RUNNING TEXT

Minggu, 26 Februari 2017

Lampiran : Daftar Nama Mahasiswa Dan Lokasi Peserta PKL STAI Bahriyatul ‘Ulum KH. Zainul Arifin Pandan Tahun Akademik 2016/2017 NO NAMA MAHASISWA TEMPAT PKL DOSEN PEMBIMBING KET 1 Nursaidah Panjaitan Desi Aulia SMA N 1 Sibolga Ridawarni Pasaribu, S.Pd., M.Pd 2 Elya Maharani Siregar Halimatussakdiyah SMA N 2 Sibolga Radima Napitupulu, S.Pd., M.Pd 3 Ayu Atikah Pasaribu Siti Anjani Hasugian SMA N 3 Sibolga Ali Sutan Lubis, S.Pd., MM 4 Siti Aisah Piliang Melisari SMK N 1 Sibolga Ahmad Faisal Siregar, S.Pd., M.MPd 5 Widana Lubis Alexander Zulkarnaen MAN Sibolga Syamsuddahri Pulungan, SE., MM 6 Fitrah Sinaga Mirna Dewi Harahap MAS Darur Rahmad Sibolga Irwandi Sihombing, S.Ag., S.Pd.I., MA 7 Parti Br. Hombing SMA N 1 Kolang Ahmad Faisal Siregar, S.Pd., M.MPd 8 Nuraisah Batubara Nuridayani SMK N 1 Badiri Eddy Saputra Damanik, S.Ag., MM 9 Mhd. Ridwan Sururi Siti Sahara Situmorang SMA N 1 Pinangsori Mhd. Syahdan Lubis, S.Ag., MA 10 Mhd. Amin Tanjung Masri Simanjuntak SMK N 1 Lumut Drs. H. Zulbahri, MA 11 Riska Mardiah Ahmad Taklim Nasution Man Pandan Setyo Lelono, S.Pd., M.Pd., Kons 12 Riski Auliyah Marnita Sipahutar SMA N 1 Tukka Dahrul Efendi Sitompul, S.Pd 13 Maslinar Lase Ita Asmur Henni Pgbn SMA N 2 Tukka Samrul Bahri Hutabarat, S.Ag., MA Pesrta : Laki-Laki : 5 Orang Perempuan : 20 Orang Jumlah : 25 Orang KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAHRIYATUL ‘ULUM KH. ZAINUL ARIFIN PANDAN Drs. H. ALPIAN HUTAURUK, M.Pd   LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAHRIYATUL ‘ULUM KH. ZAINUL ARIFIN PANDAN NOMOR : /STAI-BU/I/2017 TENTANG PENGANGKATAN DOSEN PEMBIMBING PRAKTEK KEPENDIDIKAN LAPANGAN MAHASISWA STAI BAHRIYATUL ‘ULUM KH. ZAINUL ARIFIN PANDAN TAHUN AKADEMIK 2016/2017 NO DOSEN PEMBIMBING LOKASI PKL NAMA MAHASISWA KET 1 Ridawarni Pasaribu, S.Pd., M.Pd SMA N 1 Sibolga Nursaidah Panjaitan Desi Aulia 2 Radima Napitupulu, S.Pd., M.Pd SMA N 2 Sibolga Elya Maharani Siregar Halimatussakdiyah 3 Ali Sutan Lubis, S.Pd., MM SMA N 3 Sibolga Ayu Atikah Pasaribu Siti Anjani Hasugian 4 Ahmad Faisal Siregar, S.Pd., M.MPd SMK N 1 Sibolga Siti Aisah Piliang Melisari 5 Syamsuddahri Pulungan, SE., MM MAN Sibolga Widana Lubis Alexander Zulkarnaen 6 Irwandi Sihombing, S.Ag., S.Pd.I., MA MAS Darur Rahmad Sibolga Fitrah Sinaga Mirna Dewi Harahap 7 Ahmad Faisal Siregar, S.Pd., M.MPd SMA N 1 Kolang Parti Br. Hombing 8 Eddy Saputra Damanik, S.Ag., MM SMK N 1 Badiri Nuraisah Batubara Nuridayani 9 Mhd. Syahdan Lubis, S.Ag., MA SMA N 1 Pinangsori Mhd. Ridwan Sururi Siti Sahara Situmorang 10 Drs. H. Zulbahri Lubis, MA SMK N 1 Lumut Mhd. Amin Tanjung Masri Simanjuntak 11 Setyo Lelono, S.Pd., M.Pd., Kons Man Pandan Riska Mardiah Ahmad Taklim Nasution 12 Dahrul Efendi Sitompul, S.Pd SMA N 1 Tukka Riski Auliyah Marnita Sipahutar 13 Samrul Bahri Lubis, S.Ag., MA SMA N 2 Tukka Martina Situmeang Ita Asmur Henni Pgbn Pesrta : Laki-Laki : 15 Orang Perempuan : 20 Orang Jumlah : 25 Orang Pandan, 11 Januari 2017 KETUA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAHRIYATUL ‘ULUM KH. ZAINUL ARIFIN PANDAN Drs. H. ALPIAN HUTAURUK, M.Pd Tembusan Yth : 1. Koordinator KOPERTASI Wilayah IX Sumatera Utara di Medan 2. Masing-masing yang bersangkutan
عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yg menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yg ma´ruf & mencegah dari yg munkar; merekalah orang-orang yg beruntung. *Dakwah Nabi? Billisan, bilkitaba, bilhal *Dakwah Umat? Billisan, bilkitaba, bilhal *APA ITU FEATURE? Sebenarnya sulit sekali membuat definisi, apa itu feature. Boleh jadi orang baru memahami apa itu feature setelah berhasil membuat tulisan yang disebut feature. Rumit memang. Namun ada juga jurnalis yang mencoba membuat batasan. Feature, menurutnya, adalah salah satu teknik penulisan berita jurnalistik, untuk mengungkapkan secara panjang lebar dan mendalam, suatu realitas sosial yang dijumpai di tengah masyarakat. Berdasarkan batasan itu, di kalangan jurnalis Indonesia, feature disebut juga berita kisah atau berita bertutur. Feature adalah suatu cara atau gaya penulisan sebuah berita yang ciri khasnya adalah menggunakan bahasa sederhana, dengan alur cerita yang mengalir, ringan, sehingga enak untuk dibaca. *Macam-Macam Feature: 1.Feature yang bersifat human intrest 2.Feature menyangkut fakta sejarah 3.Feature mengisahkan tentang perjalanan 4. Feature menampilkan tokoh di bidang kehidupan tertentu. 5.Feature menjelaskn tentang keahlian tertentu. *Apa Perlunya Dai Belajar Feature? TEHNIK PENULISAN 1 Judul harus menarik, singkat, dan jelas. 2 Piramit biasa. 3 Isi harus diskripsi dan narasi. 4. Penutup. Dalam sebuah berita, pengaturan fakta menjadi bagian yang utama. Berbeda dengan penulisan feature yang menggunakan teknik “berkisah”, karena seorang penulis feature pada dasarnya adalah seorang yang pandai berkisah. Sebagian besar penulisan feature masih menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena teknik tersebut masih sangat efektif jika digunakan untuk berkomunikasi walalupun penulis harus ‘sedikit’ menerobos aturan jika ada aturan yang mengurangi atau menghalangi kelincahan tulisan. Elemen terpenting dalam penulisan feature adalah: Deskripsi dan Narasi. Karena pada umumnya seseorang akan terkesan dengan tulisan yang mampu melukiskan isi cerita dengan gambaran yang kuat agar masuk kedalam otak pembaca, dan mungkin karena teknik itu pula yang membuat kita menjadi mengingat deskripsi cerita dalam waktu yang sangat lama, bahkan bertahun-tahun. Lalu, bagaimana membuat deskripsi yang kuat dan hidup? Kita dapat mengubah pernyataan yang terasa kering dan kabur menjadi sebuah paragraf yang berisi ilustrasi memukau. Contohnya: “Kota ini sangat indah” Pernyataan tersebut dapat kita ubah menjadi sebuah paragraph hidup dengan menggambarkannya/ showing menjadi seperti ini: Dapat kurasakan sejuknya udara kota yang terletak tak jauh dari ibu kota ini. Seketika kupandangi mereka yang sedang berlalu-lalang menjalani kegiatan sehari-hari. Tak pernah kulihat masyarakat yang saling bertegur sapa dengan ramah atau saling tersenyum di kotaku berada. Belum lagi gunung tinggi yang menjulang itu membuat seolah ada latar dibelakang kegiatan mereka, sungguh indah. Hamparan panjang sungai kecil pun menambah sejuk pengelihatanku. Entahlah, apa ini pantas disebut kota? Atau haruskah aku menyebutnya desa? Dengan menggunakan konsep Show-Not-Tell ini maka paragraph yang terbentuk akan mengalir secara alami, kuat, dan hidup sehingga deskripsi ceritanya akan mudah dikenangoleh pembaca. Lead Pasti kita semua sudah mengetahui unsur dasar penulisan berita dengan teknik piramida terbalik, yaitu 5W+1H (what, who, why, when, where, dan how). Bagi penulisan untuk koran, susunan ini (piramida terbalik) adalah merupakan hal yang penting, karena jika saat harus memotong tulisan karena alas an tidak ada tempat, penulis dapat memotong langsung dari bagian belakang tulisan. Namun, feature sendiri tidak selalu tunduk, pada ketentuan seperti itu, karena feature sendiri ditulis dengan teknik lead, isi dan ending/penutup. Lead dan penutup dalam feature adalah bagian yang sama pentingnya. Disana terdapat celetukan menggoda, sindirian dan kesimpulan. Karena itu jika harus ada pemotongan dalam tulisan feature, dalam prosesnya tidak akan semudah memangkas tulisan dengan mengambil bagian akhir seperti pada berita. Walaupun semua bagian dianggap penting, tetap saja lead merupakan yang terpenting diantara yang penting, karena di bagian inilah nasib tulisan ditentukan atau istilah lainnya sebagai pembuka jalan. Jika gagal membuat lead dengan baik, maka sudah dapat dipastikan tulisan kita kehilangan daya pikat. Penulis feature diwajibkan untuk pandai-pandai menggunkan kalimat dan merangkainya. Bahasa harus terjaga rapid an harus tahu bagaimana ‘cara memancing’. Jika ditanya adakah teori dalam pembuatan sebuah lead, maka saya katakan? tidak ada. Semua tergantung pengalaman dan perkembangan yang diterima sang penulis. Batang Tubuh Yang harus diperhatikan pertama kali adalah fokus cerita. Buatlah secara berurutan kronologis yang terjadi menggunakan kalimat-kalimat sederhana dan pendek. Di bagian ini, pendeskripsian dan anekdot hanya sebagai pemanis untuk menghindari rasa jenuh pembaca. Penulis juga harus tahu kapan harus membubuhi detil secara terperinci dan kapan tidak. Ending Jika dalam berita tidak terdapat penutup, berbeda dengan feature yang memiliki empat jenis penutup. Resume Ending, yaitu merangkum kembali bagian cerita yang lepas agar mengacu kembali ke lead (intor awal). Hornet Ending, yaitu memberikan kisah atau simpulan yang tidak terduga-duga sehingga membuat pembaca terkejut. Climax Ending, penutup dengan jenis ini merupakan penutup dengan penyelesaian yang jelas, pasalnya ini karena penyusunan cerita sebelumnya sudah kronologis. Jaman dahulu, ada masanya setiap penulis menulis ending dengan satu kata: “Semoga.” Namun hal itu sekarang menjadi bahan tertawaan. Hal ini cukup memberikan bukti bahwa setiap masa memiliki ke-khasan masing-masing. Ada pula penutup tanpa penyelesaian, teknik ini dapat dijadikan taktik oleh penulis agar pembaca dapat membuat kesimpulan sendiri dengan perenungan sendiri, atau masalah yang sedang dibahas memang menggantung, apakah ada kelanjutannya? We never know. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu Franz Josef Von Hofler Dari Jiwa yang Kosong ke Sufisme Seutas tasbih terlihat berputar-putar di jari cemari tangan seorang lelaki bule itu. Tasbih berwara hitam itu terlihat begitu akrab dengannya. Ketika saya menemuinya , dia langsung mengulurkan tangan dan sambil mengucapkan, salam. Memang terkesan familiar.Dan dia juga menunjukkan dompetnya yang mirip dengan tas yang saya sandang ketika itu. Meski dalam pertemuan singkat, tetapi dia mampu bercerita banyak tentang pengalaman hidup keagamaannya, termasuk tentang kekosongan jiwanya yang pernah dialaminya. Adalah Dr Franz Josef Von Hofler seorang wrga Negara Amerika Serikat yang mengakui seorag penganut sufisme. Hofler yang berasal dari keluarga Khatolik itu ternyata sejak usia 14 tahun sudah mulai membaca berbagai buku keagamaan, baik Hidu, Budha, dan termasuk Islam. “Waktu itu hati saya lagi kosong, dan ingin cari sesuatu untuk mengisi kekosongan hati ,”ucap Hofler. Selain membaca buku-buku keislam, ternyata Hofler juga sebelum menganut Islam telah sering berdiskusi dengan orang-orang Islam yang ada di Amerika Serikat. Buku-buku tentang keIslaman ternyata cukup menggelitik pemikirannya untuk terus mengenal agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Bagi Hofler, Islam ternyata agama yang mampu mengisi kekosongan jiwanya yang memang telah lama kosong. Franz Josef Von Hofler ternyata sudah 20 tahun menjadi penganut Islam. Tepat pada bulan suci Ramadhan, Hofler mengucapkan dua kaimah syahadat di negerinya. Islam ternyata mampu memberikan ketenangan jiwanya yang pernah galau. “Sekarang saya bangga dan bahagia karena dengan zikir,shalat , baca Alquran dan hadist, kekosongan hati menjadi terpenuhi,”ucap Hofler. Sama seperti seorang yang telah terbiasa minum kopi, kalau tidak minum akan merasa linglung. Begitu juga dengan shalat saya,kata hofler yang memperoleh Phd dari Islamic Science, Malaysia itu. Hofler mengakui, ketika shalat seorang diri, maka menemukan sesuatu yang enak, karena bisa bertemu dengan Allah. “Keenakan yang saya rasakan ketika bertemu dengan Allah adalah yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata,”ucap seorang Educational Consultant di University Mecigan. Meski mengaku seoragbrasionalis daam memahamai ajaran Islam, tetapi Hofler juga bisa meneteskan air mata ketik mendengar lagu-lagu keislaman yang dibawakan Sammi Yusuf. “Ketika mendengar lagu Sammi Yusuf, saya jadi teringat Rasul ketika berkalwat di Gua Hira,”begitu kata Hofler sambil membuka lagu itu yang ada di Handphon-nya, lagu yang berjudul Hatinya Kembali ke Allah.(rasyid) Masjid Al Osmani, Tertua di Kota Medan Masjid Al Osmani, Labuhan Deli, Medan (foto : flickr) Dua puluh kilometer sebelah utara kota Medan, propinsi Sumatera Utara, di daerah Labuan, berdiri sebuah masjid tua bersejarah peninggalan kejayaan kesultanan melayu abad ke 19. Masjid bewarna kuning ini bernama Masjid Al Osmani. Karena lokasinya yang berada di daerah Labuan maka sebagian masyarakatpun menyebutnya dengan sebutan Masjid Labuan. Masjid ini adalah masjid tertua di kota Medan. Masjid Al Osmani didominasi warna kuning, warna kebesaran kesultanan melayu. Masjid Osmani bahkan lebih dulu dibangun dibandingkan dengan masjid Raya Al Mahsun di pusat kota medan, Sultan Osman Perkasa Alam, Sultan Deli ke 7 yang pertama kali membangun masjid ini pada tahun 1854. Putra beliau yang kemudian meneruskan tahtanya membangun masjid ini menjadi sebuah bangunan permanen yang masih berdiri kokoh hingga kini. Sejarah Masjid Al Osmani bermula ketika Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, sebutan Kota Medan waktu itu, ke Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli dan membangun Istana kerajaan yang lokasinya [dulu] berada di depan Masjid Al Osmani. Pemindahan itu dilakukan setelah Tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli (Raja Deli III) memecah daerah kekuasaannya menjadi empat bagian untuk empat putranya. Tercatat enam Sultan Deli yang pernah bertahta di Istana Kerajaan Melayu Deli di Labuhan Deli, sejak dari Sultan Deli ke 4 hingga Sultan Deli ke-9. Mereka adalah : [1] Sultan Deli ke-4 Tuanku Panglima Pasutan (berkuasa 1728-1761) [2] Sultan Deli ke-5 Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761-1805) [3] Sultan Deli ke-6 Sultan Amaluddin Perkasa Alam (1805-1850) [4] Sultan Deli ke-7 Sultan Osman Perkasa Alam (1850-1858) [5] Sultan Deli ke-8 Sultan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873) [6] Sultan Deli ke-9 Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924). Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924) merupakan Sultan Deli yang pernah bertahta di dua Istana. Pada masa pemerintahannya, beliau memindahkan kembali ibukota kerajaan ke daerah Padang Datar dengan dibangunnya Istana Maimun pada 26 Agustus 1888 dan selesai 18 Mei 1891. Diikuti pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada 1907 dan selesai pada 10 September 1909. Pemindahan kembali ibukota kerajaan terebut dilakukan setelah Kerajaan Melayu di Labuhan Deli dikuasai Belanda, yaitu ketika kerjaan itu dipimpin oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam [sultan Deli ke-8) terpaksa memberikan sebagian daerahnya menjadi tanah konsesi kepada penjajah Belanda pada 1863 untuk ditanami tembakau Deli. Pada tahun 1854 Sultan Deli ke tujuh, Sultan Osman Perkasa Alam membangun sebuah masjid kerajaan di depan istana Kesultanan Deli di Labuhan Deli. Pembangunan masjid kesultanan dengan menggunakan bahan kayu pilihan. Kemudian pada 1870 hingga 1872 masjid yang terbuat dari bahan kayu itu dibangun permanen oleh putra-nya yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam [Sultan Deli ke-8]. Ketika itu rakyat dan kerajaan Melayu Deli hidup dalam kemakmuran dari hasil menjual rempah-rempah dan tembakau. Rejeki yang berlimpah sebagian digunakan Sultan Mahmud Perkasa Alam, yang berkuasa pada saat itu, untuk menjadikan masjid itu sebagai bagunan megah. Masjid Al Osmani yang dibangun oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam inilah yang kini berdiri kokoh di Labuan Deli. Bila kita menghitung jarak waktu antara perpindahan pusat pemerintahan dari Padang Datar [pusat kota Medan], ke Kampung Alai [Labuhan Deli] di tahun 1728 di masa pemerintahan Tuanku Panglima Pasutan [Sultan Deli ke-4] hingga pendirian Masjid Al Osmani di tahun 1854 pada masa pemerintahan Sultan Osman Perkasa Alam [Sultan Deli ke-7] terpaut waktu sekitar 126 tahun, waktu yang cukup lama bagi sebuah kesultanan berdiri tanpa kehadiran sebuah Masjid. Lalu, dimanakah para Sultan dan kerabatnya serta rakyat Deli menyelenggarakan sholat berjamaah selama 126 tahun sebelum masjid Al Osmani di bangun ?. Sejarah hanya menyebutkan bahwa masjid Al Osmani dibangun oleh Sultan Osman Perkasa Alam [Sultan Deli ke-7] tanpa menyebutkan apakah sebelumnya sudah ada tempat yang difungsikan sebagai masjid atau tidak. Boleh jadi sebelum Sultan Osman membangun masjid ini, sudah ada ruang khusus di Istana kesultanan Deli yang difungsikan sebagai mushola / masjid kerajaan yang digunakan untuk beribadah termasuk penyelenggaraan sholat Jum’at dan dua hari raya. Yang pasti butuh penelitian lebih jauh untuk menjawab pertanyaan sederhana itu. Sebagai Masjid Kesultanan, dahulunya istana Kesultanan Deli pertama yang dibangun di depan masjid ini sehingga sultan cukup berjalan kaki jika ingin ke masjid. Sekarang setelah lebih dari 150 tahun berlalu istana itu sudah rata dengan tanah, berganti bangunan sekolah dasar. Ketika pertama kali dibangun, ukuran Masjid Al Osmani hanya 16 x 16 meter dengan material utama dari kayu. Fungsi utamanya sebagai masjid tempat sultan melaksanakan salat serta kegiatan keagamaan dan syiar Islam. Pada tahun 1870, Sultan Deli ke-8, Mahmud Al Rasyid melakukan pemugaran besar-besaran terhadap bangunan masjid yang diarsiteki arsitek asal Jerman, GD Langereis. Selain dibangun secara permanen, dengan material dari Eropa dan Persia, ukurannya juga diperluas menjadi 26 x 26 meter. Renovasi itu selesai tahun 1872. Rancangannya unik, bergaya India dengan kubah tembaga dan kuningan bersegi delapan. Kubah yang terbuat dari kuningan tersebut beratnya mencapai 2,5 ton Sementara kaligrafi dan lukisan bagian dalam kubah tidak kalah indah dengan Masjid Raya Al Mashun. Pemugaran berikutnya dilaksanakan pada tahun 1927 yang digagas Deli Maatschappij, perusahaan kongsi Kesultanan Deli dan Belanda. Lantas dilakukan lagi pada tahun 1964 oleh T Burhanuddin, Direktur Utama PT Tembakau Deli II. Rehabilitasi berikutnya dilakukan Walikota Medan HM Saleh Arifin pada tahun 1977. Terakhir, pemugaran dilakukan Walikota Medan Bachtiar Djafar pada tahun 1992. Arsitektural Masjid Al Osmani Beberapa kali pemugaran terhadap bangunan masjid ini telah dilaksanakan tanpa menghilangkan arsitektur asli yang merupakan perpaduan bangunan Timur Tengah, India, Spanyol, Melayu, dan China. Terdapat tiga pintu utama berukuran besar yang berada di utara, timur, dan selatan masjid dan dulunya hanya digunakan oleh Sultan Deli beserta kalangan istana. Sedangkan rakyatnya masuk melalui empat pintu yang berukuran kecil yang berada di bagian utara dan selatan. Kedua pintu berukuran kecil itu mengapit pintu utama. Di bagian dalam masjid ber-kapasitas 500 jamaah ini terdapat empat tiang besar dan kokoh berfungsi sebagai penyangga utama kubah masjid yang tergolong berukuran besar dibandingkan kubah mesjid lain. Empat penyangga itu juga mempunyai arti menjunjung empat sifat kenabian, yakni sidiq [benar], amanah [dapat dipercaya], fathonah [pintar], dan tabligh [menyampaikan]. Layaknya sebuah masjid tua dan milik kerajaan, pekarangan masjid ini juga dijadikan lahan pemakaman. Di pemakaman masjid ini terdapat lima makam Sultan Deli yang pernah berkuasa di Istana Labuhan Deli, mereka adalah : Tuanku Panglima Pasutan (Sultan Deli ke-4), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Sultan Deli ke-5), Sultan Amaluddin Perkasa Alam (Sultan Deli ke 6), Sultan Osman Perkasa Alam (Sultan Deli ke-7), dan Sultan Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli ke-8) Kondisinya saat ini, masih menunjukkan kemegahan pada zamannya. Sebuah mimbar dari kayu berukir, jam dinding antik dan lampu gantung dari kristal menjadi ornamen yang memperindah bagian dalam masjid. Dominasi warna kuning dan hijau dinding bangunan menjelaskan entitas Melayu yang melekat pada masjid tersebut. Hingga kini, selain digunakan sebagai tempat beribadah, masjid itu juga dipakai sebagai tempat peringatan dan perayaan hari besar keagamaan dan tempat pemberangkatan jemaah haji yang berasal dari wilayah Medan utara menuju pemondokan jamaah haji. Kebesaran Masjid Al Osmani juga menarik para petinggi negara untuk singgah dan sholat disini. Diantara mereka tercatat Menteri Kehutanan RI Ir Zulkifli Hasan SE M dan Menteri Prekonomian RI Ir H Hatta Rajasa berkesempatan melaksanakan sholat Jum’at di masjid ini pada 27 Januari 2012 lalu dalam rangkaian acara safari Jum’at yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Medan, memasuki tahun 2012. l
SARANA BERFIKIR ILMIAH FILSAFAT Dr. IRWANDI SIHOMBING,S,Ag,S.PdI,MA DAFTAR ISI: BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang………………………………………………………………………… B.Rumusan Masalah………………………………………………………………………. BAB II PEMBAHASAN A.Sarana Berfikir Ilmiah………………………………………………………………….. B.Bahasa…………………………………………………………………………………… CMatematika………………………………………………………………………………. D.Statistika………………………………………………………………………………… BAB III PENUTUP A.Kesimpulan ……………………………………………………………………………….. B.Saran……………………………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dilengkapi TUHAN sarana berpikir. Dengan berpikir manusia dapat memenuhi kehidupannya dengan mudah dan merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Selain metode ilmiah sebagai cara melakukan kegiatan ilmiah, juga diperlukan juga sarana berpikir agar kegiatan tersebut menjadi teratur dan cermat. Menurut Suhartono Suparlan ( 2005 :1 ), bahwa : “Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”. “Membahas kemampuan mengetahui dan mengenal,tidak dapat terlepas dari filsafat dalam bidang epistimologi.Karena filsafat ini menunjukan kepada kita betapa jauh dan sejauh mana manusia dapat mengetahui atau mengenal objek-objek pengamatan disekitarnya.Apa pengetahuan itu,cara mengetahui dan memperoleh pengetahuan,serta berbagai jenis pengalaman indrawi”. “Panca indra manusia merupakan alat kelengkapan yang dapat membuka kenyataan alam sebagai sumber pengetahuanya yang memungkinkan dirinya untuk menemukan hakikat kebenaran. Penguasaan sarana berpikir ilmiah merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuan. Sarana berpikir ilmiah adalah alat yang mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan membantu kegiatan ilmiah secara menyeluruh”. Bagi seorang ilmuwan penguasaan sarana berpikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah yang baik ( Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM : 2010 : 97 ). Islam berpendirian bahwa kemampuan belajar manusia pertama tama berkembang melalui pengamatan pancaindra,kemudian di olah oleh kemampuan pikiran dan ingatanya serta dorongan kemauanya,sehingga menjadi pola pola pengetahuan yang kemudian terbentuk menjadi ilmu pengetahuan. Dengan demikian penguasaan sarana berpikir ilmiah sangat penting bagi ilmuwan agar dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan menemukan ilmu yang benar. tanpa menguasai sarana berpikir ilmiah, kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. B.Rumusan Masalah 1. Apa Sarana Ilmiah Itu? 2. Sarana apa saja yang dapat membantu kita dalam pengetahuan ilmiah? BAB II PEMBAHASAN A.SARANA BERFIKIR ILMIAH Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Sarana berfikir ilmiah ini,dalam proses pendidikan kita merupakan bidang studi tersendiri.Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal:  Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang di dapatkan berdasarkan metode ilmiah.  Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk melakukan penelaahan ilmiah secara baik,sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Jadi sarana berfikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sarana berpikir ilmiah adalah alat berpikir dalam membantu metode ilmiah sehingga memungkinkan penelitian dapat dilakukan secara baik dan benar. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses ilmiah. Menurut Jujun, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir induktif dan berpikir deduktif. Untuk itu, maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam bepikir deduktif ini, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif. “Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari pada satu “( Amsal Baktiar : 2004 : 212 ). “Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan” ( Cecep Sumarna : 2008 : 150 ). Dalam kesempatan kali ini penulis hanya akan membahas tiga sarana berpikir ilmiah saja yakni bahasa, matematika dan statistika. B. BAHASA Bahasa sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah memegang peran yang penting mengingat bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam peranannya sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lain. Sebagai peranannya sebagai sarana berpikir, bahasa digunakan dalam proses berpikir itu sendiri dan untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang didapat kepada pihak lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian bahasa antara lain: 1. Sistem lambang bunyi berartikulasi ( yang dihasilkan alat ucap) yang dipakai untuk melahirkan perasaan dan pikiran. 2. perkataan-perkataan yang dipakai suatu bangsa 3. Percakapan ( perkataan yang baik, sopan santun, tingkah laku yang baik) Dapat dikatakan bahwa bahasa adalah serangkaian bunyi yang bermakna. Dalam hal ini, bunyi yang dimaksud adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang kemudian dirangkai untuk menjadi simbol hasil transformasi dari objek yang faktual. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain (JUJUN). Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya ( homo sapiens ) melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa ( animal symbolicum ), sebab dalam kegiatan berpikirnya manusia menggunakan symbol.Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berfikir sistematis dan teratur tidak mungkin dapat di lakukan. Sebagian orang mendefinisikan bahasa sebagai berikut: 1. Satu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan. 2. . Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain 3. Satu kesatuan sistem makna 4. Satu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna. 5. Satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh :- Perkataan, kalimat, dan lain lain.) 6. Satu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik. Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik, atau pakar bahasa. Bahasa memungkinkan manusia untuk berpikir secara abstrak dimana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol yang bersifat abstrak. Perbendaharaan kata atau simbol abstrak dari suatu objek faktual merupakan hasil kesepakatan masyarakat pemakai bahasa. Misalnya masyarakat pengguna bahasa Indonesia sepakat bahwa tempat tinggal seseorang disimbolkan rumah. Sedangkan Masyarakat pengguna bahasa inggris sepakat untuk objek yang sama menyebutnya dengan simbol house. Transformasi obyek faktual menjadi simbol abstrak terwujud dalam bentuk perbendaharaan kata yang dirangkai dan diatur oleh tata bahasa tertentu yang kemudian digunakan untuk mengemukakan jalan pikiran atau ekspresi perasaan. Mengemukakan jalan pikiran merupakan aspek informatif dari bahasa sedangkan mengungkapan perasaan merupakan aspek emotif dari bahasa. Menurut Kneller (Jujun:2003) mengungkapkan bahwa bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik. Bahasa memungkinkan manusia memikirkan sesuatu meskipun objek tersebut tidak berada didekat kita. Misalnya, pada saat istirahat makan siang, seorang karyawan memikirkan laporan yang akan disampaikan pada atasannya. Hal ini membuat bahasa memungkinkan manusia untuk memikirkan suatu masalah terus menerus. Jujun menyatakan bahwa melalui bahasa manusia hidup di dunia nyata yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Perbendaharaan kata yang dimiliki seorang manusia merupakan hasil akumulasi dari pengalaman dan pemikiran manusia itu sendiri. Dengan Perbendaharaan kata yang dimiliki, manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Sejalan dengan semakin maju dan berkembangnya manusia , maka semakin berkembang pulalah bahasa. Bahkan, di setiap komunitas tertentu banyak yang memiliki kosakata yang khas dalam bidang masing-masing , misalnya kosakata yang dimiliki oleh para dokter, para guru, atau bahkan profesi copet. Manusia selalu mencoba memberi simbol pada semua gejala fisik yang dialami. Menurut Kneller, bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai tiga fungsi yaitu simbolik, emotif, dan efektif. Dalam kamunikasi ilmiah seharusnya terbebas dari unsur-unsur emotif ( bersifat antiseptik ), agar pesan yang disampaikan diterima secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang disampaikan. oleh sebab itu proses komunikasi ilmiah harus bersifat jelas yakni makna yang terkandung dalam kata-kata yang dipergunakan diungkapkan secara tersurat ( ekspilisit ) sehingga tercegah dari makna yang lain, selain itu mengemukakan pendapat dan jalan pikiran juga harus jelas. Seorang ilmuwan sangat dituntut untuk menguasai bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah. Hal ini diperlihatkan dengan kemampuannya menyampaikan gagasan, konsep atau informasi melalui tata bahasa yang baik dan kosakata yang tepat. Dalam menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah harus dihindari kecenderungan yang bersifat emosional. Selain itu, seorang ilmuwan juga harus memperhatikan format-format penulisan karya ilmiah seperti penulisan catatan kaki atau daftar pustaka. Bila semua telah dikuasai, maka seorang ilmuwan akan mampu untuk berkomunikasi dengan baik. Beberapa Kekurangan Bahasa Ada beberapa gejala yang dalam keadaan tertentu menjadi kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi.  Pertama, bahasa memiliki multifungsi yaitu emotif, afektif, dan simbolik.Dalam komunikasi ilmiah biasanya hanya menggunakan aspek simbolik saja.Pada kenyataanya hal ini tidak mungkin,bahasa verbal mau tidak mau harus mengandung ketiga unsur yang bersifat emotif,afektif,dan simbolik.Inilah salah satu kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah,yang dikatakan oleh kemedy,sebagai kecenderungan emocional.  Kedua,terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa.Sebagai contohnya terjadi ketika penulis akan memberi definisi atau batasan dari sebuah kata/simbol tertentu. Hal ini terjadi karena batasan arti sebuah kata/simbol tersebut tidak jelas dan tidak pasti. Misalnya saat kita berusaha memberi arti dari istilah motivasi, sulit sekali untuk memberi gambaran, batasan atau arti yang jelas tentang kata tersebut. Hal ini terlihat dengan banyak sumber ahli yang memberikan definisi motivasi dengan redaksi yang berbeda.  Ketiga,bahasa sering bersifat berputar-putar (sirkular)dalam mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi. C.MATEMATIKA Kata “matematika” berasal dari kata máthema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga mathematikós yang diartikan sebagai “suka belajar”. Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan. Dalam pandangan formalis, matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; ada pula pandangan lain, misalnya yang dibahas dalam filosofi matematika. Kembali ke uraian sebelumnya bahwa matematika sebagai sarana berpikir ilmiah yang menggunakan pola penalaran deduktif. Sarana berpikir ilmiah ini dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti mempelajari berbagai cabang ilmu.  Matematika Sebagai Bahasa Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Alfred North Whitehead mengatakan bahwa “x itu sama sekali tidak berarti” Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini, kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika merupakan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat.  Matematika sebagai sarana Deduktif Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat didalam ilmu-ilmu empiric, melainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran). Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam logika” (Ludwig Wittgenstein), namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.  Perkembangan Matematika Dari segi perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu : a. tahap sistematika,yaitu: , ilmu yang mulai menggolong-golongkan obyek empiris kedalam kategori tertentu. b. 2 .tahap komparatif,yaitu: . Komparatif ini mulai melakukan perbandingan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain,selanjutnya kita mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara berbagai obyek yang dicari c. tahap kuantitatif,yaitu: , tahap mencari hubungan sebab akibat yang didasarkan pada pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang kita selidiki. Dalam hal ini bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama namun dalam tahap yang ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika. Griffis dan Howson(1974) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi 4 tahap,yaitu : a. Tahap pertama berkembang pada peradaban Mesir Kuno yang digunakan untuk perdagangan,pertanian,bangunan dan usaha mengontrol alam seperti banjir b. Tahap kedua berkembang pada peradaban Babylonia dan Mesopotamia yang mengembangkan kegunaan praktis dari matematika. c. Tahap ketiga berkembang pada peradaban Yunani yang melatakkan dasar matematika sebagai cara berfikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi tertentu. Euclid 300SM mengumpulkan semua pengetahuan ilmu ukur dalam bukunya Elements dengan penyajian secara sistematis dari berbagai postulat,definisi, dan teorema. Orang Yunani sangat memperhatikan Ilmu ukur yang tercermin dalam buku Euclid dimana pada tahun 1000 bangsa Arab,India,dan China mengembangkan ilmu aljabar. d. Zaman Renaissance,Renaissance ialah:zaman peralihan kebudayaan ketika abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Salah satunya meletakkan dasar bagi kemajuan matematika modern selanjtnya. Ditemukanlah kalkulus diferensial yang memungkinkan kemajuan yang cepat diabad 17 dan evolusi abad 1.  Beberapa Aliran Dalam Filsafat Matematika Immanuel kant (1724-1804) berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuana yang bersifat sintetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari panca indera , aliran yang disebut logistic berpendapat bahwa matematika merupakan cara berfikir yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Filsafat Kant mandapat momentum baru adalah aliran yang disebut intuisionis. David Hilbert (1862-1943) yang terkenal dengan sebutan kaum formalis. Tesis utama kaum logistic adalah bahwa matematika murni merupakan cabang dari logika. Tesis ini mula-mula dikembangkan oleh cottlob frege (1848-1925) yang menyatakan bahwa hukum bilangan (the law of number) dapat direduksikan ke dalam proposisi-proposisi logika. Kaum logistic menggunakan sistem symbol yang diperkembangkan oleh kaum formalis dalam kegiataan analisisnya. Kaum dalam mempelajari matematika dalam prespektif kebudayaan suatu masyarakat tertentu yang memungkinkan diperkembangkannya filsafat pendidikan matematika yang sesuai.  Matematika Dan Peradaban Matematika dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Sekitar 3500 tahun S.M bangsa mesirkuno telah mempunyai symbol yang melambangkan angka-angka.Matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia. Angka tidak bertujuan untuk menggantikan kata-kata : pengukuran sekedar unsur dalam menjelaskan persoalan yang menjadi pokok analisis utama. Teknik matematika yang tinggi bukan merupakan penghalang untuk mengkomunikasikan pernyataan yang dikandungnya dalam kalimat-kalimat yang sederhana. Di lingkungan masyarakat pun secara tidak langsung orang sudah menggunakan matematika. Seperti ketika orang menghitung penghasilan, hasil panen, jumlah belanja, luas tanah, luas rumah, ongkos, hak waris, dan masih banyak yang lainnya. Jelas bahwa matematika sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam dunia pendidikan, apabila ada siswa yang mengatakan ingin menghindari matematika sebenarnya itu tidak dapat dilakukan. Karena mau tidak mau matematika digunakan dalam aktivitas sehari-harinya. Kini, ilmu matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan alam, rekayasa, medis, dan ilmu pengetahuan sosial seperti ekonomi, dan psikologi. ilmu matematika juga dimanfaatkan dalam bidang industri, ekonomi, kesehatan, sosial dan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan hingga bidang poltik, dan masih banyak digunakan pada bidang-bidang kehidupan yang lainnya. Bahkan dapat dikatakan tak ada satu bidang kehidupan pun yang tidak menerapkan dan memanfaatkan ilmu matematika. D.STATISTIKA Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data. Istilah 'statistika' (bahasa Inggris: statistics) berbeda dengan 'statistik' (statistic). Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data. Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data; ini dinamakan statistika deskriptif.. Beberapa istilah statistika antara lain: populasi, sampel, unit sampel, dan probabilitas. Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam (misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial (termasuk sosiologi dan psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri. Statistika juga digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk merupakan salah satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang popular adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan sebelum pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau quick count.  Sejarah Awal Statistika Sekitar tahun 1675 seorang ahli matematika amatir bernama Chavalier de Mere mengajukan sebuah permasalahan mengenai mengenai judi kepada seorang jenius matematika bernama Prancais Blaise Pascal. Pascal tertarik dengan permasalahan ini, dan kemudian mengadakan korespondensi dengan seorang ahli matematika Prancis lainnya yaitu Pierre de Fermat (1601 – 1665), dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang. Peluang merupakan dasar dari teori statistika, sebagai konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Erop[a dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan oleh sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang.  Statistika dan cara berfikir induktif Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, dimana konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan menggunakan pancaindera maupun dengan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam meode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengujian mengharuskan untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkanlogika induktif. Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya derbeda dengan penarikan kesimpulansecara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah benar. Sedangkan, penalaran induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelahaan kelimuan.  Karakteristik Berfikir Induktif Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang. Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannnya statistika dapat dibedakan menjadi Statistika teoritis dan Statistika terapan. Statistika teoritis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika, dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi, penarikan dan peluang. Statistika terapan merupakan penggunaan statistika teoretis yang disesuaikan dengan bidang tempat penerapannya. Berpikir logis secara deduktif seringkali dikacaukan dengan berfikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya ilmu di Negara kita. Untuk mempercepat perkembangan ilmu di Negara kita maka penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh.  Perkembangan Ilmu Statistika Beberapa perkembangan ilmu statistik yang saya bagi dalam tiga tahap yaitu tahap I (awal), tahap II (pengembangan), dan tahap III (sekarang) : TAHAP AWAL a. Braham Demoivre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan (theory of error). b. Tahun 1757, Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut (continues distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang banyak. c. Pierre Simon de Lacplace (1749-1827) mengembangkan konsep demoire dan Simpson ini lebih lanjut, dan menemukan distribusi normal. d. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal kemudian ditemukan oleh Francis Galton (1822-1911) dan Karl Pearson (1857-1936). e. Karl Friedrich Gauss (1777-1855) kemudian mengembangkan teknik kuadrat terkecil (least square) simpangan baku, galat baku untuk rata-rata (the standard error of mean). TAHAP II a. Pearson (1857-1936) melanjutkan konsep-kosnep Galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi, distribusi chi square dan analisis statistika kualitatif. b. Charles Spearman (1863-1945) murid dari Galton dan Leipzig mengembangkan konsep one factor model, yang selanjutnya beliau dijuluki sebagai “the father of factor analysis). c. Godfrey Thompson (1881-1955), Cyril Burt (1883-1971), Raymond Cattell (1905-1998), dan Karl Holzinger (1892-1954) memberi kontribusi pada perluasan konsep analisis faktor dari Spearman. d. Harold Hotelling (1895-1955) memperluas konsep one faktor model dari Spearman menjadi multiple factor model. e. Louis Guttman (1916-1987) mengembangkan Skala yang dikenal dengan skala Guttman dan banyak memberikan kontribusi pada analisis faktor. f. Ronald Alylmer Fisher (1890-1962) mengembangkan desain eksperimen, disamping analisis varian dan kovarian, distribusi z, t, uji signifikansi dan teori tentang perkiraan (theory of estimation) g. Rensis Likert (1932) mengembangkan Skala yang kemudian dikenal dengan skala Likert. SEKARANG a. Andrey Kolmogorov (1903 – 1987) dan Smirnov (1900-1966) yang hasil karyanya sekarang dikenal dengan kolmogorov smirnov test b. Neyman, J (1938) yang berkontribusi dengan “Theory Of Sampling Human Populations”. c. Hansen, M. H., and Hurwitz, W. N (1950) pada “Theory Of Sampling From Finite Populations” d. Cochran, W. G. (1953-1963) dan Taro Yamane (1967) yang mengembangkan Sampling Techniques e. Joreskog (1973), Kessling (1973), dan Wiley (1973) membentuk kesatuan model yang dikenal dengngan persamaan struktural. Joreskog sendiri memberikan kontribusi pada metode maximum likehood dan para pakar lainnya yang banyak berkontribusi dalam pengembangan ilmu statistik modern. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Sarana berpikir ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang akan ditempuh agar memperoleh pengetahuan dengan benar. Untuk melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana berpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika dan statistika. Sedangkan logika merupakan bagian dari ketiganya. Bahasa dalam sarana berpikir ilmiah berfungsi sebagai informatif, komunikatif dan reproduktif. Matematika dalam sarana berfikir ilmiah berfungsi sebagai sarana berpikir deduktif ( umum ke khusus ), yang bersifat jelas, spesifik, informatif dan kuantitatif. Adapun statistika merupakan sarana berpikir induktif ( khusus ke umum ), yang bersifat hubungan kausalitas dan penarikan sampel. SARAN • Semoga dengan adanya makalah ini sedikit banyaknya para pembaca dapat menambah ilmu pengetahuan tentang sarana berfikir ilmiah dan terkhususnya bagi penulis, • Dan marilah kita gunakan fikiran kita ini dengan sebaik mungkin melalui pengetahuan sarana ilmiah tersebut. IMPLIKASI Dari uraian yang telah dipaparkan maka dapat penyusun simpulkan bahwa sarana berfikir ilmiah mempunyai manfaat yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari manusia.sarana berfikir ilmiah diantaranya yaitu bahasa,logika,matematika,dan statistika yang masing –masing mempunyai manfaat dalam kehidupan contohnya bahasa dalam dunia pendidikan, . Sebagai regulatoris bahasa dapat berperan dalam mengubah tingkah laku peserta didik dalam pembelajaran, dengan bahasa yang baik dan dapat dimengerti seorang pendidik bisa melakukan persuasive kepada peserta didik untuk bertindak dalam kaidah-kaidah kebenaran. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Matematika sebagai sarana berpikir ilmiah mengacu pada fungsi matematika sebagai bahasa dan sarana berpikir deduktif. Sedangkan statistika mengacu pada sarana berpikir induktif. Dan aspek terakhir yaitu logika, merupakan sarana berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.   DAFTAR PUSTAKA Jujun S.Suriasumantri,”Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”.Pustaka Sinar Harapan;Jakarta,1984 Drs.Rizal Mustansyir M.Hum dan Drs.Misnal Munir M.Hum,”Filsafat Ilmu”Pustaka Pelajar,Jakarta:2001 Prof.H.Muzayyin Arifin,M,Ed,”Filsafat Pendidikan Islam”Bumi Aksara,Jakarta:2009 Amsal Bakhtiar,”Filsafat Agama”Jakarta:Logos,1997 Dirgantara Wicaksono,”Sarana Ilmiah Bahasa”blogspot.com 2013 Furi Wulandari,”Filsafat Ilmu Statistika”Student esa-unggul.ac.id Yeni Wulandari,”Filsafat dan Sejarah Perkembangan Ilmu Statistik”blogspot.com
KRITISME IMMANUEL KANT Daftar Isi Bab I Pendahuluan………………………………………………………….................................. Rumusan Masalah…………………………………………………..................................... Bab II Pembahasan 1. Immanuel Kant……………………………………………….................................. 2. Kritisme Immanuel Kant………………………....................................................... Bab III Penutup Kesimpulan………………………………………………………………………………… Daftar Pustaka BAB I PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Filsafat sebagai “induk segala ilmu pengetahuan” dalam hal ini adalah ilmu yang mendasari manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan maupun penemuan-penemuan baru. Pada dasarnya filsafat adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran dan menerapkan pemikiran-pemikiran itu pada segala bidang ilmu pengetahuan. Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada zaman kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Dalam zaman modern ada periode yang disebut Renaissance (kelahiran kembali). Kebudayaan klasik warisan Yunani-Romawi dicermati dan dihidupkan kembali; seni dan filsafat mencari inspirasi dari sana. Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada Perbedaan pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme Immanuel Kant, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu. Dari hal tersebut di atas, alangkah baiknya bila kita mendalami lebih jauh tentang ajaran Kritisisme Immanuel Kant. 2. Rumusan Masalah  Siapakah Immanuel Kant ?  Kritisme apa yang diajarkan oleh Immanuel Kant ? BAB II PEMBAHASAN 1.Immanuel Kant Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 M di Konisbergen,Prusia,Jerman.Beliau sebelumnya menekuni bidang filsafat, fisika dan ilmu pasti, kemudian sampailah dia menjadi guru besar dalam bidang ilmu logika dan metafisika, juga di Koningsbergen. Filsafatnya Immanuel Kant disebut dengan Kritisisme. Itulah sebabnya 3 karya besarnya disebut “Kritik”, yaitu: Kritik der reinen Vernunft ( Kritik atas Rasio Murni), Kritik der praktischen Vernunft (Kritik atas Rasio Praktis), Kritik der Urteilskraft ( Kritik atas Daya Pertimbangan). Pemikiran pemikiran Kant di antaranya ialah tentang”akal murni”.Menurutnya,”Dunia luar itu di ketahui hanya dengan sensasi,dan jiwabukanlah sekedar tabula rasa,tetapi jiwa merupakan alat yang positif,memilih,dan merekontruksi hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan kategori,yakni mengklasifikasikan dan memersepsikannya ke dalam idea.” 2.Kritisme Immanuel Kant Sebelum kita memahami pengertian Kritisisme Immanuel Kant, alangkah baiknya kita mengetahui teori rasionalis Eropa dan teori empiris. Teori rasionalis adalah teori tentang metode memperoleh pengetahuan dengan sumber sepenuhnya dari akal. Bukannya Rasionalisme tidak menganggap pengalaman (a posteriori), melainkan pengalaman dianggap hanya sebagai perangsang bagi rasio. Jadi, kebenaran (pengetahuan) hanya dapat ada dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja. Tokoh-tokoh filsafat rasionalis antara lain RENE DESCARTES atau CARTESIUS (1596-1650), BLAISE PASCAL (1623-1662) dan BARUCH SPINOZA (1632-1677). Rasionalisme dianggap sebagai pengetahuan deduktif, Descartes ialah pencetus pertama paham ini yang dalam ajarannya adalah berusaha memperoleh kebenaran dengan metode deduktif akal yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Jadi, para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide manusia, dan bukan di dalam diri barang sesuatu. Sebaliknya filsafat Empirisme berpendapat bahwasannya empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, akan tetapi tidak berarti bahwa rasio ditolak sama sekali. Baik pengalaman secara batiniah maupun pengalaman secara lahiriah. Penganut filsafat ini menggunakan perantara panca indra sebagai sumber untuk memperoleh pengetahuan. Sebagai contoh, “bagaimana seseorang dapat mengetahui air itu panas?” jawabannya pasti adalah “karena mereka merasakannya atau menyentuhnya dengan indra perasa” atau “ karena seseorang telah melihatnya dengan munculnya asap di atas air”. Ditinjau dari sudut epistemologi, khususnya dari pandangan empiris pengalaman seringkali dipandang menunjuk pada hasil pengindraan. Tokoh dalam filsafat empiris antara lain DAVID HUME (1711-1776), THOMAS HOBBES (1588-1679), GEORGE BERKELEY (1685-1753) dan JOHN LOCKE (1632-1704). Kant dalam argumennya,” bahwa akal dipandu oleh tiga ide transcendental, yaitu ide psikologis yang disebut jiwa, ide dunia, dan ide tentang Tuhan. Ketiganya tersebut memiliki fungsi masing-masing, yaitu “ide jiwa” menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah yang merupakan cita-cita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang psikis, “ide dunia” menyatakan segala gejala jasmaniah, “ide Tuhan” mendasari segala gejala, segala yang ada, baik batiniah maupun yang lahiriah.” Demikian gagasan Immanuel Kant yang menjadi penggagas Kritisisme. Filsafat memulai perjalanannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Maka Kritisisme berbeda dengan corak filsafat modern sebelum sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak.Dengan Kritisisme yang diciptakan oleh Immanuel Kant, hubungan antara rasio dan pengalaman menjadi harmonis, sehingga pengetahuan yang benar bukan hannya pada rasio, tetapi juga pada hasil indrawi. Kant memastikan adanya pengetahuan yang benar-benar “pasti”, artinya menolak aliran skeptisisme, yaitu aliran yang menyatakan tidak ada pengetahuan yang pasti. 3.Ciri-Ciri Kritisme Isi utama dalam kritisisme yaitu gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena ada pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu: 1. Apa yang dapat saya ketahui ? 2. Apa yang harus saya lakukan ? 3. Apa yang boleh saya harapkan ? Ciri-ciri kritisme dapat di simpulkan dalam tiga hal: a. Menganggap objek pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. b. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk menetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja. c. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsure “a priori” (sebelum di buktikan tapi kita sudah percaya) yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur “aposteoriori” (setelah di buktikan baru percaya) yang berasal dari pengalaman yang berupa materi. Menurut Kant,”Syarat dasar bagi segala ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan bersifat perlu mutlak,dan member pengetahuan yang baru”. 4.Kritik atas Rasio Murni Kritisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha raksasa untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme.Rasionalisme mementingkan unsure a priori dalam pengenalan,berarti unsure-unsur yang terlepas dari segala pengalaman,berarti unsure-unsur yang terlepas dari segala pengalaman.Empirisme menekankan pada unsure-unsur aposteriori,berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman.Menurut kant,”baik rasionalisme maupun empirisme,kedua-duanya berat sebelah.Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan antara sintesis unsur-unsur a priori dengan unsure-unsur aposteriori”. 5.Pada Taraf Indra Unsur a priori memainkan peranan bentuk dan unsure aposteriori memainkan peranan materi.Menurut Kant, unsure a priori itu sudah terdapat pada taraf indra.Ia berpendapat bahwa dalam pengetahuan indrawi selalu ada dua bentuk a priori,yaitu ruang dan waktu.Jadi ruang tidak merupakan ruang kosong dimana benda-benda di letakkan,ruang tidak merupakan “ruang dalam dirinya”(ruang an sich).Waktu bukan merupakan suatu arus tetap,di mana pengindraan –pengindraan bias di tempatkan.Kedua-duanya merupakan bentuk apriori sensibilitas.Dengan kata lain,kedua-duanya berakar dalam struktur subjek sendiri.Pendirian tentang pengenalan indrawi ini mempunyai implikasi yang penting.Kant berkata”memang ada das ding an sich(benda-benda-dalam-dirinya;the thing in it self).Akan tetapi das ding an sich selalu tinggal di suatu x yang tidak di kenal.kita hanya mrngenal gejala-gejala,yang selalu merupakan sintesis antara hal-hal yang dating dari luar dengan bentuk ruang dan waktu.” 6.Pada Taraf Akal Budi Kant membedakan akal budi (Verstand) dengan rasio (Vernuff).Tugas akal budi ialah menciptakan orde antara data-data indrawi.Dengan kata lain akal budi mengucapkan putusan-putusan.Pengenalan akal budi juga merupakan sintesis antara bentuk dengan materi.Materi adalah data-data indrawi dan bentuk adalah a priori,yang terdapat pada akal budi.bentuk a priori ini dinamakan Kant dengan istilah “Kategori”. 7.Pada Taraf Rasio Menurut Juhaya S.Pradja,”Tugas rasio ialah menarik kesimpulan dari keputusan-keputusan”Dengan kata lain,rasio mengadakan argumentasi-argumentasi.Kant memperlihatkan bahwa rasio membentuk argumentasi itu dengan dipimpin oleh tiga ide yaitu: jiwa,dunia dan Allah.Apa yang dimaksud ide menurut Kant ialah suatu cita-cita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang gejala psikis (jiwa),kejadian jasmani(dunia),dan segala-galanya yang ada. 8.Kritik atas Rasio Praktis Rasio murni yang di maksudkan oleh Kant adalah rasio yang dapat menjalankan roda pengetahuan.Akan tetapi,disamping rasio murni terdapat rasio praktis yaitu,rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan atau rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita.Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang di sebutnya sebagai imperatife kategori.Kant menyebutkan bahwa ada tiga postulat dari rasio praktis,yaitu: a) Kebebasan kehendak b) Inmoralitas jiwa c) Adanya Allah, merupakan sesuatu yang kita percaya dan yakini akan keadaanya, akan tetapi sulit untuk mebuktikan kenampakan fisiknya. 9.Kritik atas Daya Pertimbangan Maksud kritik der urteilskraft ialah mengerti dua persesuaian dua lapangan(kritik atas rasio umum dan kritik atas rasio praktis).Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas(tujuan),finalitas ini bisa bersifat subjektif dan objektif.Dalam kritisme Immanuel Kant,Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran,karena rasio tidak membuktikan,demikian pula pengalaman,tidak dapat dijadikan melulu tolak ukur,karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional. Dengan pemahaman tersebut,rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru,bahwa kebenaran empiris harus rasional sebagaimana kebenaran rasianal harus empiris. BAB III PENUTUP Kesimpulan Filsafat Immanuel Kant,yakni kritisme adalah:penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yakni Rasionalisme yang di pelopori oleh Rene Descartes dan Empirisme yang di pelopori oleh David Hume.Kant mempunyai tiga karya yang sangat penting yakni kritik atas rasio murni,kritik atas rasio praktis,kritik atas daya pertimbangan.ketiga karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya yang menggunakan pemikiran Kant. Daftar Pustaka Drs.Atang Abdul Hakim,MA dan Drs.Beni Ahmad Saebani,M.Si,Filsafat Umum,(Bandung:Pustaka Setia) Ahmad Tafsir,Filsafat Umum,(Bandung:Remaja Rosda Karya,2005
