RUNNING TEXT
Rabu, 15 Maret 2017
DINAMIKA KEAGAMAAN, SOSIAL POLITIK DAN INTLEKTUAL PERIODE DINASTI ABBASIYAH
0leh
Dr.Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI, MA
I. Pendahuluan
Masa kenabian yang hanya kurang lebih 23 tahun lamanya, telah mewariskan kepemimpinan yang dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin.Setelah masa Khulafaurrasyidin berlalu, kepemimpinan Islam beralih kepada sistim kekhalifahan yang bercorak kepada kesukuan atau yang lebih dikenal dengan bani atau dinasti.Setelah wafat khalifah yang keempat yaitu Ali Ibn Abi Talib maka beralihlah kesistim kedinastian.Adapun dinasti yang pertama adalah dinasti Umayyah yang berkuasa cukup lama dan setelah runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah, kekuasaan berpindah tangan kepada Bani Abbasiyah. Untuk pertama kalinya dinasti ini dipimpin oleh para Khalifah yang cerdas dan kuat, seperti al-Mansur, al-Rasyid dan al-Ma’mun, sehingga dinasti ini mampu bertahan selama berabad-abad.1
Dinasti Abbasiyah mewarisi wilayah kekuasaan dari Bani Umayah yang sangat luas. Perluasan wilayah pada masa Umayyah ini, menjadi salah satu embrio perkembangan peradaban Islam pada masa dinasti ini. Dinasti Abbasiyah telah melewati fase-fase sejarah dan mengukir nama dalam lembaran sejarah sebagai dinasti yang telah membawa dunia Islam ke era keemasan.2 Pada era ini kernajuan di bidang ekonomi, politik, sosial, militer dan ilmu pengetahuan berhasil diraih. Islam benar-benar berada pada puncak keemasan, kemuliaan, kekayaan, kemajuan, kekuasaan serta peradaban yang sangat tinggi.3 Kemajuan Peradaban Abbasiyah sebagiannya disebabkan oleh stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi kerajaan ini, pusat kekuasaan Abbasiyah berada di Baghdad.4
Diawali dengan jatuhnya Bani Umayyah dan dilanjutkan dengan Bani Abbasiyah, maka dalam makalah yang sederhana ini penulis akan membahas tentang “DINAMIKA KEAGAMAAN, SOSIAL POLITIK DAN INTLEKTUAL PERIODE DINASTI ABBASIYAH “.
B. PENDIRIAN DINASTI ABBASIYAH
Daulah Abbasiyah adalah daulat (Negara) yang melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani Abbas), paman Nabi Muhammad saw. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas as-Saffah.5 Sebelum Abbas memeluk agama Islam, pernah membantu Nabi Muhammad saw dalam peristiwa Baitul Aqabah kedua, kemudian ia memeluk Islam menjelang Fathul Makkah serta menampakkan kegigihannya membela Islam dalam peperangan Hunain. Bani Abbas semula mendukung pengembalian khilafah kepada keturunan Ali. Sebagaimana diketahui khalifah pertama dari Daulah Bani Abbsyiah adalah Abdullah Abul Abbas as-Saffah, memerintah tahun 132 H/750 M, tetapi usaha dan klaim Bani Abbsyiah untuk menduduki jabatan khalifah sebenarnya jauh sebelum masa hidup as-Saffah. Sebagian sejarawan mengatakan klaim itu sudah dimulai sejak masa hidup kakeknya bernama Ali bin Abdullah bin al-Abbas bin Abdul Muthalib.6
Sejarah peralihan Kekuasaan dari Daulah Umayyah kepada Daulah Abbasiyah bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan lslam berada di tangan mereka karena mereka adalah keluarga Nabi SAW yang terdekat, tuntutan itu sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi baru menjelma menjadi gerakan ketika Bani Umayyah naik takhta dengan mengalahkan Ali bin Abi Thalib dan bersikap keras terhadap Bani Hasyim.7
Propaganda Abbasiyah dimulai ketika Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) menjadi khalifah Daulah Umayyah. Umar memimpin dengan adil, ketentraman dan stabilitas negara memberi kesempatan kepada gerakan Abbasiyah untuk menyusun dan merencanakan gerakannya yang berpusat di al-Humaymah. Pemimpinnya waktu itu adalah Ali bin Abdullah bin Abbas, seorang zahid, dia kemudian digantikan oleh anaknya Muhammad yang memperluas gerakan. Dia menetapkan tiga kota sebagai pusat gerakan yaitu: al-Humaymah sebagai pusat perencanaan dan organisasi, Kufah sebagai kota penghubung, dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis.8 Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah ini dapat dibagi atas beberapa periode berdasarkan ciri, pola perubahan struktur pemerintahan dan struktur sosial politik rnaupun tahap perkembangan peradaban yang telah dicapai, secara umum kekuasaan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi atas 4 periode.9
a. Periode Awal (750 – 847 M)
Masa ini diawali sejak Abul Abbas As-safah (132-136 H/750-759 M) diangkat menjadi Khalifah pertama dan berlangsung selarna satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Wasiq (232 H/ 847 M ), masa ini dianggap sebagai zaman keemasan Abbasyiah antara lain karena keberhasilannya dalam memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaan periode ini membentang dari lautan atlantik hingga sungai Indus, dan dari Laut Kaspia hingga ke Sungai Nil.
