BAB II
TEORI TENTANG PENGARUH MANAJEMEN KEPALA MADRASAH TERHADAP KUALITAS
PENDIDIKAN
A.
Kualitas Manajemen Kepala Madrasah
Secara bahasa manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola,
mengurus, menata, mengatur, dan mengendalikan. Dengan demikian, manajemen dapat
diterjemahkan menjadi pengelola, penataan, pengurusan, pengaturan dan
pengendalian.[1]
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia manajemen diartikan sebagai penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.[2]
Dalam Encyclopedia of
the Social Science dijelaskan bahwa
manajemen adalah proses, dimana pelaksanaan suatu tujuan tertentu,
diselenggarakan dan diawasi. Newman dan Terry mengemukakan bahwa manajemen adalah fungsi
yang berhubungan dengan hasil tertentu, melalui orang lain. Sedangkan Balai
pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada merumuskan bahwa manajemen
adalah segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu.[3]
Pada umumnya yang sekarang terjadi adalah orang-orang
cenderung berpendapat bahwa manajemen itu sebagai ilmu, dimaksudkan agar seseorang
yang belajar manajemen tidak menjadikannnya menjadi sesuatu yang pasti. Malayu S.P. Hasibuan mengatakan: manajemen adalah ilmu dan
seni mengatur proses pemamfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.[4]
Sondang P. Siagian mengungkapkan bahwa manajemen adalah seni memperoleh hasil
melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain.[5]
Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala
Sekolah/ Madrasah disebutkan bahwa :
Kepala sekolah/
madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman
kanak-kanak/ raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB),
sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB),
sekolah menengah pertama/ madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah
pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/ madrasah aliyah (SMA/MA),
sekolah menengah kejuruan/ madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah
menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional
(SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional
(SBI).[6]
Dengan demikian dapat diartikan bahwa
manajemen kepala madrasah merupakan proses pelaksanaan tujuan madrasah yang
dilaksanakan dan diawasi oleh kepala madrasah
dengan menggunakan potensi yang ada dalam madrasah dengan semaksimal mungkin sehingga
menemukan tujuan dengan sebaik-baiknya.
Seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/
madrasah tidak dilakukan secara acak atau semacamnya, akan tetapi memiliki
ketentuan-ketentuan tertentu yang harus dipenuhi. Syarat-syarat guru yang
diberi tugas tambahan Sebagai kepala sekolah/ madrasah adalah :
1.
Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan
khusus.
2.
Persyaratan umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi :
a.
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
b.
memiliki kualifikasi akademik paling
rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan
perguruan tinggi yang terakreditasi;
c.
berusia setinggi-tingginya 56 (lima
puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala
sekolah/madrasah;
d.
sehat jasmani dan rohani berdasarkan
surat keterangan dari dokter Pemerintah;
e.
tidak pernah dikenakan hukuman disiplin
sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f.
memiliki sertifikat pendidik;
g.
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali
di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB)
memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
h.
memiliki golongan ruang
serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru
bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
i.
memperoleh nilai amat baik untuk unsur
kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam
daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis
DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
j.
memperoleh nilai baik untuk penilaian
kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
3.
Persyaratan khusus guru yang diberi
tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah meliputi:
a.
berstatus sebagai guru pada jenis atau
jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang
bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah;
b.
memiliki sertifikat kepala
sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya
sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan
Direktur Jenderal.
4.
Khusus bagi guru yang diberi tugas
tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah Indonesia luar negeri, selain memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) butir a dan b juga harus memenuhi
persyaratan khusus tambahan sebagai berikut:
a.
memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun sebagai kepala sekolah/madrasah;
b.
mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris
dan atau bahasa negara dimana yang bersangkutan bertugas;
c.
mempunyai wawasan luas tentang seni dan
budaya Indonesia sehingga dapat mengenalkan dan mengangkat citra Indonesia di
tengah-tengah pergaulan internasional.[7]
Dalam konsep operasional manajemen memiliki rangkaian yang saling
terkait satu sama lainnya. Manullang mengatakan bahwa manajemen adalah suatu
proses rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang orang dan
sumber daya organisasi lainnya. Proses proses manajemen tersebut antara lain :
(1) Perencanaan; (2) Pengorganisasian; (3) Pengarahan; dan (4) Pengendalian[8].
1.
Perencanaan
Kesuksesan
organisasi adalah mencapai tujuan yang telah disusun oleh manajer pada periode
awal membentuk organisasi. Perencanaan
adalah sebuah proses di mana seorang manajer memutuskan tujuan, menetapkan aksi
untuk mencapai tujuan (strategi) itu,
mengalokasikan tanggung jawab untuk menjalankan strategi kepada orang tertentu,
dan mengukur keberhasilan dengan membandingkan tujuan.
Sebelum mengetahui lebih lanjut
tentang perencanaan terlebih dahulu mengenal perbedaan visi, misi, nilai dasar,
dan tujuan. Misi, visi, nilai dasar dan tujuan adalah titik awal dari
perencanaan strategi. Keempat hal ini
mengatur konteks landasan dari suatu proses dan untuk menjalankan sesuatu serta
unit perencana yang tertanam dalam suatu organisasi. Perbedaan misi
menggambarkan tujuan dari suatu organisasi sedangkan visi menggambarkan
keinginan untuk masa depan, seringkali
digambarkan dengan jelas, menggugah, singkat oleh manajer suatu
organisasi.
Perencanaan (planning)
meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk mencapai tujuan
tersebut. Perencanaan telah dipertimbangkan sebagai fungsi utama manajemen dan
meliputi segala sesuatu yang manajer kerjakan. Di dalam perencanaan, manajer
memperhatikan masa depan, mengatakan “Ini adalah apa yang ingin kita capai dan
bagaimana kita akan melakukannya”.
Membuat keputusan biasanya menjadi bagian dari perencanaan
karena setiap pilihan dibuat berdasarkan proses penyelesaian setiap rencana. Perencanaan
penting karena banyak berperan dalam menggerakan fungsi manajemen yang lain.
Contohnya, setiap manajer harus membuat rencana pekerjaan yang efektif di dalam
kepegawaian organisasi termasuk dalam organisasi pendidikan.
Menurut
istilah, manajemen mengacu pada proses pelaksanaan aktifitas yang diselesaikan
secara efisien dengan melalui pendayagunaan orang lain.[9]
Menurut Sudjana manajemen merupakan rangkaian berbagai kegiatan wajar yang
dilakukan seseorang berdasarkan norma- norma yang telah ditetapkan dan dalam
pelaksanaannya memiliki hubungan dan saling keterkaitan dengan yang lainnya.
Hal tersebut dilaksanakan oleh orang atau beberapa orang yang ada dalam
organisasi dan diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan tersebut.[10]
Harold
Koontz dan Cyril O’Donel dalam manajemen Pendidikan oleh Tim Dosen UPI
mendefenisikan manajemen sebagai usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui
kegiatan orang lain melalui koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan
pengendalian.[11]
Dalam
penerapannya, peranan manajemen sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen.
Fungsi-fungsi inilah yang menjadi inti dari manajemen itu sendiri. Fungsi
tersebut merupakan proses yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang
terlibat dalam organisasi dan termasuk yang menentukan berhasil atau tidaknya
kinerja manajemen.[12]
Dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien itulah, menajemen harus difungsikan sepenuhnya pada setiap organisasi,
baik organisasi, industri, perbankan, maupun pendidikan. Fungsi-fungsi
menajemen tersebut terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling), dan pengevaluasian (evaluating). Paling tidak kelima fungsi
tersebut dianggap sudah mencukupi bagi aktivitas dan sumber daya material
melalui kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi.[13]
Perencanaan
merupakan tindakan awal dalam aktivitas manajerial pada setiap organisasi.