STANDARISASI NASIONAL PENDIDIKAN Dr. Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI, MA A. Pendahuluan Konsep mutu(kualitas) telah menjadi suatu kenyataan dan fenomena dalam seluruh aspek dan dinamika masyarakat global memasuki persaingan pasar bebas dewasa ini.Jika sebelumnya kualitas produk dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen, maka kini dunia pendidikan pun mulai tertantang untuk menerapkan hal yang sama dalam menghasilkan kualitas lulusan yang mampu menjawab kebutuhan pasar kerja.Bahwa organisasi pendidikan formal(sekolah dasar sampai perguruan tinggi) sebagai institusi yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran kini mulai merasakan bahwa faktor mutu atau kualitas menjadi sangat menentukan tingkat partisipasi dan kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga pendidikan. Peserta didik, orang tua dan masyarakat adalah pelanggan yang bebas menentukan pilihan yang tepat terhadap institusi mana yang layak memberikan jaminan terhadap masa depan anak-anaknya.Artinya, kualitas layanan yang baik dalam bentuk sarana prasarana, birokrasi, kurikulum, kecakapan tenaga pengajar, kompetensi pimpinan dan karyawan sekolah, budaya serta lingkungan sekolah yang mendukung, akan memungkinkan suatu lembaga pendidikan dipercaya dan menjadi pilihan masyarakat. Pendidikan yang bermutu atau berkualitas tentu akan menghasilkan pendidikan yang baik sehingga dapat diharapkan mendorong peningkatan mutu pendidikan yang berdampak positif baik bagi siswa sendiri, guru maupun masyarakat.Pendidikan system lama yaitu system bank harus diubah menjadi system yang seimbang, egaliter dan adil yaitu system yang memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik untuk ikut serta menentukan arah dan program pendidikan. Pada mata kuliah ini, penulis ingin menguraikan isi makalah yang berjudul : Standar Nasional Pendidikan, pendidikan yang bermutu, studi kitab, pentasihan dan pemberian ijazah, sistim ujian, sistim rekruitmen tenaga pendidik dan kependidikan, sistim studi lanjut, standar nasional pendidikan dan BNSP. B. Pendidikan yang Bermutu Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta menciptakan suasana yang kondusif. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Mutu atau kualitas adalah ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau derajat berupa ; kepandaian, kecerdasan, kecakapan dan sebagainya.Sallis (2000) menjelaskan bahwa mutu atau kualitas adalah sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan seseorang atau sekelompok orang. Sasaran kualitas manajemen pendidikan adalah proses pencapaian tujuan dan fokusnya adalah kualitas pelayanan belajar yang berimplikasi pada kualitas lulusan. Kualitas pendidikan ini menggambarkan kepuasan para pendidik dalam melaksanakan tugas profesionalnya, karena ia mendapat perlakuan yang sesuai dengan bidang yang digelutinya. Di sisi lain, ia juga menggambarkan kepuasan yang diterima oleh masyarakat atas kualitas pelayanan pendidikan disebabkan masyarakat memperoleh keuntungan dan mamfaat atas kemampuan dan ketrampilan sebagai produk dari pendidikan yang di dalam hal ini sering disebut “mutu lulusan”. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total, yaitu; (i) prehatian harus ditekankan kepada proses dengan terus menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap arif bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Garvin dan Davis (1994), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.Mutu yang baik selalu menjadi dambaan setiap orang, terlebih pada bidang pendidikan.Mutu pendidikan pada dasarnya terdiri atas berbagai indicator dan komponen yang saling berkaitan.Komponen dan variable yang menentukan terwujudnya mutu pendidikan yang baik secara umum masih dikaitkan dengan system, kurikulum, tenaga pendidik, peserta didik (siswa), proses belajar mengajar, anggaran, sarana prasarana pendidikan, lingkungan belajar, budaya organisasi, kepemimpinan dan sebagainya. Mutu pendidikan tidak diukur hanya berdasarkan hasil ujian atau test peserta didik, karena memiliki rangkaian yang saling berhubungan mulai dari input, output dan outcome. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa komponen-komponen yang dapat menjadikan pendidikan bermutu terdiri dari beberapa komponen, salah satunya partisipasi masyarakat, dalam kaitan ini yang dimaksudkan dengan masyarakat adalah masyarakat yang secara langsung terlibat dalam sistem penyelenggaraan pendidikan. Pada saat ini, masyarakat yang terlibat langsung yaitu masyarakat yang berada pada wadah organisasi Komite Sekolah, dan telah menjadi bagian dari sistem pendidikan. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa pendidikan akan kondusif bila berhubungan dengan lembaga pendidikan menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Mutu pendidikan dan sekolah tertuju juga pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Terjadi proses pendidikan yang bermutu jika didukung oleh beberapa faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu, adalah harus didukung oleh personalia, seperti admistrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana pendidikan, media serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat menyeluruh, menyangkut semua komponen pelaksana, dan kegiatan pendidikan, atau disebut mutu total atau total quality, 18 adalah sesuatu yang tidak mungkin, hasil pendidikan yang bermutu dapat dicapai hanya dengan satu komponen atau satu kegiatan yang bermutu. C. Studi Kitab D. Pentahsihan dan Pemberian Ijazah E. Sistem Ujian F. Sistem Rekrukmen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Perekrutan Tenaga Pendidik dan Tenaga kependidikan harus melalui uji kelayakan dari semua aspek termasuk kwalifikasi pendidikan.Hal ini dimaksusdkan agar tenaga pendidik yang ditempatkan benar-benar mampu menguasai bidangnya.Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada bagian Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan dinyatakan bahwa criteria pendidikan termasuk pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.Standar ini disusun oleh dan dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik minimal Strata satu (S1) tidak boleh lagi yang tidak strata satu mengajar di semua tingkatan dan memiliki Akta empat atau akta mengajar dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani. Kualifikasi akademik untuk tenaga pendidik khusunya harus memiliki tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah/Sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi profesionalisme dan kompetensi social. E. Mulyasa mengatakan bahwa tenaga kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien guna mencapai hasil optimal, namun tetap dalam kondisi menyenangkan. Tenaga kependidikan mencakup tujuh komponen, yaitu: 1. Perencanaa pegawai 2. Pengadaan pegawai 3. Pembinaan dan pengembangan pegawai 4. Promosi dan mutasi 5. Pemberhentian pegawai 6. Kompensasi 7. Penilaian pegawai. Tujuh komponen ini dilaksanakan secara tertib, urut, dan berkesinambungan sehingga harus melalui tahapan-tahapan yang sudah ditentukan. Tahapan awal menjadi prasyarat bagi tahapan kedua, sedang tahapan kedua menjadi prasayarat bagi tahapan ketiga dan begitu selanjutnya. G. Sistem Studi Lanjut Dewasa ini tengah terjadi perubahan paradigma dalam bidang pendidikan, yaitu suatu cara pandang yang mendasari berbagai komponen pendidikan.Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, peran dan fungsi seorang guru, pengelolaan dan berbagai komponen pendidikan lainnya, saat ini tengah terjadi perubahan yakni system studi lanjut. Pendidikan dewasa ini bukan hanya sekedar mengejar target, namun sudah diarahkan kepada memfungsikan pendidikan sebagai pranata social yang unggul dan terdepan sesuai dengan visi masing-masing sekolah.Dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, progresif, percaya diri, mandiri, memiliki bekal pengetahuan canggih serta memiliki daya tahan mental spiritual yang tangguh.Sistem studi lanjut ini diarahkan pada upaya melaksanakan dan menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan serta sarana untuk memberdayakan manusia agar menjadi orang yang berguna bagi dirinya bangsa dan Negara. H. Standar Nasional Pendidikan dan BNSP Perdebatan seputar perlu-tidaknya pendidikan di Indonesia distandardisasi seperti yang berlaku di Negara-negara maju Pendidikan, baik pada tataran formal, informal dan non form, mendapat pro kontra baik dari masyarakat, praktisi, akademisi dan pemerhati pendidikan.Standarisasi dimaknai sebagai penentuan standar/criteria minimal terhadap layak tidaknya unsure-unsur penting dalam penyelenggaraan pendidikan.Penetapan standar sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, setidaknya menggambarkan optimisme Pemerintah dengan DPR untuk mendongkrak mutu pendidikan nasional sehingga diharapkan tidak tertinggal jauh di bandingkan dengan Negara-negara maju lainnya khususnya di Asia Tenggara. Secara konseptual adalah instrument social yang memungkinkan memanusiakan manusia.Artinya, manusia membutuhkan pendidikan sebagai sarana untuk memberdayakan potensi sumber daya yang ada dalam dirinya untuk berkembang secara dinamis menuju suatu format kepribadian yang cerdas, unggul, kreatif, trampil, bertanggung jawab dan berakhlaq mulia. Sebagai tindaklanjut dari ditetapkannya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), maka Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menetapkan standar nasional pendidikan yang dapat dijadikan sebagai pedoman yang mengarahkan setiap praktisi, birokrat dan penyelenggara pendidikan untuk menggunakan standarisasi dalam proses, penyelenggaraan dan hasil pendidikan dari semua jenjang dan satuan pendidikan.Dalam pasal 1 ayat 1 dan ayat 4 s/d 11 disebutkan : 1. Standar Nasional Pendidikan adalah criteria minimal tentang system pendidikan di seluruh wilayah hokum Nagara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemempuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 23 tahun 2006. 3. Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituanglkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan sillabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006. 4. Standar Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai satandar kompetensi lulusan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. 5. Standar Pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 27 tahun 2008. 6. Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang di perlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 24 tahun 2007. 7. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, Kabupaten/Kota, Provinsi atau Nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 19 tahun 2007. 8. Standar Pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.Standar ini diatur dalam PP Nomor 48 tahun 2008. 9. Standar Penilaian Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.Standar ini dikembangkan BSNP dan ditetapkan oleh Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2007. Sebagai manifestasi dari perlakuan undang-undang nomor 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, maka operasionalisasi ketentuan mengenai komponen-komponen pendidikan yang memerlukan standarisasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal. I. Penutup Sesungguhnya pencarian format dan konsep yang mengarah kepada peningkatan mutu bagi dunia pendidikan kita terus berlanjut tanpa henti, seperti roda pedati yang terus berlaju mengejar arah yang dituju. Dan sebagai ujung tombak yang mengemban amanat undang-undang dasar 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dunia pendidikan terus menata diri seiring dengan demokrasisasi pendidikan yang mengusung konsep penerapan pengelolaan pendidikan yang berfokus pada otonomi dan independensi dalam penentuan keputusan dan kebijakan local dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan.