b. Periode Lanjutan (847 – 945 M)
Periode ini djawali dengan meninggalnya khalifah al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihi bangkit memerintah (847 – 932 M). Sepeninggal al-Wasiq, al-Mutawakkil (847 – 861 M) naik menjadi khalifah. Masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki. Orang-orang Turki memegang jabatan penting di pemerintahan. Mereka sernula dibawa oleh Khalifah al-Mu'tasim dan bermukim di Baghdad. Penduduk Ibu Kota umumnya tidak menyukai mereka sehingga al-Mu tasim memindahkan mereka ke sebuah kota yang sengaja dibangun buat mereka, yaitu kota Samarra, sebuah kota yang terletak disebelah utara Baghdad. Periode ini ditandai dengan persaingan antara kekuatan Militer di Baghdad dan militer di Samarra, bahkan antar kelompok dimasing-masing kota.
c. Peniode Buwaihi (945 -1055 M)
Masa ini dimulai dengan bangkitnya Bani Buwaihi hingga rnunculnya Bani Seljuk. Kekuasaan buwaihi menyebar sampai ke Irak dan Persia Barat sementara itu, Persia Timur, Transoksania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniyah, beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak 869 M, Dinasti Fatimiah berdiri di Mesir. Untuk beberapa lama dinasti ini juga mengontrol sebagian besar wilayah Suriah dan seluruh wilayah di sebelah barat Mesir dan bahkan sebagian mereka mendirikan dinasti yang merdeka. Meskipun begitu Dinasti Buwaihi tetap cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih mengusai Baghdad yang merupakan pusat Dunia Islam dan lokasi kediaman Khalifah Abbasiyah.
d. Periode Seljuk (1055-1258 M)
Masa ini diawali ketika Suku Seljuk mengambil alih pemerintahan dan mengondol kekhalifahan Abbasyiah pada tahun 447 H/ 1055 M. masa Seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258M, ketika balatentara Mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh Dunia Islam terutama bagian timur. Suku Seljuk tidak selamanya mendominasi kekuasaan, karena khalifah Abbasiyah belakangan berhasil membebaskan diri dari Seljuk.