Karena itu, perencanaan akan menentukan adanya perbedaan kinerja (perpormance) satu organisasi dengan
organisasi lain dalam pelaksanaan rencana untuk mencapai tujuan. Mondy
dan Premeaux dalam syafaruddin menjelaskan bahwa perencanaan merupakan
proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkan dalam
kenyataan.[14]
Berarti di dalam perencanaan akan ditentukan apa yang akan dicapai dengan
membuat rencana dan cara-cara melakukan rencana untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan para menejer di setiap level manajemen. Jika perencanaan dilakukan
dengan pendekatan 5 W + 1 H, maka proses perencanaan tersebut harus dapat
menjawab lima pertanyaan pokok, yaitu (1) apa yang akan dikerjakan dalam satu
kurun waktu tertentu? (2) siapa yang bertanggungjawab untuk melakukan, dan
kepada siapa bertanggung jawab? (3) prosedur, mekanisme dan metode kerja yang
bagaimana yang akan diberlakukan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut agar
terintegrasi dengan baik? (4) adakah penjadwalan kegiatan yang jelas dan harus
ditaati? (5) dan apa alasan yang benar-benar data dipertanggungjawabkan tentang
mengapa berbagai kegiatan harus dilaksanakan?[15]
Kedudukan kepala madrasah sangat menentukan dalam proses
pendidikan yang di laksanakan di madrasah serta dalam pencapaian tujuan
pendidikan baik tujuan instruksional, tujuan kurikuler, ataupun tujuan
institusional. Di dalam prakteknya peran kepala madrasah dalam melaksanakan
proses pendidikan akan terlihat dari aktivitas/penampilannya dalam melaksanakan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan kata lain semua itu akan nampak
dari manajemen yang diterapkan sebagai kepala madrasah. Manajemen merupakan sebuah
proses kerjasama untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan orang lain
untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan.
Dalam ajaran Islam, Allah Swt memerintahkan agar umat manusia
agar senantiasa mempersiapkan diri dengan perencanaan yang matang, penetapan
tujuan, membuat strategi dan memiliki program yang baik dalam menghadapi hari
esok yang lebih baik. Kemampuan kepala madrasah melaksanakan manajemen
pengembangan sumber daya manusia termanifestasi dari firman Allah Swt dalam
qur’an surat al-Hasyr ayat 18:
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
öÝàZtFø9ur
Ó§øÿtR
$¨B
ôMtB£s%
7tóÏ9
(
(#qà)¨?$
©!$#.
¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Hasyr (58):
18).[16]
Ayat tersebut di atas menjadi insfirasi bagi pengelola madrasah
untuk menggunakan manajemen yang dapat meningkatkan kualitas madrasah. Makna
memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok adalah beraktivitas dengan
keimanan yang benar sehingga dengan aktivitas yang didasarkan pada niat yang
baik dan keimanan yang benar, para pengelola madrasah mendapatkan nilai
kebaikan dari Allah swt.
Ada
suatu pendekatan yang logis terhadap perencanaan meliputi langkah-langkah :
a. Memperhatikan lingkungan polotis, ekonomis, dan kompetitif di masa datang.
b. Visualisasi peranan yang dikehendaki dari pada organisasi didalam
lingkungan ini.
c. Merasakan kebutuhan-kebutuhan dan keperluan.
d. Menentukan perubahan-perubahan dalam kebutuhan dan keperluan-keperluan
kelompok lain yang berkepentingan (pemegang saham, pegawai, penawar, pembeli)
e. Mengembangkan sarana yang luas, tujuan-tujuan, rencana-rencana yang akan
mengarahkan usaha-usaha seluruh organisasi.
f. Menterjemahkan perencanaan yang luas ini kedalam usaha-usaha fungsional
atas dasar yang lebih terperinci, riset, perencanaan dan pengembangan,
produksi, distribusi, dan pelayanan.
g. Mengembangkan perencanaan lebih terperinci dan kontrol atas penggunaan
sumber-sumber dalam tiap-tiap wilayah fungsional selalu dihubungkan dengan
usaha perencanaan yang menyeluruh.[17]
Sejalan
dengan itu Stoner sebagaimana dikutif oleh
H. Engkoswara dan Aan Komariah, Manajemen merupakan proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha peranggota organisasi
dan pengguna sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.[18]
Selanjutnya Dale yang dikutip oleh Pirdata yang mengutip
beberapa pendapat ahli tentang pengertian tentang menajemen, merincikan bahwa
menajemen adalah:
a. Mengelola orang-orang
b. Pengambilan keputusan
c. Proses pengorganisasian dan memakai sumber-sumber untuk menyelesaikan
tujuan yang sudah ditentukan
d. Pendapat pertama merupakan penanganan terhadap para anggota organisasi,
sedangkan pendapat kedua dan ketiga mencakup para anggotanya dan materi.
Individu dan materi termasuk dana diatur dan diarahkan, kemudian diputuskan
aturan-aturan dan hasil arahan itu untuk mencapai tujuan organisasi.[19]
Pengertian lain adalah hanya menekankan pengaturan personil
seperti pendapat pertama diatas, yaitu kelompok khusus individu yang tugasnya
mengarahkan usahanya kearah tujuan-tujuan melalui aktivitas-aktivitas
menggerakkan orang lain, sesuatu kegiatan memimpin, atas dasar sesuatu yang
telah diputuskan terdahulu.[20]
Mengenai menajemen
menurut Terry dalam Syafaruddin menjelaskan: “ menagement is performance of
conceiving and achieving desired results by means of group efforts consisting
of utilizing human talent and resource”.[21]
Pendapat ini dapat dipahami bahwa menajemen adalah kemampuan
mengarahkan dan mencapai hasil yang diinginkan dengan tujuan dari usaha- usaha
manusia dan sumber daya lainnya. Hersey dan Blanchard mengemukakan menajemen
adalah proses bekerja sama antara individu dan kelompok serta sumber daya
lainnya dalam mencapai tujuan organisasi adalah sebagai aktivitas menajemen.
Reeser berpendapat bahwa menajemen adalah pemanfaatan sumber daya fisik dan
manusia melalui usaha yang terkoordinasi dan diselesaikan dengan mengerjakan
fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pengarahan dan
pengawasan.
Dari pengertian diatas,
menajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkordinasikan berbagai
sumber daya pendidikan seperti guru/dosen, sarana dan prasarana pendidikan
seperti perpustakaan, laboratorium, untuk mencapai tujuan dan sasaran
pendidikan. Tujuan pendidikan sebagaimana tertuang pada Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 4,
antara lain dirumuskan:
“Pendidikan nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertqwa terhadapap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.[22]
Sasaran pendidikan secara
makro sebagaimana yang terdapat dalam lembaga-lembaga pendidikan dapat
diklasifikasikan pada beberapa hal, antara lain sisi pengetahuan (kognitif), pengembangan
keterampilan/kemampuan (motorik) dan pembentukan sikap (apektif). Sasaran mikro ini kemudian
diterjemahkan dalam berbagai bentuk sasaran mikro yang dapat diukur secara
rinci dan spesifik berupa apa yang diharapkan dari hasil belajar mengajar.