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) 0leh : Dr. Irwandi Sihombing, S.Ag, S.PdI, MA A. Pendahuluan Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan didalam kelas. Penelitian tindakan kelas dapat dijadikan sarana bagi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran secara efektif. Penelitian tindakan kelas juga merupakan kebutuhan bagi guru dalam meningkatkan profesionalitasnya sebagai guru, karena: 1. Penelitian tindakan kelas sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran dikelasnya. Guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang guru dan siswa lakukan. 2. Peneltian tindakan kelas meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai praktisi yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan tanpa adanya upaya perbaikan dan inovasi namun dia bisa menempatkan dirinya sebagai peneliti dibidangnya. 3. Guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu pengkajian yang terdalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya. 4. Penelitian tindakan kelas tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena tidak perlu meninggalkan kelasnya. Mengingat pentingnya penelitian tindakan kelas tersebut diatas, guru hendaknya mulai melakukan dan meningkatkan penelitiannya baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk mendorong dan memfasilitasi guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas, pemerintah secara rutin menyediakan dana block grant untuk penulisan karya ilmiah melalui penelitian tindakan kelas. B. Ciri-ciri Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Terdapat beberapa pengertian/definisi dari penelitian tindakan kelas yaitu antara lain: 1. Penelitian tindakan kelas PTK adalah salah satu jenis penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya (metode, pendekatan, penggunaan media, teknik evaluasi dsb). 2. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilaksanakan berdasarkan permasalahan yang dijumpai guru dalam kegiatan pembelajaran. 3. Penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian yang berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran. Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan secara individu maupun kolaboratif. 4. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian kasus disuatu kelas, hasilnya berlaku spesifik sehingga tidak untuk digeneralisasikan ke kelas atau ketempat yang lain dan analisis datanya cukup dengan mendeskripsikan data yang terkumpul. Dari pengertian-pengertian penelitian tindakan kelas tersebut diatas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa penelitan tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat kasuistik dan berkonteks pada kondisi, keadaan dan situasi yang ada didalam kelas yang dilaksanakan untuk memecahka permasalahan-permasalahan yang terjadi guna meningkatkan kualitas pembelajaran didalam kelas. Selanjutnya adapun ciri-ciri PTK yang membedakan dengan penelitian lain: 1. Adanya masalah PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini di kelas mempunyai masalah yang perlu diselesaikan. Dengan perkataan lain, guru merasa bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam praktik pembelajaran yang dilakukannya. Contoh: (a) Guru merasa risau karena hasil ketika latihan menunjukkan hanya 40% yang bisa menguasai penggunaan rumus matematika; (b) Pertanyaan guru yang tidak pernah terjawab oleh siswa; (c) Pekerjaan rumah yang tidak pernah diselesaikan. 2. Self-refleksitive inquiry atau penelitian melalui refleksi diri. Berbeda dengan penelitian biasa yang mengumpulkan data dari lapangan atau objek atau tempat lain sebagai responden. 3. Penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelasnya sendiri, sehingga proses penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi 4. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara bertahap dan terus-menerus, sehingga PTK dikenal adanya siklus pelaksanaan berupa pola: perencanaan-pelaksanaan – observasi – refleksi- revisi. Kunci utama PTK adalah adanya action (tindakan) yang berulang-ulang. C. Aspek-aspek Pokok Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Dalam memformulasikan masalah, peneliti perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang biasa berlaku meliputi hal-hal di bawah ini: 1. Aspek substansi menyangkut isi yang terkandung, perlu dilihat dari bobot atau nilai kegunaan manfaat pemecahan masalah melalui tindakan seperti nilai aplikatifnya untuk memecahkan masalah serupa yang dihadapi guru, kegunaan metodologi dan kegunaan teori dalam memperkaya keilmuan pendidikan/pembelajaran. 2. Aspek orisinalitas (tindakan), yang menunjukan bahwa pemecahan dengan model tindakan itu merupakan suatu hal baru yang yang belum pernah dilakukan guru sebelumnya. 3. Aspek formulasi, dalam hal ini masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Rumusan masalah harus dinyatakan secara lugas dalam arti eksplisit dan spesifik tentang apa yang akan dipermasalahkan serta tindakan yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. 4. Aspek teknis, menyangkut kemampuan dan kelayakan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang dipilih. Pertimbangan yang dapat diajukan seperti kemampuan teoretik dan metodologik pembelajaran, penguasaan materi ajar, teori, strategi dan metodologi pembelajaran, kemampuan fasilitas untuk melakukan PTK (dana, waktu, dan tenaga). Oleh karena itu, disarankan bagi peneliti untuk berangkat dari permasalahan sederhana tetapi bermakna, memiliki nilai praktis bagi guru dan semua yang berkolaborasi dapat memperoleh pengalaman belajar dalam rangka pengembangan keprofesionalannya. Adapun bidang kajian Penelitian Tindakan Kelas menurut pedoman Diknas adalah: 1. Masalah belajar siswa disekolah (masalah belajar di kelas, kesalahan-kesalahan pembelajaran, miskonsepsi) 2. Desain dan strategi pembelajaran dikelas (masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi dalam metode pembelajaran, interaksi didalam kelas, partispasi orang tua dalam proses belajar siswa) 3. Alat Bantu, media dan sumber belajar (masalah penggunaan media, perpustakaan dan sumber belajar didalam/diluar kelas, peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat) 4. Sistem asesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran (masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrument assmen) 5. Pengembangan pribadi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya (peningkatan kemandirian dan tanggung jawab peserta didik, peningkatan keefektifan hubungan antara pendidik, peserta didik dan orang tua dalam PBM, peningkatan konsep diri peserta didik) 6. Masalah kurikulum (Implementasi KTSP, interaksi guru dan siswa, siswa dengan bahan ajar dan siswa dengan lingkungan pembelajaran). D. Membuat Rencana Tindakan dan Pemantauan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) PTK bukan hanya bertujuan mengungkapkan penyebab dari berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi seperti kesulitan siswa dalam mempelajari pokok-pokok bahasan tertentu, tetapi yang lebih penting lagi adalah memberikan pemecahan masalah berupa tindakan tertentu untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Atas dasar itu, terdapat tiga hal penting dalam pelaksanaan PTK yakni sebagai berikut. 1. PTK adalah penelitian yang mengikutsertakan secara aktif peran guru dan siswa dalam berbagai tindakan. 2. Kegiatan refleksi (perenungan, pemikiran, evaluasi) dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional (menggunakan konsep teori) yang mantap dan valid guna melakukan perbaikan tindakan dalam upaya memecahkan masalah yang terjadi. 3. Tindakan perbaikan terhadap situasi dan kondisi pembelajaran dilakukan dengan segera dan dilakukan secara praktis (dapat dilakukan dalam praktik pembelajaran). Pembahasan berikutnya akan menguraikan prosedur pelaksanaan PTK yang meliputi penetapan fokus permasalahan, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan yang diikuti dengan kegiatan observasi, interpretasi, dan analisis, serta refleksi. Apabila diperlukan, pata tahap selanjutnya disusun rencana tinda lanjut. Upaya tersebut dilakukan secara berdaur membentuk suatu siklus. Langkah-langkah pokok yang ditempuh pada siklus pertama dan siklus-siklus berikutnya adalah sebagai berikut: 1. Penetapan fokus permasalahan 2. Perencanaan tindakan 3. Pelaksanaan tindakan 4. Pengumpulan data (pengamatan/observasi) 5. Refleksi (analisis, dan interpretasi) 6. Perencanaan tindak lanjut. Dengan menyusun rancangan untuk siklus kedua, peneliti dapat melanjutkan dengan tahap kegiatan-kegiatan seperti yang terjadi dalam siklus pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan peneliti belum merasa puas, dapat dilanjutkan pada siklus ketiga, yang tahapannya sama dengan siklus terdahulu. Tidak ada ketentuan tentang berapa siklus harus dilakukan. Banyaknya siklus tergantung dari kepuasan peneliti sendiri, namun ada saran, sebaiknya tidak kurang dari dua siklus. Rincian kegiatan pada setiap tahapan adalah sebagai berikut: 1. Penetapan Fokus Permasalahan Sebelum suatu masalah ditetapkan/dirumuskan, perlu ditumbuhkan sikap dan keberanian untuk mempertanyakan, misalnya tentang kualitas proses dan hasil pembelajaran yang dicapai selama ini. Sikap tersebut diperlukan untuk menumbuhkan keinginan peneliti memperbaiki kualitas pembelajaran. Tahapan ini disebut dengan tahapan merasakan adanya masalah. Jika dirasakan ada hal-hal yang perlu diperbaiki dapat diajukan pertanyaan seperti di bawah ini: a. Apakah kompetensi awal siswa yang mengikuti pelajaran cukup memadai? b. Apakah proses pembelajaran yang dilakukan cukup efektif? c. Apakah sarana pembelajaran cukup memadai? d. Apakah hasil pembelajaran cukup berkualitas? e. Bagaimana melaksanakan pembelajaran dengan strategi inovatif tertentu? Secara umum karaktersitik suatu masalah yang layak diangkat untuk PTK adalah sebagai berikut. a. Masalah itu menunjukkan suatu kesenjangan antara teori dan fakta empirik yang dirasakan dalam proses pembelajaran. Apabila hal ini terjadi, guru merasa prihatin atas terjadinya kesenjangan, timbul kepedulian dan niat untuk mengurangi tersebut dan berkolaborasi dengan dosen/widyaiswara/pengawas untuk melaksanakan PTK. b. Masalah tersebut memungkinkan untuk dicari dan diidentifikasi faktor-faktor penyebabnya. Faktor-faktor tersebut menjadi dasar atau landasan untuk menentukan alternatif solusi. c. Adanya kemungkinan untuk dicarikan alternatif solusi bagi masalah tersebut melalui tindakan nyata yang dapat dilakukan guru/peneliti. Dianjurkan agar masalah yang dipilih untuk diangkat sebagai masalah PTK adalah yang memiliki nilai yang bukan sesaat, tetapi memiliki nilai strategis bagi keberhasilan pembelajaran lebih lanjut dan memungkinkan diperolehnya model tindakan efektif yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah serumpun. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk menguji kelayakan masalah yang dipilih antara lain seperti di bawah ini. a. Apakah masalah yang dirasakan secara jelas teridentifikasi dan terformulasikan dengan benar? b. Apakah ada masalah lain yang terkait dengan masalah yang akan dipecahkan? c. Apakah ada bukti empirik yang memperlihatkan nilai guna untuk perbaikan praktik pembelajaran jika masalah tersebut dipecahkan? d. Pada tahap selanjutnya dilakukan identifikasi masalah yang sangat menarik perhatian. Aspek penting pada tahap ini adalah menghasilkan gagasan-gagasan awal mengenai permasalahan aktual yang dialami dalam pembelajaran. Tahap ini disebut identifikasi permasalahan. Cara melakukan identifikasi masalah antara lain sebagai berikut. 1) Menuliskan semua hal (permasalahan) yang perlu diperhatikan karena akan mempunyai dampak yang tidak diharapkan terutama yang berkaitan dengan pembelajaran. 2) Memilah dan mengklasisfikasikan permasalahan menurut jenis/bidangnya, jumlah siswa yang mengalaminya, serta tingkat frekuensitimbulnya masalah tersebut. 3) Mengurutkan dari yang ringan, jarang terjadi, banyaknya siswa yang mengalami untuk setiap permasalahan yang teridentifikasi. 4) Dari setiap urutan diambil beberapa masalah yang dianggap paling penting untuk dipecahkan sehingga layak diangkat menjadi masalah PTK. Kemudian dikaji kelayakannya dan manfaatnya untuk kepentingan praktis, metodologis maupun teoretis. Setelah memperoleh sederet permasalahan melalui identifikasi, dilanjutkan dengan analisis untuk menentukan kepentingan. Analisis terhadap masalah juga dimaksud untuk mengetahui proses tindak lanjut perbaikan atau pemecahan yang dibutuhkan. Adapun yang dimaksud dengan analisis masalah di sini ialah kajian terhadap permasalahan dilihat dari segi kelayakannya. Sebagai acuan dapat diajukan antara lain pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana konteks, situasi atau iklim di mana masalah terjadi? 2) Apa kondisi-kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah? 3) Bagaimana keterlibatan masing-masing komponen dalam terjadinya masalah? 4) Bagaimana kemungkinan alternatif pemecahan yang dapat diajukan? 