PENGUASA ABBASIYAH DI IRAK10
No Nama Khalifah Gelar Lama Pemerintahan Dibawah Dominasi
1 Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah 132-137H/750-754M Turki
2 Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad al-Mansur 137-159H/754-775M Turki
3 Muhammad bin Abdullah bin Muhammad al-Mahdi 159-169H/775-785M Turki
4 Musa bin Muhammad bin Abdullah al-Hadi 169-170H/785-786M Turki
5 Harun bin Muhammad bin Abdullah al-Rasyid 170-194H/786-809M Turki
6 Muhammad bin Harun bin Muhammad al-Amin 194-198H/809-813M Turki
7 Abdullah bin Harun bin Muhammad al-Ma’mun 198-218H/813-833M Turki
8 Muhammad bin Harun bin Muhammad al-Mu’tasim 218-227H/883-842M Turki
9 Harun bin Muhammad bin Harun al-Wasiq 227-232H/842-847M Turki
10 Ja’far bin Muhammad bin Harun al-Mutawakkil 232-247H/847-861M Turki
11 Muhammad bin Ja’far al-Mutawakkil al-Muntasir 247-248H/861-862M Turki
12 Ahmad bin Muhammad al-Mu’tashim al-Musta’in 248-252H/862-866M Turki
13 Muhammad bin Ja’far al-Mutawakkil al-Mu’taz 252-256H/866-869M Turki
14 Muhammad bin Harun al-Watsiq al-Muhtadi 256-257H/869-870M Turki
15 Ahmad bin Ja’far al-Mutawakkil al-Mu’tamid 257-279H/870-892M Turki
16 Ahmad bin Talhab bin Ja’far al-Mu’tadid 279-290H/892-902M Turki
17 Alin bin Ahmad al-Mu’tadhid al-Muktafi 290-296H/902-908M Turki
18 Ja’far bin Ahmad al-Mu’tadhid al-Muqtadir 296-320H/908-932M Turki
19 Muhammad bin Ahmad al-Mu’tadhid al-Qohir 320-323H/932-934M Turki
20 Muhammad bin Ja’far al-Mu’tadir ar-Radi 323-329H/934-940M Turki
21 Ibrahim bin Ja’far al-Mu’tadir al-Muttaqi 329-333H/940-944M Turki
22 Abdullah bin Ali al-Mu’tafi al-Muktakfi 333-335H/944-946M Turki
23 Al-Fadhi bin Ja’far al-Mu’tadir al-Muti 335-364H/946-974M Buayhi
24 Abdul Karim ibnul Fadhi al-Muthi al-Ta’i 364-381H/974-991M Buayhi
25 Ahmad bin Ishaq Ibnul Muqtadir al-Qadir 381-423H/991-1031M Buayhi
26 Abdullah bin Ahmad al-Qadir al-Qa’im 423-468H/1031-1075M Buayhi
27 Abdullah bin Muhammad ibnul Qaim al-Muktadi 468-487H/1075-1094M Saljuk
28 Ahmad bin Abdullah al-Mu’tadi al-Mustazhir 487-512H/1094-1118M Saljuk
29 Al-Fadhi bin Ahmad al-Mustazhir al-Mustarshid 512-530 H/1118-1135M Saljuk
30 Manshur ibnul Fadhi al-Mustarsyid ar-Rashid 530-531H/1135-1136M Saljuk
31 Muhammad bin Ahmad al-Mustazhir al-Muqtafi 531-555H/1136-1160M Saljuk
32 Yusuf bin Ahmad al-Mu’tafi al-Mustanjid 555-566H/1160-1170M Saljuk
33 Al-Hasan bin Yusuf al-Mustanjid al-Mustadi 566-576H/1170-1180M Saljuk
34 Ahmad Ibnul Hasan al-Mustadhi an-Nasir 576-622H/1180-1225M Saljuk
35 Muhammad bin Ahmad an-Nashir az-Zahir 622-623H/1225-1226M Saljuk
36 Manshur bin Muhammad az-Zhahir al-Mustansir 623-640H/1226-1242M Saljuk
37 Abdullah bin Manshur al-Mustanshir al-Muta’sim 640-656H/1242-1258M Saljuk
III. DINAMIKA KEAGAMAAN
Dari persfektif keagamaan, dinasti Abbasiyah mencapai masa kemajuan dan keemasan gerakan penerjemahan di tandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu keIslaman.Di bidang ilmu agama, era Abbasiyah mencatat di mulainya sistematisasi beberapa cabang keilmuan seperti tafsir, Hadist dan Fiqh.Khusus sejak tahun 143 H, para ulama mulai menyusun buku-buku dalam bentuknya yang sistematis baik di bidang Tafsir, Hadist dan Fiqh.
Diantara Ulama tersebut yang terkenal adalah Ibn Jurayj (Wafat 150 H)yang menulis kumpulan hadistnya di Mekah, Malik ibn Anas (Wafat 171 H) yang menulis Al-Muwattha’nya di Madinah, Al-Awza’i di wilayah Syam, ibn Abi ‘Urubah dan Hammad ibn Salamah di Basrah, Ma’mar di Yaman, Sufyan al-Tsauri di Kufah, Muhammad ibn Ishaq (wafat 151 H) yang menulis buku sejarah (Al-Maqhazi), Al-Layts ibn Sa’ad (wafat 175 H) serta Abu Hanifah.
