lagi tentang mereka dibandingkan dengan pengetahuan yang berdasarkan klassifikasi kuat, lemah dan sedang. Kita tidak boleh mengecilkan kegunaan konsep klassifikasi terutama pada bidang-bidang dimana metode keilmuan dan metode kuantitatif belum berkembang. Sekarang ini para psikologi telah mempergunakan metode kuantitatif secara lebih sering, namun masih terdapat daerah-daerah dalam psikolog di mana konsep perbandingan yang bisa diterapkan. 3. Aturan defenisi Defenisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk memindahkannya kepada orang lain. Dengan kata lain, menjelaskan materi yang memungkinkan cendikiawan untuk membahas tentang hakikatnya. Defenisi mempunyai peranan penting dalam pembahasan yang berkaitan dengan penjelasan tashawwurat dan pembatasan makna lapadz mufradah, dan di segi lain terkait dengan membahas tashdiqat dan lapadz murakkaba. Sedangkan pengertian defenisi secara terminologi adalah sesuatu yang menguraikan makna lapadz kulli yang menjelaskan karakteristik khusus pada diri individu. Penulis memberi pengertian defenisi sebagai pengurai makna lapadz kulli karena lapadz juz’i tidak mempunyai pengertian terminologi dengan adanya perubahan karakteristik yang konsisten menyertainya. TANTANGAN DAN MASA DEPAN ILMU A. Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan Kemajuan ilmu dan tekhnologi yang semula bertujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi kenyataannya teknologi telah menimbulkan keresahan, dan ketakutan baru bagi kehidupan manusia. Kemajuan ilmu dan teknologi, yang semula untuk memudahkan urusan manusia, ketika urusan itu semakin mudah, maka muncul “kesepian” dan “keterasingan baru” yakni lunturnya rasa solidaritas, kebersamaan dan silaturahim. DAFTAR PUSTAKA Amin, Miska Muhammad, Epistemologi Islam, Jakarta : Ul Press, 1983. Awadhallah Jad Hijazi, Al-Mursyid al- Salim fi al-Mantiq al-Hadis wa al-Qadim, Kairo: Dar al- Atrak bi Azhar, 1998. Bagus, Loren, Kamus Filsafat, cet. I, Jakarta: Gramedia, 1996. Bakar, Osman, Hierarki Ilmu, Membangun Rangka-Pikir Islamisasi ilmu, cet. III, Bandung: Mizan, 1998 Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2005. Bernard Bloch and George L. Trager, Out Line of Linguistic Analysis, Baltimore: Linguistic Socicty of Amerika, 1942 Beerling, Pengantar Filsafat Ilmu, cet. II, Ttp: Tiara Wacana, 1998 Edward, Paul, The Encyclopedia of Philosophy, vo. 3, New York: Macnillan Publishing, 1972 Fathi Ali Yunus, et. Al., Asasiyat Ta’lim al-Lugah al-Arabiyyah wa al-Tarbiyah al-Diniyah, Kairo: Dar el-Tsaqafah, 1981 Joseph Broam, Languange and Society, Garden City: Doubleday and Company Inc, 1995 Kattsoff, O. Louis, Element of Philosophy, Terj. Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, cet. VII, Yokyakarta: Tiara Wacana, 1996 Gazalba, Sidi, Sistematik Filsafat, cet.I, Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Gie, The Liang, Pekerjaan Umum, Keinsinyuran, dan Administrasi Pemerintahan, Yogyakarta: Karya Kencana, 1977. Nasution, Harun, Falsafah Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1982 Poespropojo W, Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dalam Ilmu, Bandung: Pustaka Grafika, 1999 Rasjidi (ED). H.M., Filsafat Agama, cet. IX, Jakarta: Bulan Bintang, 1994. Rushdi Ahmad Thaimah, Ta’lim al-Arabiyyah Li Ghairi al- Nathiqina Biha Manahijuu wa Asalibuhu, Rabath: Isesco, 1989. Salam Burhanuddi, Logika Materil: Filsafat Ilmu Pengetahuan, cet. I, Jakarta: Rineka Cipta, 1997. , Pengantar Filsafat, cet. 4, Jakarta: Bumi Aksara, 2000. Suriasumantri Jujun S., Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: PT. Gramedia, 1981 , Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer , cet. Ke-II, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm. 40. _______, Ilmu dalam Persfektif, cet. 15, Jakarta: Yayasan Obor, 2001 Sunarto, Pemikiran Tentang Kefilsafatan Indonesia, Yokyakarta: Andi Offset, 1983 Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum; Akal dan Hati; Thales sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990 _______, Tim Dosen Filsafat Umum, Filsafat Umum, Yokyakarta: Liberty, 1996 http:// www. filsafat manusia dan filog/makalah-filsafat-ilmu-tentang-teori.html http://ayu, dkk.2013/09/12/makalah-ilmu-tentang-pengetahuan-dan-ukuran-kebenaran.com