5) Bagaimana ketepatan waktu, dan lama atau durasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah? Analisis masalah dipergunakan untuk merancang tindakan baik dalam bentuk spesifikasi tindakan, keterlibatan peneliti, waktu dalam satu siklus, indikator keberhasilan, peningkatan sebagai dampak tindakan, dan hal-hal yang terkait lainya dengan pemecahan yang diajukan. Pada tahap selanjutnya, masalah-masalah yang telah diidentifikasi dan ditetapkan dirumuskan secara jelas, spesifik, dan operasional. Perumusan masalah yang jelas memungkinkan peluang untuk pemilihan tindakan yang tepat. Contoh rumusan masalah yang mengandung tindakan alternatif yang ditempuh antara lain sebagai berikut: 1) Apakah strategi pembelajaran menulis yang berorientasi pada proses dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis? 2) Apakah pembelajaran berorientasi proses dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran? 3) Apakah penyampaian materi dengan menggunakan LKS dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran? 4) Apakah penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPS? 2. Perencanaan Tindakan Setelah masalah dirumuskan secara operasional, perlu dirumuskan alternatif tindakan yang akan diambil. Alternatif tindakan yang dapat diambil dapat dirumuskan ke dalam bentuk hipotesis tindakan dalam arti dugaan mengenai perubahan yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Perencanaan tindakan memanfaatkan secara optimal teori-teori yang relevan dan pengalaman yang diperoleh di masa lalu dalam kegiatan pembelajaran/penelitian sebidang. Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesis dalam penelitian formal. Hipotesis tindakan umumnya dirumuskan dalam bentuk keyakinan tindakan yang diambil akan dapat memperbaiki sistem, proses, atau hasil. Hipotesis tindakan sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan dapat dicontohkan seperti di bawah ini: a. Strategi pembelajaran menulis yang berorientasi pada proses dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis. b. Pembelajaran berorientasi proses dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. c. Penyampaian materi dengan menggunakan LKS dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. d. Penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPS. Secara rinci, tahapan perencanaan tindakan terdiri atas kegiatan- kegiatan sebagai berikut: a. Menetapkan cara yang akan dilakukan untuk menemukan jawaban, berupa rumusan hipotesis tindakan. Umumnya dimulai dengan menetapkan berbagai alternatif tindakan pemecahan masalah, kemudian dipilih tindakan yang paling menjanjikan hasil terbaik dan yang dapat dilakukan guru. b. Mentukan cara yang tepat untuk menguji hipotesis tindakan dengan menjabarkan indikator-indikator keberhasilan serta instrumen pengumpul data yang dapat dipakai untuk menganalisis indikator keberhasilan itu. c. Membuat secara rinci rancangan tindakan yang akan dilaksanakan mencakup; (a) Bagian isi mata pelajaran dan bahan belajarnya; (b) Merancang strategi dan skenario pembelajaran sesuai dengan tindakan yang dipilih; serta (c) Menetapkan indikator ketercapaian dan menyusun instrumen pengumpul data. 3. Pelaksanaan Tindakan Pada tahapan ini, rancangan strategi dan skenario pembelajaran diterapkan. Skenario tindakan harus dilaksanakan secara benar tampak berlaku wajar. Pada PTK yang dilakukan guru, pelaksanaan tindakan umumnya dilakukan dalam waktu antara 2 sampai 3 bulan. Waktu tersebut dibutuhkan untuk dapat menyesaikan sajian beberapa pokok bahasan dan mata pelajaran tertentu. Berikut disajikan contoh aspek-aspek rencana (skenario) tindakan yang akan dilakukan pada satu PTK. a. Dirancang penerapan metode tugas dan diskusi dalam pembelajaran X untuk pokok bahasan : A, B, C, dan D. b. Format tugas: pembagian kelompok kecil sesuai jumlah pokok bahasan, pilih ketua, sekretaris, dll oleh dan dari anggota kelompok, bagi topik bahasan untuk kelompok dengan cara random, dengan cara yang menyenangkan. c. Kegiatan kelompok; mengumpulkan bacaan, melalui diskusi anggota kelompok bekerja/ belajar memahami materi, menuliskan hasil diskusi dalam OHP untuk persiapan presentasi. d. Presentasi dan diskusi pleno; masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya dalam pleno kelas, guru sebagai moderator, lakukan diskusi, ambil kesimpulan sebagai hasil pembelajaran. e. Jenis data yang dikumpulkan; berupa makalah kelompok, lembar OHP hasil kerja kelompok, siswa yang aktif dalam diskusi, serta hasil belajar yang dilaksanakan sebelum (pretes) dan setelah (postes) tindakan dilaksanakan. 4. Pengamatan/Observasi dan Pengumpulan Data Tahapan ini sebenarnya berjalan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada tahapan ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai peneliti) melakukan pengamatan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi/penilaian yang telah disusun. Termasuk juga pengamatan secara cermat pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu dan dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Data yang dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif (hasil tes, hasil kuis, presensi, nilai tugas, dan lain-lain), tetapi juga data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, mutu diskusi yang dilakukan, dan lain-lain. Instrumen yang umum dipakai adalah (a) soal tes, kuis; (b) rubrik; (c) lembar observasi; dan (d) catatan lapangan yang dipakai untuk memperoleh data secara obyektif yang tidak dapat terekam melalui lembar observasi, seperti aktivitas siswa selama pemberian tindakan berlangsung, reaksi mereka, atau pentunjuk-petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam analisis dan untuk keperluan refleksi. Sebagai contoh pada satu usulan PTK akan dikumpulkan data seperti: (a) skor tes essai; (b) skor kualitas (kualitatif) pelaksanaan diskusi dan jumlah pertanyaan dan jawaban yang terjadi selama proses pembelajaran; serta (c) hasil observasi dan catatan lapangan yang berkaitan dengan kegiatan siswa. Berdasarkan data-data yang akan dikumpulkan seperti di atas, maka akan dipakai instrumen; (a) soal tes yang berbentuk essai; (b) pedoman dan kriteria penilaian/skoring baik dari tes essai maupun untuk pertanyaan dari jawaban lisan selama diskusi; (c) lembar observasi guna memperoleh data aktivitas diskusi yang diskor dengan rubrik; dan (d) catatan lapangan. Data yang dikumpulkan hendaknya dicek untuk mengetahui keabsahannya. Berbagai teknik dapat dilakukan untuk tujuan ini, misalnya teknik triangulasi dengan cara membandingkan data yang diperoleh dengan data lain, atau kriteria tertentu yang telah baku, dan lain sebagainya. Data yang telah terkumpul memerlukan analisis lebih lanjut untuk mempermudah penggunaan maupun dalam penarikan kesimpulan. Untuk itu berbagai teknik analisis statistika dapat digunakan. 5. Refleksi Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan, berdasar data yang telah terkumpul, dan kemudian melakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan yang berikutnya. Refleksi dalam PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dan proses refleksi, maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi kegiatan: perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang sehingga permasalahan yang dihadapi dapat teratasi. E. Kesimpulan Penelitan tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat kasuistik dan berkonteks pada kondisi, keadaan dan situasi yang ada didalam kelas yang dilaksanakan untuk memecahka permasalahan-permasalahan yang terjadi guna meningkatkan kualitas pembelajaran didalam kelas. PTK bukan hanya bertujuan mengungkapkan penyebab dari berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi seperti kesulitan siswa dalam mempelajari pokok-pokok bahasan tertentu, tetapi yang lebih penting lagi adalah memberikan pemecahan masalah berupa tindakan tertentu untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Refleksi dalam PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dan proses refleksi, maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi kegiatan: perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang sehingga permasalahan yang dihadapi dapat teratasi. DAFTAR KEPUSTAKAAN Arikunto, Suharsimi dkk. Peneilitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bina Aksara, 2006. Departemen Pendidikan Nasional. Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian Tindakan Kelas Tahun Anggaran 2004 Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Penelitian Tindakan (Suatu Pengantar). Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, 2004. Jaedun, Amat. Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan. Makalah Pelatihan PTK Bagi Guru Di Propinsi DIY. Lembaga Penelitian UNY, 2008 K, Wihardit. Perencanaan Tindakan Kelas; Buku Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2003. Sukanti. Meningkatkan Kompetensi Guru Melalui Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol. VI. No. 1. Tahun 2008. Widayati, Ani. Penelitian Tindakan Kelas, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia. Vol. VI. No. 1. Tahun 2008
TAFSIR AS – SYA’RAWI 0leh : Dr. Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI, MA A. Pendahuluan Al-Qur’an adalah sumber utama atau sumber fundamental bagi agama Islam, ia disamping berfungsi sebagai petunjuk (hudan)-antara lain petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, Syari’ah, moral (akhlak) dan lain-lain,- juga berfungsi sebagai pembeda (furqan), (Qs:2:185), sehingga ia menjadi tolak ukur dan penolakan apa yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad. Berangkat dari kesadaran bahwa al-Qur’an memuat berbagai macam petunjuk yang paling lengkap bagi manusia, yang membenarkan dan mencakup wahyu-wahyu yang terdahulu (Qs:12:111), (Qa:10:37), (Qa:6: ll4), yang kedudukannya menempati posisi sentral dalam studi keislaman, maka lahirlah niatan dikalangan ummat Islam untuk mencoba memahami isi kandungan Al-Qur’an itu sendiri. Usaha untuk memahmi Al-Qur’an, inilah pada nantinyayang dikenal dengan aktivitas penafsiran (al-tafsir). Terkait dengan hasil karya para ulama berupa kitab tafsir, kalangan peminat studi Al-Qur’an (al-tafsir) mengenal istilah-istilah metode (al-manhaj), corak (al-laun), bahkan paradigma guna membantu untuk memilah, memahami dan menetapkan kategori tertentu terhadap suatu hasil karya tafsir. Paper ini berusaha mengkaji kitab tafsir kontemporer, yakni Tafsir al-Sya’rawi oleh Syekh Mutawalli, semoga keberadaan paper ini bermanfaat, amin. B. Pembahasan 1. Biografi al-Sya’rawi Nama Lengkap al-Sya’rawi adalah Muhammad bin Mutawalli atsya’rawi al-Husaini. Dilihat dari garis keturunan nasab bapaknya ia sampai kepada cucu Nabi Muhammad saw. yakni Imam Husaini bin Ali. Pada hari Ahad tanggal 17 Rabiul Tsani 1329 H/5 April 1911 M al-Sya’rawi lahir tepatnya di desa Daqadus Kecamatan Mit Gamir Kabupaten ad-Daqhiliyyah dan wafat pada tanggal 22 Syafar 1419 H berketetapan dengan tanggal 17 Juni 1998 M di Desa Daqadus. Ayahnya memberii gelar “Amin” dan gelar ini dikenal masyarakat di daerahnya.Beliau ayah dan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan bernama sami, Abdurrahim, Ahmad, Fatimah dan Salihah. Kitab Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi min al-Qaryah ila al-Amiyah (al-Mutawalli al-Sya’rawi dari desa ke dunia) menyebutkan bahwa, Syekh al-Sya’rawi dilahirkan dari keluarga pas-pasan, tidak kaya, tidak miskin, memiliki nasab yang terhormat yaitu ahl al-Bait.Hal ini sangat urgen untuk di garisbawahi karena tidak ada satupun penulis yang menyinggung bahkan bersentuhan dengan nasab beliau dan dikuatkan oleh pernyataan Syekh Muhammad Khalil al-Khatib : “ al-Sya’rawi adalah Sayyid al-Syarif Mutawalli al-Sya’rawi al-Husaini, nasab Ibunya dan ayah Ibunya berakhir pada Imam Husain bin Ali Karramallahu wajhah. Ketekunan al-sya’rawi dalam studi Al-Qur’an sudah nampak sejak kecil dimana sejak ia berusia ll tahun sudah hafal Al-Qur’an di bawah bimbingan gurunya Syekh Abd al-Majid pasya. Karenanya, tidak aneh ketika ia dewasa menjadi salah satu tokoh dalam bidang tarsir kontemporer abad 21. Sejak duduk di bangku sekolah menengah (setingkat SLTA atau MA di Indonesia) al Sya’rawi menekuni keilmuan bidang syair dan sastra Arab. Hal ini tampak ketika ia di angkat menjadi Ketua Persatuan Pelajar dan Ketua Persatuan Kesusastraan di daerah Zaqaziq. Kemudian pada tahun 1930-an merasakan bangku kuliah pada Fakultas Ushuluddin di Zaqaziq, dan setelah lulus pendidikan S1 pada tahun 1936 ia melanjutkan studi (setingkat S2) mengambil konsentrasi Bahasa Arab pada Universitas al-Azhar dan lulus pada tahun 1941 dengan predikat cum laude. Kemudian setelah itu, ia melanjutkan ke jenjang doctoral pada tahun 1943 memperoleh gelar Alamiyat (Lc sekarang) dalam bidang bahasa dan sastra Arab. Setelah menyelesaikan studinya tersebut, al-Sya’rawi menghabiskan hidupnya dalam dunia pendidikan, yakni sebagai tenaga pengajar pada beberapa perguruan tinggi di kawasan Timur Tengah (midle countries), antara lain: al-Azhar Tanta, al-Azhar Iskandariyyah, Zaqaziq, Universitas Malik lbn Abdul Aziz Makkah, Universitas al-Anjal Arab Saudi, Universitas Ummul Qura Makkah, dan lain-lain. Selian mengajar, al-Sya’rawi juga mengisi kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, seperti menjadi Khatib, mengisi kegiatan ceramah (da’i), mengisi pengajian tafsir al-Qur’an yang di siarkan secara langsung (mubasyarah, live) melalui layar televisi di Mesir. Sembilan belas tahun sebelum al-Sya’rawi meninggal dunia pada tahun 1998, tepatnya pada tahun 1980 ia mendapatkan gelar akademiknya yang terakhir berupa gelar Doktor Honoris Causa. Setelah menamatkan pendidikannya di Azhar Kairo, ia kemudian mendapat beberapa jabatan.Adapun karir yang ia tekuni adalah guru di sekolah al-Azhar tanta, kemudian ia di mutasi ke sekolah al-Azhar di Iskandariyah dan kemudian di kampong halamannya di Zaqzaziq.Lambat laun karirnyapun menanjak diangkat menjadi dosen jurusan Tafsir-Hadist di Fakultas Syariah Universitas