Pada masa Dinasti Abbasiyah ini Tafsir mengalami kemajuan dan ilmu tafsir ini menjadi ilmu mandiri yang terpisah dari ilmu Hadist.Buku Tafsir lengkap dari al-Fatihah sampai an-Nas juga mulai di susun dengan rapi.Menurut catatan Ibn al-Nadim yang pertama kali melakukan penyusunan tafsir lengkap adalah Yahya bin al-Daylami atau yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Farra.Menurut catatan Ibn al-Nadim bahwa Abdul al-Razzaq ibn Hammam al-San’ani (wafat 211 H) yang hidup sezaman Al-Farra juga telah menyusun sebuah kitab tafsir yang lengkap.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Penerjemahan buku-buku asing dan produksi buku-buku dari segala bidang ilmu (naqli dan aqli) adalah bentuk perkembangan peradaban. Pada masa dinasti ini.13 Memuncaknya peradapan Islam juga terlihat dari lahirnya ilmuwan yang mampu menciptakan ilmu dengan kemampuan diri sendiri bahkan sering membantah dan membatalkan teori ilmu yunani.14
Ilmu Fiqh juga mengalami kemajuan yang pesat, pada zaman ini sejarah juga mencatat di mana para tokoh yang di sebut sebagai empat imam mazhab fiqh hidup pada era tersebut yaitu Abu Hanifah (wafat 150 H), Malik bin Anas (wafat 179 H), Al-Syafi’I (wafat 204 H) dan Ahmad ibn Hambal (wafat 241 H).
Selanjutnya tidak jauh berbeda dengan perkembangan yang dialami oleh ilmu Tafsir dan ilmu Fiqh, ilmu Hadist juga mengalami masa penting khususnya terkait dengan sejarah penulisan hadist-hadist Nabi yang memunculkan tokoh-tokoh yang telah di sebutkan diatas seperti Ibn Jurayj, Malik Ibn Anas, juga al-rabi ibn Sabih (wafat 160 H) dan Ibn al-Mubaraq (wafat 181 H).Pada awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan hadist Nabi dalam bentuk musnad.Diantara tokoh yang menulis musnad itu adalah Ahmad Ibn Hambal, ‘Ubaidullah ibn Musa al-Absy al-Kufi, Musaddad ibn Musarhad al-Basri, Asad ibn Musa al-Amawi dan NU’aym ibn Hammad al-Khuzai.
Perkembangan penulisan hadist berikutnya pada masa dinasti Abbasiyah ini di mulai pada pertengahan abad ketiga.Muncul ahli-ahli hadist yang bias dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah penulisan hadist, yakni munculnya kecenderungan penulisan hadist yang di dahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadist-Hadist sahih dari yang dhoif (lemah) sebagaimana yang telah dilakukan oleh Al-Bukhori (wafat 256 H), Imam Muslim (wafat 261 H), Ibn Majah (wafat 273 H), Abu Daud (wafat 275 H), Al-turmuzi (wafat 279 H) dan An-Nasa’I (wafat 303 H).
Kesimpulannya adalah bahwa semua aspek mengalami kemajuan pada masa awal dari dinasti Abbasiyah ini, baik dibidang politik, ekonomi, maupun peradaban. Tentunya kemajuan-kemajuan ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor. Disini penulis hanya mencantumkan taktor-faktor pendukung kemajuan yang penulis rasa paling menonjol dan yang mewakili aspek-aspek tersebut.