Salah satu sasaran yang dapat diukur untuk sasaran kognitif adalah nilai hasil akhir belajar Ujian Nasional. Untuk
sasaran motorik, terkait dengan apa yang telah dihasilkan oleh siswa, sedangkan
untuk sasaran afektif, terkait dengan perubahan sikap/prilaku siswa setelah
proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, pendidikan pun memerlukan adanya manajemen
pendidikan. Pendidikan merupakan pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan
yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara
pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam
perencanaan. Sedangkan pengendalian pendidikan
dimasukkan untuk menjaga agar penyelenggara pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan
semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah
kepada pencapaian tujuan pendidikan. Semua hal pokok tersebut ditujukan untuk
menghasilkan yang optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan
pendidikan. Oleh karena itu, manajemen pendidikan dalam perkembangannya
memerlukan apa yang dikenal dengan Good
Menagement Practice untuk
pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, Good menagement practice dalam pendidikan masih merupakan suatu hal
yang ekslusif. Banyak penyelenggaraan pendidikan yang beranggapan bahwa manajemen
pendidikan bukanlah suatu hal yang penting, karena kesalahan persepsi yang
menganggap bahwa domain manajemen adalah bisnis.
Dalam merumuskan perencanaan kerja madrasah, kepala madrasah harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Madrasah membuat:
1)
Rencana kerja jangka
pendek, menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu
empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan
komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;
2)
Rencana kerja Tahunan
yang dinyatakan dalam rencana kegiatan dan anggaran madrasah dilaksanakan
berdasarkan jangka menengah.
b.
Rencana kerja jangka
menengah dan tahunan madrasah:
1)
Disetujui rapat dewan
pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite madrasah. Pada madrasah
swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh penyelenggara madrasah/Yayasan.
2)
Dituangkan dalam
dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak terkait.
c.
Rencana kerja empat
tahun dan tahunan disesuaikan dengan persetujuan rapat dewan pendidik dan
pertimbangan komite madrasah;
d.
Rencana kerja tahunan
dijadikan dasar pengelolaan madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas;
e.
Rencana kerja tahunan
memuat ketentuan yang jelas mengenai: kesiswaan, kurikulum dan kegiatan
pembelajaran; pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; sarana
dan prasarana; keuangan dan pembiayaan; budaya dan lingkungan madrasah; peran
serta masyarakat dan kemitraan; rencana kerja lain yang mengarah kepada
peningkatan dan pengembangan mutu.
Hal
penting lain dalam perencanaan adalah perencanaan sumber daya manusia,
perencanaan terhadap orang-orang yang akan menjadi mitra bagi pimpinan (manajer) dalam menjalankan semua
aktifitas organisasi. Manullang mengatakan:
“Perencanaan Sumber Daya Manusia adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan
secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan”[23].
Andrew E Sikula mengatakan bahwa:
“Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan
sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan
kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”[24].
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
perencanaan sumber daya manusia merupakan proses penyusunan dan penentuan
rencana kebutuhan tenaga kerja yang sesuai dengan rencana organisasi.
Manullang
mengatakan: dalam hal ini terdapat paling sedikit sembilan manfaat yang
dapat dipetik melalui perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM), yakni :
a.
Organisasi dapat memanfaatkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam perusahaan secara lebih baik
b.
Melalui perencanaan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang matang, efektivitas kerja juga dapat ditingkatkan apabila
Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah ada sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
c.
Produktivitas dapat lebih
ditingkatkan apabila memiliki data tentang pengetahuan, pekerjaan, pelatihan
yang selalu diikuti oleh Sumber Daya Manusia (SDM).
d.
Perencanaan Sumber Daya Manusia
(SDM) berkaitan dengan penentuan kebutuhan tenaga kerja dimasa depan, baik
dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk mengisi berbagai jabatan dan
menyelenggarakan berbagai aktivitas baru.
e.
Salah satu segi Manajemen Sumber
Daya Manusia (MSDM) yang dewasa ini dirasakan semakin penting ialah penanganan
informasi ketenagakerjaan.
f.
Berdasarkan bahan yang diperoleh
dan penelitian yang dilakukan untuk kepentingan perencanaan Sumber Daya Manusia
(SDM), akan timbul pemahaman yang tepat tentang situasi pasar kerja dalam arti
:
1)
Perminatan pemakai tenaga kerja
atas tenaga kerja dilihat dari segi jumlah, jenis, kualifikasi dan lokasinya.
2)
Jumlah pencari pekerjaan beserta
bidang keahlian, keterampilan, latar belakang profesi, tingkat upah atau gaji
dan sebagainya.
g.
Rencana Sumber Daya Manusia (SDM)
merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang mengangi
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam perusahaan.
h.
Mengetahui pasar tenaga kerja.
i.
Acuan dalam menyusun program
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)[25].
Perencanaan
sumber daya manusia yang dilakukan perusahaan/ organisasi merupakan proses yang
dilakukan oleh manajemen untuk menentukan bagaimana perusahaan/ organisasi
melanjutkan dan atau meningkatkan gerakannya kearah yang lebih baik, perencaan
sumber daya manusia yang efektif mencakup:
a.
Perencanaan Kepegawaian.
Merupakan identifikasi jumlah
Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi pada
waktu mendatang.
b.
Perencanaan Program.
Merupakan hal yang menyangkut
pengkoordinasian program-program untuk memenuhi rencana kepegawaian dalam
bidang personalia yang berbeda.[26]
Perencanaan sumber daya manusia tidak dapat berlangsung
begitu saja. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar perencanaan dapat
berjalan sesuai dengan tujuan perusahaan. Hal pertama yang harus
dilakukan adalah mengadakan inventarisasi tenaga kerja, yang meliputi hal hal
sebagai berikut:
a.
Jumlah tenaga kerja yang ada
b.
Kualifikasi masing-masing tenaga
kerja
c.
Lama dinas masing-masing tenaga
kerja
d.
Kemampuan, pengetahuan dan
pendidikan masing-masing tenaga kerja
e.
Potensi bakat masing-masing tenaga
kerja
f.
Minat atau perhatian tenaga kerja
g.
Biaya tenaga kerja.[27]
Aktivitas
perencanaan sumber daya manusia secara garis besar meliputi dua aktivitas yang
wajib dilakukan, kedua hal tersebut adalah menetapkan kebutuhan tenaga kerja
dan menentukan suplai tenaga kerja[28].
a.
Kebutuhan Tenaga Kerja
Untuk dapat
menentukan kebutuhan tenaga kerja
untuk masa yang
akan
datang, maka pertama-tama harus
dapat ditentukan rencana strategis perusahaan dan perkiraan tingkat kegiatan
untuk masa yang akan datang.
Ada empat cara memperkirakan
kebutuhan dimaksud, yakni :
1)
Penilaian Manajerial. Dengan memikirkan perkembangan dan beban masa
mendatang, selanjutnya diputuskan berapa banyak, serta jenis orang yang akan
dibutuhkan.
2)
Analisis Rasio Kecenderungan. Metode dengan mempelajari rasio yang ada,
antara jumlah satu jenis tenaga kerja dibandingkan dengan tenaga kerja lainnya
dan memberi perkiraan kebutahan masa mendatang.
3)
Work Study. Dengan menggunakan tekhnik pengukuran kerja, yaitu dengan cara
: ditetapkan berapa banyak waktu yang diperlukan sebuah kegiatan atau
sekelompok kegiatan dan jumlah pekerja yang dibutuhkan, dengan persiapan
tambahan untuk istirahat, kelelahan, absensi dan waktu menganggur.