al-Malik Abdul Azis di Makkah pada tahun 1951 M selama 9 tahun. Pada tahun 1960 M, ia diangkat menjadi wakil sekolah al-Azhar di Tanta, dan memangku jabatan direktur dalam bidang pengembangan dakwah Islam pada departemen wakaf pada tahun 1961 M kemudian pada tahun 1962 M, al-Sya’rawi diangkat menjadi pengawas pengembangan bahasa Arab di al-Azhar dan ditunjuk sebagai asisten pribadi Grand Syekh Hasan Makmun pada tahun 1964 M. Pada tahun 1966 M, al-Sya’rawi mengikuti program ekspedisi al-Azhar ke Aljazair pasca kemerdekaan negeri ini.al-Sya’rawi sangat berjasa kepada pemerintah Aljazair dalam menghilangkan sisa-sisa imprealisme Prancis dengan meletakkan kaidah-kaidah baru dalam bahasa Arab. Pada tahun 1976 M, al-Sya’rawi di pilih oleh Pimpinan Kabinet Mamduh Salim sebagai Menteri Wakaf dan pada tanggal 26 Oktober 1977 M, ia ditunjuk kembali menjadi Menteri Wakaf dan Menteri Negara yang berkaitan dengan al-Azhar dalam cabinet yang di bentuk oleh Mamduh Salim.Pada tanggal 15 Oktober 1978 M, ia diturunkan dengan hormat dalam formatur cabinet yang dibentuk oleh Mustofa Khalil, kemudian ia di ditunjuk menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Universitas “al-Syu’ub al-Islamiyah al-Arabiyyah” namun al-Sya’rawi menolak.Pada tahun 1980 M al-Sya’rawi diangkat sebagai anggota MPR akan tetapi ditolaknya jabatan strategis itu.Atas jasa-jasa al-Sya’rawi selama ini, pada tahun 1983 M al-Sya’rawi mendapat penghargaan dan lencana dari Presiden Husni Mubarak dalam bidang pengembangan ilmu dan budaya pada acara peringatan hari lahirnya al-Azhar yang ke-1000. Riwayat hidup al-Sya’rawi ini memberikan pelajaran berharga yang harus diteladani, yakni kesungguhan dan perjuangannya dalam bidang pendidikan, khususnya dalam bidang studi tafsir al-Qur’an. Selain itu, dari riwayat hidupnya tampak bahwa ia adalah orang yang ahli dalam bidang tafsir al-Qur’an dan dalam bidang dakwah, dan terakhir seorang yang mumpuni dalam bidang bahasa dan sastra Arab yang dalam asumsi penyusun sangat mempengaruhi karya tafsirnya Tafsir al-Sya’rawi. 2. Karya-karya al-Sya’rawi Menurut Ahmad al-Marsi Husain Jauhar, al-Sya’rawi tidak pernah bergumul dalam kegiatan tulis menulis, ia lebih menikmati bahasa lisan dari pada bahasa tulisan. Karenanya al-Sya’rawi berpendapat bahwa bahasa lisan merupakan bahasa yang efisien sehingga tidak menunggu seseorangu ntuk membeli dan membacab uku, selain itu, dengan perantara bahasa lisan seseorang dapat langsung melakukan dialog tanpa harus dibatasi. Meskipun demikian, ceramah-ceramah al-Sya’rawi kemudian ditulis dalam bentuk karya buku oleh para murid-murid maupun para pengikutnya, antara lain: dalam bidang tafsir dan al-Qur’an, kitab MuJizaat al-Qur’aan, al-Qur’aan al-Kariam Mu’jizaat al-Kariam, al- Muntakhab fi Tafsir al-Qur’aan al-kariam, Tafsir al-Sya’rawi, Khawaatlir Hlaul al-Qur’aan, al-Syaitan wa al-Insaan, Nadlarat fia al-Qur’aan, Asraar Bismillahinahman al-Rahim, al-Ayat al-Kauniyyah wa Dalalahrh’ala Wujudillah Ta’ala, dan lain-lain. Al-Syekh Muhammad al-Sya’rawi mengatakan di saat ia berkunjung ke rumahnya di Fayoum : “sesungguhnya Syekh tidak menuliskan buku-buku yang beredar di pasaran, hanya saja inti pembahasan buku-buku tersebut sama dengan inti pemikiran Syekh dan beliau mengkaji ulang buku-buku tersebut”. Suplemen Majalah al-Azhar menyebutkan beberapa karangan Imam Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi dicetak dibawah naungan dan bimbingannya sebagai contoh adalah tafsir al-Sya’rawi.Namun sebagian karangannya diubah menjadi formasi audio visual pasca permintaan izin darinya.Dalam hal ini Syekh al-Sya’rawi tidak melakukan revisi apapun, akan tetapi beliau mengembalikannya kepada hati nurani. Dalam bidang Teologi, al-Islam Ra’simaliyyah wa al-Syua’iyyah, Fadaya al-Islam, ‘Aqidah al-Muslim, Syubhat wa al-Abati al Khasum al- Islam wa al-Riddah ‘Alaihi, dan lain-lain. Dalam bidang Hukum Islam antara lain: al-Fataawaa, 100 as’Suaal wa al-Jawab fia Fiqh al-Islam, al-Hajj al-Akbar; Hukum Asrar al-’Ibadah dan lain-lain. Dalam bidang Dakwah, al-Qada wa al-Qadar, Haz Huwa al-Islam, Isra’ wa al-Mi’raj, dan lain-lain. Dalam bidang sosial-budaya terdapat karya ‘Ala ‘Aidah al-Fikr al-Islam, al-Islam al-Fikr al-Mu’asirah. Lembaga yang berhak menerbitkan karangan al-Sya’rawi menurut Ahmad al-Mutawalli al-Sya’rawi adalah Akhbar al-Yauwm dan Maktabah al-Turasa al-Islami di bawah naungan ‘Abdullah Hajjah.Akan tetapi penerbitan ini tidak terlepas dari pengawasan majma al-Sya’rawi al-Islami.Jadi dua lembaga inilah yang memiliki wewenang untuk mempublikasikan karangannya, namun sangat di sayangkan pengawasan tidak ekstra ketat, karena tidak sedikit penerbit memalsukan kitab-kitab itu.Dilain pihak pengawasan pihak yang berwenang sangat lemah dan pengarang tidak mendapatkan perlindungan atas hak-haknya. 3. Tafsir al-Sya’rawi; Isi, Sistematika, Metode, dan Karateristiknya Nama Tafsir al-Sya’rawi diambilkan dari nama asli pemiliknya yakni al-Sya’rawi. Menurut Muhammad ‘Ali Iyazi judul yang terkenal dari karya ini adalah Tafsir al-Sya’rawi Khawatir al-Sya’rawi Haula al-Qur’an al-Karim. Pada mulanya, tafsir ini hanya diberi nama Khawatir al- Sya’rawi yang dimaksudkan sebagai sebuah perenungan (Khawatir) dari diri al-Sya’rawi terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang tentunya bisa saja salah dan benar. Kitab ini merupakan hasil kreasi yang dibuat oleh murid al- Sya’rawi yakni Muhammad al-Sinrawi, ‘Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramahy ang dilakukan al- Sya’rawi.S ementarait u, hadis-hadisy ang terdapatd i dalamk itab Tafsir al-Sya’rawi di takhrij oleh Ahmad ‘Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yaum Idaraha l-Kutub wa al-Maktabahp adat ahun 1991 (tujuh tahun sebelum al-Sya’rawi meninggal dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya’rawi ini merupakan kumpulan hasil-hasil pidato atau ceramah al-Sya’rawi yang kemudian di edit dalam bentuk tulisan buku oleh murid-muridnya. Adapun d ilihat dari isi dan sistematikanya, tampak bahwa kitab ini terdiri dari 18 jilid yang dapat digambarkan dalam tabel berikuti ini: Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka tafsir ini tidak memuat dari surah Luqmaan hingga surah an-Nas atau dari pertengahan Juz 2l hingga akhir Juz 30 dalam al-Qur’an. Sementara itu, dilihat dari metodenya, Tafsir al-Sya’rawi ini susah untuk di petakan. Sebab, tafsir ini merupakan tafsir bi al-lisan atau tafsir sauti hasil pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan). Dengan demikian tafsir ini tidak ditulis dalam bentuk tulisan ilmiah. Namun, secara umum tafsir ini menggunakan metode gabungan arfizra tahlili dan tematik. Dengan kata lain al-Sya’rawi menggunakan metode tahllilia yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu dan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan penafsir, kemudian ia menjelaskan dengan menggunakan metode dan pendekatan tematik, yakni membahas ayat-ayat al-Qur’an dalam sebuah tema yang teratur. Dalam hal ini Usman Abd al-Rahim al-Qamihi menyimpulkan metode dan langkah-langkah yang ditempuh al-Sya’rawi dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an, yakni : 1. Dalam tafsir ini memuat perenungan-perenungan dan pandangan-pandangan yang tajam. 2. Mengandung tafsir maudu’i, yakni dalam membahas ayat al-Qur’an ia mencoba mengkajinya pada satu tema. 3. Tafsir ini merupakan Tafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis). 4. Al-Sya’rawi adalah orang yang ahli dalam bahasa dan sastra Arab, maka ia selalu beranekat dari analisa bahasa ketika menafsirkan sebuah ayat. 5. Berusaha menyingkap Fasahah al-Qur’an i (kehebatan al-Qur’an) dan rahasia sistematikanya. 6. Tujuan dari tafsir ini adalah untuk perbaikan sosial (al-islah) alijtimaa’ i), moral, dan tarbawia (pendidikan). 7. Menyingkap ayat-ayat hukum dan melihat asbab an-nuzual-nya. 8. Menggabungkan antara pendalaman dan kesederhanaan dalam menafsirkan dan menyampaikannya. 9. Menggunakan metode Analisis dan Tematik, dan berusaha menghubungkan antara ayat (munasabah al-ayat). 10. Terkadang bemuansa sufistik. I l. Menggunakan gaya bahasa (uslub), retoris-dialogis (al-mantiqi aljadali). 12. Menyingkap penemuan-penemuan ilmiah dalam al-Qur’an. Sampai di sini dapat dikatakan bahwa karakteristik dari kitab Tafsir al- Sya’rawi adalahTafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis), dengan pembahasan yang luas, tidak terikat oleh satu metode tertentu dalam metodologi tafsir al-Qur’an. Sementara itu, secara umum corak dari kitab tafsir ini adalah adabi ijtima’i yakni sosial kemasyarakatan, progresif untuk melakukan perubahan dan perbaikan kehidupan sosial yang lebih baik. Dikatakan secara umum, karena tafsir ini tidak menekankan corak, melainkan menekankan pengungkapan “ruh” al- Qur’an sebagai sumber hidayah bagi umat manusia. 4. Contoh Tafsir dan Komentar Para Ulama Terhadap Tafsir al-Sya’rawi Beragamnya metode dan langkah yang ditempuh dalam Tafsir al- Sya’rawi sebagaimana disimpulkan oleh ‘Usman Abd al-Rahim al- Qamih}ia maka dalam hal ini penyusun hanya akan memberikan satu contoh penafsiran terkait dengan penafsiran ilmiah. Hal ini tampak ketika al-Sya’rawi menafsirkan Qs. Al-Kahfi (18): 18. “Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka”. (QS. l8:18). Menurut al-Sya’rawi istilah “membolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri” merupakan isyarat dari Tuhan terkait dengan tata cara tidur yang lama dan sehat. Karena, tidak aneh jika terdapat dokter yang menyarankan pasiennya untuk membolak-balikkan badannya ke kanan dan kiri ketika sedang tidur supaya terjauhkan dari penyakit kudis, dan tidak terjadi penyumbatan urat darah di bawah kedua tumit dan sebagainya. Sementara itu, terkait dengan komentar para ulama atau tokoh secara umum memberikan penilaian dan komentar yang positif, mrk. Menurut Ahmad Bahjat al-Sya’rawi adalah mufasir kontemporer yang mampu menafsirkan al-Qur’an dengan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh khalayak umum. Hal yang sama datang dari Yusuf al- Qardawi, menurutnya al-Sya’rawi adalah ahli al-Qur’an, seorang yang dikaruniai pemahamana l-Qur’an dan rahasia-rahasianya serta pandangan-pandangan yang memiliki pengaruh luas di kalangan masyarakat. Abdul Fattah al-Fawi, dosen Falsafah di Universitas Dar “Ulum Kairo mengatakan bahwa Syekh al-Sya’rawi bukanlah seorang yang tekstual, beku di hadapan nash, tidak terlalu cenderung ke akal, tidak pula sufi yang hanyut dalam ilmu kebatinan, akan tetapi beliau menghormati nash, memakai akal dan terpancar darinya keterbukaan dan kekharismatikannya. Senada pandangan tersebut diatas, Yusuf Qordhawi memandang bahwa al-Sya’rawi sebagai penafsir yang handal.Penafsirannya tidak terbatas pada ruang dan waktu, tetapi juga mencakup kisi-kisi kehidupan lainnya, bahkan dalam kesehariannya ia terkesan mengandung sufisme kendati sebagian orang menentang kehidupan sufi ia tetap bersikukuh dengan prinsip hidupnya. Kecenderungan al-Sya’rawi pada tafsir tidak menjadikan ia lupa dengan kepiawiannya dalam mengambil kesimpulan hokum fiqh atas realita kehidupan sehingga tidak jarang ia mengeluarkan hokum berdasarkan dalil syar’I dan logis.Akhirnya kontribusi al-Sya’rawi dalam berbagai bidang ilmu tidak perlu di ragukan lagi, karenanya tidak sedikit pengikut dan pengagumnya merasa kehilangan ketika al-Sya’rawi wafat. Abdurrahman al-Najjar diretur Dewan Masjid pada Kementerian Wakaf mengatakan bahwa Syekh al-Sya’rawi memiliki zauq yang khas dalam membaca al-Qur’an al-Karim dan pemahaman bahasa Arab suatu kekhususan yang memperlihatkan kepadanya ide-ide dan makna-makna yang tidak terlintas dalam fikiran dan hati para mufassirin lainnya. C. KESIMPULAN Model Tafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis), dengan pembahasan yang luas, tidak terikat oleh satu metode tertentu dalam metodologi tafsir al-Qur’an ketika mengungkap “ruh” al-Qur’an sebagai sumber hidayah bagi perubahan dan perbaikan kehidupan sosial adalah salah satu karakteristik yang dimiliki oleh tafsir Tafsir al-Sya’rawi ini. DAFTAR PUSTAKA Abd al- Hayy al- Farmawi Al- Bidāyah fi Tafsir Maudhuʹi, Dirasah Manhajiah Maudhu’iah. Terj. Suryan Al- Jamrah. Metode Tafsir Maudui: Statu Pengantar, Yakarta: LsiK, 1994. Abdul Mustaqim, Aliran- aliran Tafsir, Madzhab Tafsir dari periode Klasik ingá Kontemporer, Yogyakarta: Kreasi Wacana , 2005. Bahrus Shafa, “ Syekh Mutawalli al- Sya’rawi” dalam www.bahrusshofa.blogspot.com.Akses ,15 Januari 2012. Lihat juga Happis basha,”al-Sya’raawi”, dalam www.ydim.com.Akses 8 April 2009.Diposkan oleh ISLAMUNA di 08:12 Ibn Manssur, Lisān al-Arab, Beirut: Dār Sadhr .t.t Istibsyaroh, Hak- hak Perempuan Relasi Jender Menurut Tafsir al-Sya’rawi, Yakarta: Teraju,2004. M. Quraish CIAV, Membumikan Al- Qur’an, Membumikan Al- Qur’an Fungís dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994. Mohd Rumaizuddin Ghazali, Jejak Ulama: Syekh Muhammad Mutawalli al- Muhammad ‘Alia Iyazi, Al- Mufassiruan Hayaatuhum wa Manhajuhum, t.tp.: Muassasah al- Tiba’ah wa an- Nasr Wizarahas\-S\aqafah wa al- Irisad al-Islami, 1312 H. Muhammad al- Sinrawi dan ‘Abd al- Waris al-Dasuqi, Tafsir al- Sya’rawi Khawatir al-Sya’rawi Haula Al- Qur’an al- Karim, Mesir: Akhbar al-Yaum Idarah al- Kutub wa al- Maktabah, 1991. Sya’raawia (1991-1998); Tokoh Tafsir Mesir Abad 21” dalam www.abim.org.Akses, 15 Januari 2012. Usman Abd al- Rahim al- Qamihi, “Sual al- Tafsir al- Syekh Muhammad Mutawalli al- Sya’rawi” dalam www.tafsir.org.Akses tanggal 15 Januari 2012.