IV.SOSIAL POLITIK
Kemajuan yang diraih oleh Dinasti Abbasiyah berangkat dari penyebab jatuhnya dinasti Ummayah pelajaran berharga ini akhirnya memberi inspirasi untuk membuat beberapa kebijakan-kebijakan baru (tentunya kebijakan-kebijakan tersebut berbeda dengan kebijakan-kebijakan pada masa Dinasti Umayyah) oleh Dinasti Abbasiyah dalam rangka menjalankan kepemimpinannya yaitu:
1. Adanya suatu strategi yang berilian yaitu dengan menerapkan kembali prinsip-prinsip kesataraan, keadilan dan persaudaraan (musawah, adalah dan ukhuwah)
Strategi ini dianggap penting mengingat masyarakat yang sangat bervariasi latar belakang suku dan rasnya, maka dengan prinsip ini berubahlah pola pikir masyarakat, dari pola pikir yang simbolik menjadi pola pikir yang berwawasan ukhuwah Islamiah. Makna ukhwah Islamiyah pada masa ini juga mengalami perluasan makna yaitu: persaudaraan tidak hanya kepada masyarakat muslim semata tetapi pada masyarakat non muslim, hingga pada prinsip ini terciptalah egaliterian.15 dalam masyarakat. Prinsip egaliter ini merupakan salah satu strategi jitu bagi Abbasiyah untuk menjaga kelanggengan dinastinya selama kurun waktu yang cukup lama.16 Dengan kata lain tidak ada lagi stratifikasi sosial yang mencolok seperti yang terjadi pada masa Dinasti Ummayah dulu, yakni tiada perbedaan lagi antar mawalli17 dengan orang arab asli.
2 Pembentukan ketentaraan professional
Sebelumnya belum ada tentara khusus yang professional seperti ini.18 Abbasiyah rmelepaskan privilise19 kemiliteran bangsa arab dan menumbuhkan sebuah kelcuatan militer baru yang direkrut dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga mereka harus loyal kepada dinasti semata dan tidak pada kepentingan kesukuan atau kasta tertentu serta menggaji mereka.20 Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah berhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional, bukan hanya cakap dalam peperangan akan tetapi mampu bagaimana mempertahankan dan mengamankan negara sehingga stabilitas negara dapat terjaga. Dengan kondisi pemerintahan yang mantap konsentrasi tidak lagi hanya pada bidang politik semata tetapi juga dapat diarahkan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan bidang lainnya.21
3. Adanya perbaikan pada sektor-sektor perekonomian pada masa khalifah al-Mahdi)
Upaya yang dilakukan adalah dengan mempermudah transportasi jalur perdagangan yaitu dengan dibangunnya stasiun kafilah dagang dan tersedianya air yang cukup pada tempat tersebut. Adanya kuda-kuda yang tangguh untuk mempermudah dan mempercepat layanan pos. Ditingkatkannya armada dagang dari teluk Persia dan Teluk Aden ke pesisir India dan wilayah Asia Tenggara, sehingga perdagangan eropa sangat tergantung sekali pada pedagang-pedagang muslim yang berkedudukan di pesisir Laventine dan pesisir Afrika Utara. Perbaikan tidak hanya pada penyediaan fasilitas fisik saja namun fasilitas keamanan dan kenyamanan juga, sehingga mendukung kelancaran lalu lintas pedagang dan tentunya menambah income yang sangat besar bagi perbendaharaan negara (bait a-mal).22 Dengan banyaknya uang kas negara tentunya dapat meningkatkan bidang lainnya seperti perindustrian pertanian dan lain sebagainya.
4. Adanya Asimilasi23 dalam Dinasti Abbasiyah
Berpartisipasinya unsur-unsur non Arab (terutama bangsa Persia)24 pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Saat itu bangsa-bangsa non arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan berdaya guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam pertimbangan ilmu pengetahuan alam dalam Islam. Kontak antara Persia dengan Abbasiyah dimulai ketika Ibu kota negara dipindahkan Dari Damaskus ke Baghdad. Perpindahan ibu kota ini memberikan pengaruh yang besar terhadap masuknya budaya-budaya Persia ke dalam dunia Islam saat itu. Pengaruh Persia ini sangat kuat dibidang pemerintahan,25 seperti sakralisasi khalifah Abbasiyah yang mengklaim bahwa mereka adalah bayangan Allah di muka bumi ini (innama ana sultan Allah fi ardhihi) adalah mencontoh Dari budaya Persia.26 Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam kedokteran, ilmu matematika dan astronomi Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.27 Madrasah-madrasah perpustakaan-perpustakaan mulai didirikan sebagai fasilitas dari pengembangan peradaban ini, seperti universitas Nizamiyyah di Baghdad, Nisabur, Balkh, Heart, dan lain-lain.