4)
Analisis Keterampilan atau Keahlian. Dilakukan dengan menilai perubahan di
masa mendatang, mengenai keadaan keterampilan dan keahlian yang dimiliki
sekarang dan yang akan muncul dari perencanaan strategi perusahaan, sehubungan
dengan produk yang diproyeksikan, pengembangan pasar, serta penggunaan
tekhnologi baru.
b.
Suplai Tenaga Kerja
Suplai tenaga kerja dapat
ditentukan melalui perkiraan suplai internal dan perkiraan suplai eksternal.
1)
Perkiraan Suplai Internal. Perkiraan suplai tenaga kerja internal yang
mungkin akan tersedia di dalam perusahaan, dapat diperkirakan pada :
a)
Analisis sumber daya yang ada, dilakukan dengan menilai atau mempelajari
gerakan rasio sehingga dapat digambarkan kecenderungan perubahan di masa
mendatang, yang mungkin akan menimbulkan masalah dengan suplai.
b)
Analisis pemborosan. Dengan melakukan analisa pemborosan, maka banyaknya
tenaga kerja yang keluar dapat menghasilkan perkiraan kebutuhan penggantian
tenaga kerja yang dibutuhkan pada masa yang akan datang.
c)
Perkiraan hasil program pelatihan, hal ini akan memberikan penjelasan
bahwa selama program pelatihan ada kemungkinan tenaga kerja menghilang atau
berhenti, sehingga harus ada langkah-langkah agar mereka yang mengikuti
pelatihan dapat tetap bekerja dalam perusahaan.
Perkiraan suplai internal tersebut dapat juga dilakukan
dengan menyusun audit sumber tenaga kerja internal. Audit sumber tenaga kerja
internal ini menghasilkan berbagai jenis informasi tentang suplai tenaga kerja
dalam organisasi, yang meliputi :
a)
Jumlah tenaga kerja
b)
Pengalaman masing-masing tenaga kerja
c)
Umur masing-masing tenaga kerja
d)
Jabatan yang masih dipangku masing-masing tenaga kerja
e)
Pendidikan dan pelatihan yang ditempuh
f)
Kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
g)
Bakat dan minat
h)
Kelemahan dan kelebihan masing-masing tenaga kerja
2)
Perkiraan Suplai Eksternal. Perkiraan suplai eksternal dimungkinkan dengan
menyusun rencana penggunaan tenaga kerja yang berasal dari luar perusahaan.
Dapat dilakukan dengan rekruitmen atau lembaga penyedia tenaga kerja.
Dari
dasar aktivitas perencanaan sumber daya manusia diatas, maka proses perencanaan
sumber daya manusia (tenaga kerja) menurut Manullang dapat digambarkan
sebagai berikut :[29]
Gambar 2.1 Proses Perencanaan
Tenaga Kerja
Proses dimaksud akan lebih baik jika dilaksanakan dengan
keteraturan yang mengikat semua pihak yang berhubungan satu sama lainnya dengan
tujuan yang sama, mencapai tujuan pendidikan. Jika hal tersebut dapat berjalan
dengan sebaik-baiknya serta tidak mengabaikan hal-hal lain yang berkaitan
seperti aturan perundangan dan atau lainnya, maka perencanaan bisa benar-benar
berhasil.
2.
Pengorganisasian
Organizing, atau dalam bahasa Indonesia pengorganisasian merupakan proses
menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam
perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh,
sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, serta dapat memastikan bahwa
semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna
pencapaian tujuan organisasi.
Definisi sederhana dari pengorganisasian ialah seluruh proses pengelompokan
orang, alat, tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga
tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan yang harus dilakukan,
pengelompokan tugas dan membagi pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan
berbagai departemen serta penentuan hubungan. Tujuan pengorganisasian ini adalah untuk menetapkan peran
serta struktur dimana karyawan dapat mengetahui apa tugas dan tujuan mereka.
Menurut Kardaman dan Yusuf Udaya bahwa pengorganisasian dalam
dunia manajemen diartikan sebagai penetapan struktur peran-peran melalui
penentuan aktifitas-aktifitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama,
pengelompokan aktifitas, penugasan kelompok, aktifitas manajer, pendelegasian
wewenang dan informasi horizontal dan vertikal dalam struktur organisasi.[30]
Organisasi adalah proses dalam memastikan kebutuhan
manusia dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan
mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi. Organisasi (Organizing) juga meliputi penugasan
setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan
menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.
Aspek utama lain dari organisasi adalah pengelompokan
kegiatan atau beberapa sub divisi
lainnya. Misalnya kepegawaian, untuk memastikan bahwa sumber daya manusia
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Memperkerjakan orang untuk
pekerjaan merupakan aktifitas kepegawaian yang khas. Kepegawaian adalah suatu
aktifitas utama yang terkadang diklasifikasikan sebagai fungsi yang terpisah
dari organizing. Jadi, pengorganisasian adalah penentuan, pengelompokan, dan
penyusunan berbagai macam kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu serta
penempatan hal-hal yang diperlukan.
Dari defenisi ini disimpulkan bahwa
secara praktis, indikator utama pengorganisasian adalah adanya struktur kerja
dan pembagian tugas (job discription)
serta tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dalam konteks pengorganisasian ini,
Allah Swt juga menegaskan dalam al Qur’an Surat Al Maidah ayat 2 yang berbunyi:
....¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( .
Artinya
: ...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah
kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.(Q.S.5/2).[31]
Ayat
tersebut diatas menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus saling
tolong menolong dalam mensukseskan rencana kebaikan yang telah dirumuskan
bersama sehingga dapat terealisasi secara lebih efektif dan efisien.
Organisasi
adalah berkumpulnya sejumlah orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Setelah rencana disusun oleh manejer, maka tugas
selanjutnya adalah mengorganisir sumber daya manusia dan sumber daya fisik
sehingga dapat bermanfaat secara tepat.
Sedangkan
pengorganisasian (Organizing) adalah
proses dimana pekerjaan yang ada dibagi dalam komponen-komponen yang dapat
ditangani dan aktivitas mengkoordinasikan hasil-hasil yang akan dicapai
sehingga tujuan yang akan ditetapkan dapat tercapai.
Jadi
proses pengorganisasian adalah kegiatan, menempatkan seseorang dalam struktur
organisasi sehingga memiliki tanggung jawab, tugas dan kegiatan yang berkaitan
dengan fungsi organisasi dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama melalui
perencanaan.
Kepala
madrasah/sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala madrasah/sekolah.[32]Atau dalam kata lain, bahwa kepala madrasah/ sekolah
didefenisikan sebagai “seorang tenaga fungsional yang diberi tugas untuk
memimpin sebuah Madrasah/Sekolah di mana diselenggarakan suatu proses belajar
mengajar”. Kepala madrasah dapat di golongkan berhasil bila mana ia mampu
memahami eksistensi madrasah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta
mampu melaksanakan peranan sebagai seorang kepala madrasah yang diberi
tanggungjawab memimpin madrasah.[33]
Madrasah berasal dari kata bahasa
Arab yang artinya tempat belajar.[34]
Secara tradisional, madrasah terbagi menjadi tiga tingkatan, yakni Madrasah
Diniyah Awaliyah (Sekolah Dasar), Madrasah Diniyah Wustho’ (Sekolah Lanjutan
Pertama), dan Madrasah Diniyah ‘Ulya (Sekolah Lanjutan Atas).[35]
Namun dalam bahasa modern sekarang ini, penjenjangan madrasah tersebut terbagi
menjadi Madrasah Ibtidaiyah setara Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah setara
dengan sekolah menengah pertama dan Madrasah Aliyah setara dengan Sekolah
Menengah Atas.
Pada disertasi ini, disebut madrasah
adalah madrasah aliyah yang salah satu sekolah menengah atas yang bercirikan
Islam yang dikelola oleh Kementerian Agama. Dalam upaya peningkatan kualitas
madrasah terus dilakukan pembenahan oleh Kementerian Agama dengan melakukan
penataan administrasi, manajemen, peningkatan kualitas guru dan mutu proses
belajar mengajar serta peningkatan sarana dan prasarana pendidikan madrasah.[36] Madrasah aliyah adalah lembaga pendidikan otonom di bawah
pengawasan Menteri Agama yang dibina oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama Propinsi ub. Kepala Bidang Pendidikan Madrasah sehingga pembenahan yang
dilakukannya harus benar-benar mampu memberikan sumbangsihnya kepada
masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itulah, madrasah harus mengikuti
perkembangan seperti yang dilakukan oleh instansi Kementerian Pendidikan
Nasional.[37]
Akhmad Sudrajat berpendapat bahwa
terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal
dengan sebutan 4I. yaitu, sebagai
berikut :
1) Idealized influence: kepala madrasah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai
panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil
keputusan yang terbaik untuk kepentingan madrasah.
2) Inspirational motivation: kepala madrasah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk
memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam
mencapai tujuan-tujuan pendidikan di madrasah.
3) Intellectual
Stimulation: kepala madrasah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di
kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan
masalah untuk menjadikan madrasah ke arah yang lebih baik.
4) Individual consideration: kepala madrasah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru
dan stafnya.[38]
Kepala madrasah adalah sebagai pengelola institusi atau
pelembagaan pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat penting karena
ia sebagai desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola tenaga
kependidikan, pengawas, pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran di
lembaga yang dipimpinnya. Secara operasional kepala madrasah memiliki standar
kompetensi untuk menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga kependidikan,
mengelola kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem informasi manajemen,
mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola mutu pendidikan,
mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork), dan mengambil keputusan.
Reeves dalam
Wahjosumidjo, mengemukakan bahwa:
Kepala
Sekolah/madrasah berperan sebagai kepala administrator sekaligus instructional leadership yang melakukan
supervisi kelas. Kemudian kepala sekolah yang efektif bukanlah pemimpin tunggal
tetapi memimpin melalui harapan yang jelas dan standar kinerja yang transparan.[39]
Pengorganisasian
dalam aktivitasnya mencakup hal-hal berikut:
1)
Siapa melakukan apa
2)
Siapa memimpin siapa
3)
Menetapkan saluran
komunikasi
4)
Memusatkan
sumber-sumber daya terhadap sasaran.
Pengorganisasian
sebagai proses kepengurusan adalah mencakup membagikan pekerjan yang harus
dikerjakan, membagi tugas kepada karyawan untuk melaksanakannya, mengalokasikan
sumber daya yang memberikan bantuan, kemudian mengkordinasikan pekerjaan untuk
mencapai hasil.[40]
Pengorganisasian
diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam
kerjasama organisasi. Karena tugas-tugas ini demikian banyak dan tidak dapat
diselesaikan oleh satu orang saja, maka tugas-tugas ini dibagi untuk dikerjakan
oleh masing-masing organisasi.
Karena itu, tugas dan tanggung jawab seorang kepala madrasah
adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan,
mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan madrasah, yang meliputi proses
belajar mengajar, administrasi kantor, administrasi siswa, administrasi
pegawai, administrasi perlengkapan, administrasi keuangan, administrasi
perpustakaan, dan administrasi hubungan masyarakat. Sebab itu, dalam rangka
mencapai tujuan organisasional, kepala madrasah pada dasarnya mempunyai tugas
dan tanggung jawab melakukan perencanaan, pengorganisasikan, penggerakan, dan
pengawasan terhadap seluruh sumber daya yang ada dan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan di madrasahnya.[41]
Banyak dan beragamnya pengertian yang diberikan oleh para
ahli tentang konsep kepemimpinan terkait dengan moril kerja, kepemimpinan adalah kemampuan manager untuk
mengajak atau follower untuk menambah semangat dan kepercayaan bekerja.
Konsepsi kepemimpinan dapat pula merupakan suatu proses sebagai suatu aktivitas ke arah mencapai
tujuan organisasi.[42]
Di sisi lain kepemimpinan juga membutuhkan suatu cara
tersendiri seperti kepemimpinan sebagai keterampilan dan kemampuan seseorang
mempengaruhi tingkah laku orang lain, kepemimpinan adalah seni untuk
menggerakkan individu-individu atau kelompok menuju tujuan akhir yang
diinginkan. Secara umum kepemimpinan dapat dinyatakan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi sebuah kelompok ke arah tercapainya tujuan.
Dari definisi kepemimpinan yang telah dikemukakan oleh para
ahli di atas sebenarnya dapat disimpulkan
dalam tiga hal yaitu (1) bahwa kepemimpinan meliputi penggunaan pengaruh
dan bahwa semua hubungan dapat melibatkan kepemimpinan; (2) kepemimpinan
mencakup pentingnya proses komunikasi. Kejelasan dan keakuratan dari komunikasi
mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya, dan (3) kepemimpinan menfokuskan
pada pencapaian tujuan. Pemimpin yang efektif harus berhubungan dengan
tujuan-tujuan individu, kelompok dan organisasi. Keefektifan pemimpin khususnya
dipandang menurut derajat pencapaian satu atau kombinasi dari tujuan individu
mungkin memandang pemimpin yang efektif atau tidak efektif menurut kepuasan
yang mereka terima dari total pengalamannya. Dalam kenyataannya, penerimaan
perintah atau permintaan pemimpin sangat bertumpu pada harapan-harapan pengikut
sehingga respon yang menyenangkan akan mengarahkan pada hasil-hasil yang
menarik.[43]
Salah satu prinsip pengorganisasian adalah terbaginya
semua tugas dalam berbagai unsur organisasi secara operasional. Dalam
pengorganisasian seorang manajer timnya hanya mengidentifikasikan tugas dan
menentukan hubungan, namun yang paling penting adalah mempertimbangkan
orang-orangnya dengan memperhatikan kebutuhannya agar berfungsi dengan baik.
Oleh karena itu pengorganisasian yang efektif dapat membagi tugas secara merata
dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub komponen organisasi.
Pengorganisasian diartikan sebagai keseluruhan proses
untuk memilih orang-orang serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk
menunjang tugas orang-orang itu dalam organisasi.[44]
Dalam konteks madrasah yang
pengaturan organisasinya memiliki banyak aturan yang cukup mengikat, karena
konsep peraturan ini berkaitan sangat erat dengan praktik pengorganisasian
dalam lembaga pendidikan dalam lingkungan Kementerian Agama. Peraturan
peraturan dimaksud meliputi:
a.
Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);
b.
Peraturan Presiden
Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas,
dan Fungsi Eslon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
c.
Peraturan Menteri Agama
Nomor 13 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Kementerian Agama;
d.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan;
e.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi;
f.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses;
g.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian;
h.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMP/MTs;
i.
Keputusan Menteri Agama
RI No. 373 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota (yang
disempurnakan); dan
j.
Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Islam Nomor : 2676 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013 Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.[45]
Walau demikian, lembaga pendidikan
dalam lingkup Kementerian Agama juga memiliki kebebasan yang mutlak dalam
menyusun konsep organisasi yang dibutuhkan, peraturan yang ditetapkan pada
dasarnya lebih kepada prosedur batasan dan ketentuan jumlah yang dibenarkan,
seperti perbandingan antara jumlah Wakil Kepala Madrasah (WKM) dengan jumlah
Rombongan Belajar (Rombel) yang dimiliki madrasah yang bersangkutan. Kemudian
seperti jumlah siswa minimal dalam satu rombongan
belajar (kelas) dan sebagainya.
Kemudian pada konsep organisasi yang
baik, ada empat syarat yang harus dipertimbangkan pengorganisasian
yaitu legitimasi, efisiensi, keefektipan dan keunggulan.[46]
Menurut Ngalim Purwanto yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian adalah
pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab hendaknya disesuaikan dengan
pengalaman, bakat dan minat, pengetahuan dan kepribadian masing-masing orang
yang diperlihatkan dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.[47]
Ada beberapa kualifikasi yang harus dipenuhi seorang
kepala madrasah agar mumpuni dalam melakukan pengorganisasian, yaitu:
a)
Menguasai teori dan seluruh kebijakan pendidikan nasional
dalam pengorganisasian kelembagaan madarsah sebagai landasan dalam
mengorganisasi kelembagaan maupun program incidential madarasah;
b)
Mampu mengembangkan struktur organisasi formal kelembagaan
madrasah efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan;
c)
Mampu mengembangkan deskripsi tugas pokok dan fungsinya
setiap unit kerja;
d) Menempatkan personalia yang sesuai dengan kebutuhan;
e)
Mampu mengembangkan standar operasional prosedur pelaksanaan
tugas, pokok, dan fungsi setiap unit;
f)
Mampu melakukan menempatkan pendidik sesuai dengan
prinsip-prinsip yang tepat, kualifikasi yang tepat;
g)
Mampu mengembangkan aneka ragam organisasi informal madrasah
yang efektif dalam mendukung implementasi pengorganisasian formal madrasah dan
sekaligus pemenuhan kebutuhan, minat, dan bakat perseorangan tenaga pendidik
maupun kependidikan.[48]
Penanaman nilai komitmen dalam
organisasi yang baru berdiri termasuk madrasah merupakan hal yang sangat penting.
Dengan dimilikinya komitmen pada sebagian besar orang, maka kecepatan
pertumbuhan madrasah tersebut akan sangat terjamin. Komitmen yang tinggi dari
orang-orang yang ada di madrasah tidak tumbuh dengan sendirinya.
Kanter mengemukakan ada beberapa bentuk komitmen organisasi, yaitu :
komitmen berkesinambungan (continuance
commitment), Komitmen terpadu (cohesion
commitment) dan Komitmen terkontrol (control
commitment)”[49]. Komitmen
berkesinambungan (continuance commitment),
yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan
kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi
pada organisasi. Komitmen terpadu (cohesion
commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat
adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi
karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan
norma-norma yang bermanfaat. Komitmen terkontrol (control
commitment), yaitu komitmen anggota pada norma anggota organisasi yang
memberikan perilaku yang diinginkannya. Norma yang dimiliki organisasi mampu
memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Kemudian Meyer,
Allen dan Smith mengemukakan bahwa “ada tiga komponen komitmen organisasional,
yaitu : Affective commitment, Continuance
commitment dan Normative commitment”[50].
Affective commitment,
terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena
adanya ikatan emosional, continuance
commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi
karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain, atau karena tidak menemukan
pekerjaan lain. Sedangkan normative
commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan
menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap
organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Januarti, Indira dan Bunyanudin mengemukakan
bahwa: “Komitmen organisasi, terbangun bila tiap individu mengembangkan tiga
sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi, yaitu : (1)
Identification, yaitu pemahaman atau
penghayatan dari tujuan organisasi; (2) Involment,
yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya
adalah menyenangkan; dan (3) Loyality
yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal”.[51]
Sedangkan menurut David
mengemukakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada
organisasi, yaitu : (1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll; (2) Karakteristik pekerjaan,
misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran, tingkat kesulitan
dalam pekerjaan, dll; (3) Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya
organisasi, bentuk organisasi (sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat
pekerja; dan (4) Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi”.[52]
Setiap organisasi memerlukan
peningkatan kualitas untuk masa kini dan masa depan. Peningkatan berkelanjutan
memasyarakatkan keputusan utama baik bidang yang berkenaan dengan kinerja
maupun iklim kerja. Peran kepemimpinan mengembangkan visi, misi dan rencana
strategis untuk mengarahkan perubahan yang bermakna dalam tubuh organisasi
pendidikan Islam.
Kepala madrasah harus mampu
menumbuhkan komitmen dalam diri setiap orang. Komitmen akan tumbuh dan
berkembang jika seorang pemimpin mampu menunjukkan harapan yang besar di masa
yang akan datang kepada setiap orang dalam madrasah.[53]
Adapun konsep standarisasi kinerja
guru adalah:
Standar Kinerja SDM
Pendidikan
|
Kemampuan Melaksanakan Tugas
dan Motivasi Kerja
|
Sistem Pengembangan Karier
Keguruan
|
Kompetensi Pribadi
|
Kompetensi Petagogik
|
Kompetensi Profesional
|
Kompetensi Sosial
|
Tugas
Pokok dan Fungsi guru sesuai posisinya dalam struktur organisasi sekolah
yang bersangkutan
|
Kebijakan
penghargaan prestasi melalui kenaikan Pangkat/ Jabatan
|
PERILAKU SEBAGAI
GURU
|
Kinerja perilaku dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsi (Task Bihavior)
|
Kinerja
perilaku dalam berhubungan dengan rekan sejawat (Humans Bihavior)
|
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
Standar Kinerja Guru
|
Gambar 2.2 Konsep
Standarisasi Kinerja Guru[54]
Dari penjelasan tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kualitas kinerja kepala Madrasah
terhadap kinerja guru-guru Madrasah
Aliyah di Sibolga yakni meningkatnya prestasi-prestasi yang di peroleh guru-guru
dan meningkatnya keprofesionalan guru-guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan
nilai ujian nasional meningkat yang signifikan serta jumlah siswa meningkat.
Dengan demikian pengorganisasian
merupakan suatu langkah yang tepat untuk dapat mempetakan rencana organisasi
secara jelas. Maka fungsi pengorganisasian dapat digunakan sebagai alat untuk
memajukan organisasi. Kepala madrasah sebagai bagian dari organisasi memiliki
beberapa tugas yang penting yakni :
a. Kepala madrasah
sebagai pejabat formal
Di dalam lingkungan organisasi
kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk yaitu kepemimpinan formal dan
kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal terjadi apabila jabatan otoritas
formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang yang ditunjuk atau dipilih
melalui proses seleksi. Sedangkan informal terjadi apabila kedudukan pemimpin
dalam suatu organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang muncul dan
berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai sumber
yang dimilikinya dirasa mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi
kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.