Dari faktor-faktor pendukung kemajuan Dinasti Abbasiyah maka hasil yang di peroleh adalah Islam berada pada puncak peradaban dunia. Peradaban Islam adalah peradaban yang paling maju sehingga banyak para mahasiswa dari Eropa dan belahan dunia lainnya yang datang untuk belajar diberbagai perguruan tinggi yang didirikan umat Islam.29 Baghdad sebagai ibukota negara menjadi kota yang tiada bandingannya diseluruh dunia.30 Baghdad menjadi pusat metropolitan dan kosmopolitan. Sebagai pusat kegiatan ekonomi Baghdad tumbuh menjadi kota besar bagi perdagangan Internasional dan sangat produktif dengan sejumlah industri yang menghasilkan tekstil, sutra, kertas dan berbagai hasil industri lainnya.31
V.INTLEKTUAL
Para Intlektual pada masa dinasti Abbasiyah sangat bergairah untuk menuntut ilmu pengetahuan dari berbagai sumber.Mereka mengawali penjelajahan intlektualnya dengan menterjemahkan sejumlah besar karya-karya klasik Persia, Yunani, India, Sanksekerta dan Syiria dalam berbagai disiplin ilmu.
Kemajuan yang dicapai oleh umat Islam di era dinasti Abbasiyah tidak hanya sebatas pada ilmu-ilmu agama saja yang biasa diistilahkan dengan ulum naqhliyah melainkan disertai dengan ilmu-ilmu sains dan tekhnologi (ulum aqhliyah).Bahkan jika dicermati, kemajuan sains dan tekhnologi di dunia Islam mendahului perkembangan ilmu filsafat yang juga berkembang pesat.Hal ini bias jadi merupakan buah dari kecenderungan bangsa Arab saat itu lebih mengutamakan penerjemahan buku-buku sains yang memiliki implikasi kemamfaatan secara langsung bagi kehidupan mereka (dzat al-atsar al maddi fi hayatihim) dibanding buku-buku oleh fikir (filsafat).
Kemajuan para intlektual Islam pada masa dinsti Abbasiyah banyak memberikan sumbangan yang besar dan sangat berharga bagi kehidupan dunia Islam pada khususnya.Sumbangan yang besar bagi peradaban manusia modern dan sejarah ilmu pengetahuan masa kini terutama dalam bidang matematika misalnya Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi (194-266 M) sang pencetus ilmu algebra, algoritma salah satu cabang matematika.32
Astronomi juga merupakan ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslim era Abbasiyah dan didukung langsung oleh khalifah Al- Mansur yang juga sering disebut sebagai seorang astronom. Penelitian di bidang Astronomi oleh kaum muslimin dimulai pada era Al- Mansur ketika Muhammad ibn Ibrahim al- Farazi menerjemahkan buku “ Siddhanta” ( yang berarti pengetahuan melaliu matahari) dari Bahasa Sanskerta ke bahasa Arab.
Pada era Harun Al- Rasyid dan Al- Ma’mun sejumlah teori- teori astronomi kuno dari Yunani direvisi dan dikembangkan lebih lanjut. Tokoh astrnom muslim yang terkenal pada era Abbasiyah antara lain Al- Khawarizmi, Ibn Jabir Al- Battani (w.929), Abu Rayhan al- Biruni (w. 1048) serta Nasir al- Din al- tusi (w. 1274).
Sedangkan Ilmu Fisika telah dikembangkan oleh Ibn Al- Haytsam atauyang dikenal di Barat dengan sebutan Alhazen. Beliau pula yang mengembangkan teori- teori awal metodologi sains ilmiyah melalui eksperimen (uji coba). Untuk itu beliau diberi gelar sebagai the real founder of physics. Ibn al- Haytsam juga dikenal sebagai bapak ilmu optic, serta penemu teori tentang fenomena pelangi dan gerhana.
Dibidang Ilmu Kimia era Abbasiyah mengenal nama- nama semisal Jabir ibn Hayyan ( atau Geber di Barat) yang menjadi pioner ilmu kimia modern. Selain itu Abu Bakar Zakariya al- Razi yang pertama kali mampu menjelaskan pembuatan asam garam ( sulphuric acid) dan alcohol. Dari para pakar kimia muslim inilah sejumlah ilmuwan Barat seperti Roger Bacon yang memperkenalkan metode empiris ke Eropa dan Isaac Newton banyak belajar.