Kepala madrasah harus menguasai
teknologi pembelajaran untuk memacu (merangsang) dan memicu (menumbuhkan) seluruh stakeholder madrasah yang
tujuannya untuk memberikan semangat dan motivasi pengetahuan, ketrampilan
ataupun sikap merespon informasi dari bawah kemudian bisa mendesain informasi.[55]
Kepala madrasah adalah jabatan yang
tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasari kualifikasi tertentu. Siapapun
yang diangkat menjadi kepala madrasah harus ditentukan melalui prosedur serta
persyaratan-persyaratan tertentu seperti background
pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan integritas. Oleh karena itu, kepala
madrasah/sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya
melalui proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan (regulasi)
yang berlaku.
Dalam hal kepala madrasah sebagai
pejabat formal, dapat direlevansikan yang secara jelas mengungkapkan adanya tiga
macam peranan seorang pemimpin, yaitu :
1)
Peranan hubungan antara
perseorangan (interpersonal roles)
a)
Lambang (Figurehead),
dimana kepala madrasah mempunyai kedudukan yang selalu melekat pada madrasah,
kepala madrasah dianggap sebagai lambang madrasah.
b)
Kepemimpinan (leadership),
dimana peranan sebagai pemimpin mencerminkan tanggung jawab kepala madrasah
untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di madrasah.
c)
Penghubung (liasion),
dimana kepala madrasah berperan sebagai penghubung antara kepentingan madrasah
dengan lingkungan di luar madrasah.
2)
Peranan informasional (Informational
Roles) :
Ada
tiga macam peran kepala madrasah sebagai pusat urat syaraf (nerve center) yaitu :
a)
Sebagai monitor
maksudnya mengadakan pengamatan terhadap lingkungan akan kemungkinan
adanya informasi terhadap madrasah.
b)
Sebagai disseminator,
maksudnya menyebarluaskan kepada guru-guru, siswa dan orangtua siswa.
c)
Spokesmen, maksudnya
menyebarkan informasi di luar lingkungan madrasah yang dianggap perlu.
3)
Sebagai pengambil
keputusan (Desicional Roles)
Ada
empat macam peran kepala madrasah sebagai pengambil keputusan, yakni :
a)
Entherpreneur yakni
melakukan perbaikan penampilan madrasah dalam
berbagai macam program-program baru.
b)
Orang yang
memperhatikan gangguan (Disturbance Handler)
c)
Orang yang menyediakan
segala sumber (A Resource Allcater)
d)
A Negotiator Roles.
Maksudnya menjalin hubungan dengan pihak luar atau musyawarah mengenai
kelulusan dan sebagainya.
b. Kepala Madrasah sebagai Manajer
Manajemen
adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha
anggota-anggota serta pendayaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka
mencapai tujuan telah ditetapkan .
Ada
tiga hal penting yang perlu diperhatikan dari defenisi tersebut:
1)
Proses adalah suatu
cara yang sistematik dalam mengerjakan sesuatu
2)
Sumber daya suatu
sekolah/ Madrasah
3)
Mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Peranan
kepala Madrasah sebagai manejer memiliki 3 (tiga) macam keterampilan yakni:
1)
Techical skill, menguasai
pengetahuan tentang metode, proses, prosedur dan teknik untuk melaksanakan
kegiatan khusus. Kemampuan untuk memanfaatkan
serta mendayagunakan sarana peralatan yang diperlukan dalam mendukung
kegiatan yang bersifat khusus tersebut.
2)
Human skill, kemampuan
untuk memahami prilaku manusia dalam proses kerjasama. Kemampuan untuk memahami
isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa mereka dan berprilaku. Kemampuan
untuk menciptakan kerjasama yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis.
3)
Conceptual skill, kemampuan
analisis kemampuan berpikir rasional, ahli dan cakap dalam berbagai macam
konsep.
c. Kepala Madrasah sebagai pemimpin
Menurut
E.Fidler sebagaimana yang dikutip oleh Purwanto bahwa pemimpin adalah individu
di dalam kelompok yang memberikan tugas-tugas, pengarahan, dan pengoranisasian
yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok tersebut.[56]
Kepala
madrasah merupakan motor (penggerak) dalam menentukan arah dan kebijakan
madrasah dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional. Termasuk dalam upaya
merealisasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP) 2006 dan Kurikulum
2013 yang relevan dengan tujuan pendidikan itu sendiri secara efektif dan
efisien. Terkait dengan itu, kepemimpinan kepala madrasah yang efektif dalam
KTSP dan Kurikulum 2013 dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut :
1)
Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.
2)
Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan
3)
Mampu menjalin
hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar sehingga dapat melibatkan
mereka secara aktif dalam rangka memanifestasikan tujuan madrasah dan
pendidikan.
4)
Berhasil mengimplementasikan prinsip kepemimpinan yang sesuai
dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di madrasah.
5)
Bekerja dengan tim manajemen.
6)
Berhasil memanifestasikan tujuan madrasah secara produktif
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.[57]
Menurut
Koontz sebagaimana yang dikutip Wahdjosumijo bahwa yang dimaksud dengan fungsi
kepemimpian adalah: bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.[58]
Mengacu pada defenisi tersebut, maka para pemimpin harus mampu membujuk (to
induce) dan menyakinkan (persuade) orang yang dipimpin untuk
bergerak mencapai tujuan organisasi. Adapun
peran kepemimpinan ini dikemukakannya, dimana beliau mengatakan bahwa
seorang kepala madrasah dalam memimpin harus selalu berusaha mempraktekkan dan
memperhatikan delapan fungsi kepemimpinan dalam kehidupan sekolah/madrasah,
yang terdiri dari :
1)
Kepala madrasah harus bertindak arif, bijaksana, adil, tidak
ada pihak yang dikalahkan atau dianak emaskan.
2)
Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh bawahan dalam
melaksanakan tugas.
3)
Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan,
dana, saran dan lain sebagainya.
4)
Kepala sekolah/madrasah berperan sebagai kata lisator dalam
arti mampu menimbulkan dan menggerakan spirit para guru, staf dan siswa dalam
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
5)
Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan setiap orang baik
secara individu maupun kelompok.
6)
Seorang kepala sekolah/madrasah selalu pemimpin akan menjadi
pusat perhatian. Artinya, semua pandangan akan diarahkan kepada kepala sekolah
/madrasah dalam keadaan dan situasi apapun.
7)
Kepala madrasah pada hakikatnya adalah sumber spirit para
guru, staf dan siswa.
8)
Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi
maupun organisasi akan merasa senang apabila kebutuhannya diperhatikan dan di
penuhi.[59]
Menurut
Darmin secara esensial menggariskan bahwa kepala sekolah/ madrasah merupakan
orang yang memiliki tanggungjawab besar
untuk mengarahkan para guru dan staf agar melaksanakan tugas pokok dan
fungsi mereka guna mendukung tugas pokok dan fungsi kepala sekolah/madrasah
yang sangat kompleks.[60]
Adapun tugas pokok kepala madrasah yang sangat kompleks tersebut antara lain:
1)
Merumuskan tujuan dan sasaran sekolah/madrasah.
2)
Mengevaluasi Kinerja guru.
3)
Mengevaluasi kinerja staf sekolah/madrasah.
4)
Menata dan menyediakan sumber-sumber organisasi sekolah
/madrasah .
5)
Membangun dan menciptakan iklim psikologis yang baik antar
komunitas sekolah/madrasah.
6)
Menjalin hubungan dan ketentuan kepedulian terhadap
masyarakat.
7)
Membuat perencanan bersama para staf dan komunitas
sekolah/madrasah.
8)
Menyusun penjadwalan kerja baik sendiri maupun secara
bersam-sama.
9)
Mengatur masalah-masalah pembukuan.
10) Melakukan negosiasi dengan pihak eksternal.