Dalam bidang kedokteran muncul tokoh- tokoh seperti Hunain ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal sebagai dokter ahli di bidang penyakit mata dan penerjemah buku-buku pengetahuan dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab, Ibnu Sina (980-1036 M) karyanya yang terkenal al-Qonun fi at Tibb dan dijadikan buku-bukunya sebagai pedoman kedokteran bagi universitas di Eropa dan Negara-negara Islam,al- Kindi yang pertama kali mendemonstrasikan penggunaan ilmu hitung dan matematika dalam dunia medis dan farmakologi. Atau juga Al- Razi (809-873 M) yang menemukan penyakit cacar ( small pox) dan lain- lain. Disebut pula, sebagai bukti lain yang menggambaran kemajuan ilmu kedokteran era Abbasiyah, bahwa pada zaman Khalifah Al- Muqtadir Billah terdapat sekitar 860 orang yang berprofesi sebagai dokter.
Disamping kemajuan beberapa disiplin ilmu sains sebagaimana yang telah dipaparkan diatas umat Islam era Abbasiyah juga mengalami kemajuan ilmu dibidang ilmu lainnya seperti biologi, geografi, arsitektur dan lainnya yang tidak dapat dijelaskan seluruhnya dalam makalah ini.
Zaman keemasan Dinasti Abbasiyah juga mencatat penemuan- penemuan dan inovasi penting yang sangat berarti bagi manusia. Salah satu di antaranya adalah pengembangan teknologi pembuatan kertas. Kertas yang pertama kali ditemukan dan digunakan dengan sangat terbatas oleh bangsa China berhasil dikembangkan oleh umat muslim dinasti Abbasiyah, setelah teknologi pembuatan dipelajari melalui tawanan perang dari Cina yang berhasil ditangkap setelah meletus Perang Talas. Setelah itu kaum muslim berhasil mengembangkan teknologi pembuatan kertas tersebut dan mendirikan pabrik kertas di Samarkand dan Baghdad. Hingga pada tahun 900 M di Baghdad terdapat ratusan percetakan yang mempekerjakan para tukang tulis dan penjilid untuk membuat buku. Perpustakaan- perpustakaan umum saat itu mulai bermunculan, termasuk perpustakaan peminjaman buku pertama sepanjang sejarah. Dari Baghdad teknologi pembuatan kertas kemudian menyebar hingga Fez dan akhirnya masuk ke Eropa melalui Andalusia pada abad 13 M.
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak masa Daulah Umayyah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama Bahasa Yunani dan Persia ke dalam Bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan di utus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalarn berbagai bidang ilmu terutarna filsafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata negara dan sastra.32
Pada masa ini matematika dan astronomi juga berkembang. Karya Claudius Ptolemaeus (ahli astronomi sekitar 100-178). Megale Syntaxis, diterjemahkan atas perintah khalifah al-Ma'mun oleh al-Hajaj bin Yusuf, yang sebelumnya juga menghadiahkan terjemahan kitab Elements karya Euclides (ahli matematika sekitar 300 SM) kepada khalifah Harun ar-Rasyid. Pengetahuan umat Islam dalam bidang ini juga diperkaya dengan warisan ilmu dari India.34
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini merupakan kelanjutan dari institusi serupa di masa Imperium Sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy.35 Namun, berbeda dari institusi pada rnasa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbaiyah, institusi ini diperluas penggunaanya. Pada masa Harun ar-Rasyid, institutisi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Hazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Sejak 815 M, al-Ma'mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini, Baitul al-Hikmah dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium dan bahkan Etiopia dan India.
VIL PENUTUP
Dari keseluruhan isi materi makalah yang diatas, maka penulis dapat menulis beberapa kesimpulan yaitu :
1. Masa kemajuan dinasti Abbasiyah diraih mulai periode pertama dari masa kekhalifahannya Abdul Abbas Abdullah bin Muhammad (132-137 H/750-754 M) sampai dengan khalifah yang terakhir yaitu Abdullah bin Manshur al-Mustanshir (640-656 H/1242-1258 M) berhasil mengantarkan kemajuan peradaban mencapai puncak keemasannya dengan berbagai macam aspek baik di bidang politik, sosial, agama maupun keintlektualan sains dan tekhnologi.
2. Politik yang stabil, ekonomi yang makmur serta peradaban yang tinggi berhasil diwujudkan. Islam menjadi pusat peradaban dunia dan menjadi tolak ukur kemajuan bagi pemerintahan dunia saat itu.
3. Kemajuan yang berhasil diraih ini tidak berlangsung lama. Cikal bakal kemunduran dimulai terlihat terutama dalam bidang politik yang akhirnya berdampak pada aspek ekonomi. Namun tidak demikian halnya yang terjadi dengan aspek peradaban. Peradaban Islam terus mengalami kejayaan meski disaat dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran yang sangat drastic.
4. Dinasti Abbasiyah tidak lagi dipimpin oleh orang-orang yang kuat dan cerdas. Kemajuan yang mereka raih cenderung membuat mereka terbuai dalam sifat-sifat yang buruk. Akhirnya meski mereka tetap menjadi khalifah akan tetapi roda pemerintahan tidak berada di tangan mereka. Dengan kata lain mereka dikendalikan oleh golongan-golongan yang sedang berkuasa pada saat ini, mereka tidak lebih seperti wayang atau boneka yang dikendalikan oleh Wayangnya.
5. Akibat dari sering terjadi pergolakan di daerah-daerah yang mengakibatkan memicu daerah-daerah lain yang dipimpin oleh pengusa yang kuat untuk memerdekakan diri atau dikenal dengan masa disintegrasi. Wilayah kekuasaan dinasti ini pun semakin sempit. Bahkan kekuasaan dinasti ini hanya ada di Baghdad saja.
DAFTAR BACAAN
Ali K. Sejarah Peradaban lslam (Tarikh Pra Modern. Terj. Ghufron A Mas'adi. Cet. 2. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam, Media Eka Sarana, Jakarta, 2003
Brockelmann, Carl. History of The Islamic Poeples. London: Rout Ladge and Hagen Paul, 1982.
Hasan, Ibrahim. Tarikh al-lslami al-Siyasi wa al-Dini wa al-Tsiqafi wa al-Ijtima'i. juz 2. Beirut: Daar al-Jiil, 1991.
Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Hitti, Philip K. History of The Arabs; Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Cet.1. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005.
Islam. Dewan Redaksi Ensiklopedi. Ensiklopedi Islam, Jilid 1. Cet. 4. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Kartono, Kartini. Kamus Lengkap Psikologi, Cet 3, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Kebudayaan, Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III. Cet.1. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam, Terj. Ghufron A. Mas'adi. Cet. 2. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Mahmudunnasir, Syed. Islam Its Concept and Hitorys, Terj. Adang Affandi. Cet. 3. Bandung. Remaja Rosdakarya, 1999.
Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barator; Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah. Cet. 1. Surabaya: Risalah Gusti, 1995.
N.Abbas Wahid, dkk, Khasanah Sejarah Kebudayaan Islam, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2008.
Qardhawi, Yusuf, Meluruskan Sejarah Umat Islam, Terj. Cecep Taufiqurrahman. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. ed. 1.
Shiddiqi, Nouruzzaman. Tamaddun Muslim, Cet. 1. Jakarta: Bulan Bintag 1986.
Styzewska, BojenaGajane. Tarikh al-Daulat al-lslamiyah,Beirut: Maktab al-Tijari,tt.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik Perkembangan llmu Pengetahuan Islam, Cet. I. Bogor: Kencana, 2003.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. terj. Muhammad Labib Ahmad. Cet. 9. Jakarta: al-Husna Zikra, 1997.
Al-Wakil, Muhammad Sayyid. Wajah Dunia Islam, Terj. Fdhli Bachri. Cet. 1. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998.
Watt, W. Montgomery. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dan Tokoh Orientalis, Terj. Hartotno Hadikusumo. Cet. 1. Yogjakarta: Tiara Wacana, 1990.
www.pesantrenonline.com.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Cet.3. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Zaidan, Jurji. Historyr of Islamic Civilization, New Delhi: Khitab Bhavan, 1978.
Al-Zuhaili, Wahbah. Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban, Yogjakarta: Dinamika, 1996.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ancur
BalasHapus