11) Menekan konflik antar sesama guru dan antar pihak dalam komunitas
sekolah/madrasah.
12) Memecahkan konflik antar sesama guru dan antar pihak dalam komunitas
sekolah/madrasah.
13) Menerima referal dari guru-guru dan staf madrasah untuk persoalan yang
tidak dapat mereka selesaikan.
14) Memotivasi guru dan karyawan untuk tampil optimal
15) Mencegah dan menyelesaikan konflik dan kerusuhan yang dilakukan oleh
siswa.
16) Mengamankan kantor, dan sekolah/madrasah.
17) Melakukan fungsi supervisi pembelajaran atau pembinaan professional.
18) Bertindak atas nama madrasah untuk tugas-tugas eksternal.
19) Melakukan kegiatan lain yang mendukung operasional sekolah/ madrasah.[61]
Semua
peran dan fungsi kepala madrasah dalam kepemimpinannya harus tetap berjalan
dengan tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan
pengawasan.
d. Kepala Madrasah sebagai Administrator
Kepala
Madrasah sebagai administator pendidikan bertanggung jawab terhadap kelancaran
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di madrasahnya. Oleh karena itu, untuk
dapat melaksanankan tugasnya dengan baik, kepala madrasah hendaknya memahami, menguasai
dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai administator pendidikan. Kepala
madrasah harus mampu menunjukkan kepada publik bahwa ia mampu membangun sistem
administrasi pendidikan dengan baik dan tertib.[62]
Tugas
kepala madrasah dalam bidang administrasi menyangkut kegiatan-kegiatan
menyediakan, mengatur, memelihara, dan melengkapi fasilitas material dan
tenaga-tenaga personil madrasah. Tugas kepala madrasah dalam bidang
administrasi antara lain pengolahan pengajaran, pengawasan gedung dan halaman,
keuangan, pengolahan hubungan madrasah dengan masyarakat, dan pengolahan
kesiswaan.
Dalam
konteks ini, bukan berarti seluruh tugas administratif dikerjakan penuh oleh
kepala madrasah. Tetapi dalam prakteknya ia harus mendelegasikan tugas dan
tanggung jawab administrasi madrasah baik itu kepala guru, staf, tata usaha dan
petugas-petugas madrasah lainnya, wakil-wakil siswa, wakil-wakil orang tua atau
masyarakat dan pejabat setempat, maupun wakil kepala madrasah itu sendiri
sesuai dengan porsi masing-masing. Yang pasti, kepala madrasah harus mampu
memanfaatkan seluruh potensi sumber daya manusia yang ada di madrasah untuk
menggunakan, merawat, dan mengembangkan segala bentuk perangkat
adminitsrasi madrasah dalam mendukung
proses pendidikan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
e. Kepala Madrasah sebagai Supervisi
Supervisi
adalah aktivitas menentukan kondisi atau syarat-syarat yang esensial guna
menjamin tercapainnya tujuan pendidikan. Merujuk pada defenisi tersebut, maka
kepala madrasah sebagai supervisior berarti harus mampu meneliti, mencari,
menentukan syarat-syarat mana yang diperlukan bagi kemajuan madrasah sehingga
tujuan pendidikan di madrasah dapat tercapai.
Paling
tidak, menurut Jhon Minor Gwyn ada tiga tanggungjawab utama yang harus
dilaksanakan oleh seorang kepala madrasah sebagai supervisior, yaitu:
1)
Bertanggung jawab untuk
menolong guru-guru secara individual
2)
Bertanggung jawab dalam
mengkoordinir dan memperbaiki seluruh staf sekolah/madrasah dalam melakukan
tugas pelayanan pendidikan dan pengajaran di madrasah.
3)
Bertanggungjawab dalam
mendayagunakan berbagai penterjemahan program, baik itu program-program sekolah/madrasah
lain maupun kepada masyarakat.
Secara
umum, tugas dan fungsi kepala madrasah dapat dijabarkan sebagai berikut :[63]
1)
Menjalankan aktifitas untuk mengetahui situasi administrasi
pendidikan sebagai kegiatan pendidikan di madrasah dalam segala bidang.
2)
Menentukan syarat-syarat yang diperlukan untuk menciptakan
situasi pendidikan madrasah.
3)
Menjalankan aktifitas untuk meningkatkan hasil dan untuk
menghilangkan hambtan-hambatan.
f. Kepala Madrasah sebagai pendidik
Pendidik adalah orang yang mendidik, sedangkan mendidik
merupakan proses memberikan latihan, pengajaran, dan bimbingan mengenai akhlak
dan kecerdasan pikiran sehingga terwujud suatu perubahan sikap dan tata laku
serta kedewasaan para peserta didik. Tentu bukan tugas yang gampang bagi setiap
kepala madrasah dalam mengimplentasikan peranannya sebagi pendidik. Paling
tidak ia harus mampu menanamkan, memajukan, dan meningkatkan nilai, antara lain
:
1)
Mental, yaitu hal-hal
yang berkaitan dengan sikap, batin, dan watak manusia.
2)
Moral, yaitu hal-hal
yang berkaitan dengan baik buruknya perbuatan, sikap dan kewajiban atau moral
yang disinonimkan dengan akhlak, budi pekerti dan kesusilaan.
3)
Fisik, yaitu hal-hal
yang berkaitan manusia secara lahiriyah.
4)
Artistik, yaitu hal-hal
yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
Penanaman nilai ini tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala
madrasah saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab pribadi dan kelompok tiga
organisasi madrasah, yakni organisasi siswa, organisasi orang tua siswa, dan
organisasi sekolah/madrasah.[64]
g. Kepala madrasah sebagai Staf
Kepala madrasah harus
bisa memahami bagaimana tugas-tugas staf, karena ia sendiri juga memiliki
peranan sebagai staf. Dalam konteks ini, paling tidak ada empat hal yang harus diperhatikan
oleh kepala madrasah, Yaitu :
1)
Memperhatikan dan mencari cara-cara inovatif untuk maju.
2)
Memberikan informasi yang diperlukan tentang sebab-sebab dan
akibat suatu tindakan.
3)
Memiliki perasaan prioritas, cara berpikir tepat waktu, dan
strategi dalam melakukan dan menimbang segala sesuatu.
4)
Menyadari kedudukannya sebagai pemimpin, bukan dalam
kedudukan sebagai pemberi keputusan dan perintah.[65]
Tugas-tugas staff kepala madrasah hanya dapat terlaksana
secara efektif apabila semua kepala madrasah menyadari dan memahami peranannya
sebagai staf serta mampu mewujudkan dalam perilaku dan perbuatan.
3.
Pelaksanaan
Pelaksanaan
(actuating) adalah aktifitas untuk
memberikan dorongan, pengarahan, dan pengaruh terhadap semua anggota kelompok
agar mau bekerja secara sadar dan suka rela dalam rangka mencapai suatu
tujuan yang ditetapkan sesuai dengan
perencanaan dan pola organisasi.
Actuating, dalam bahasa Indonesia artinya
menggerakkan. Maksudnya, suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota
kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. Jadi,
actuating bertujuan untuk
menggerakkan orang agar mau bekerja dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran
secara bersama- sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan (leadership) yang baik.
Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan
suatu rencana. Dengan berbagai arahan dengan memotivasi setiap karyawan untuk
melaksanakan kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran, tugas dan
tanggung jawab. Maka dari itu, actuating
tidak lepas dari peranan kemampuan kepemimpinan (leadership).
Masalah
pelaksanaan ini pada dasarnya berkaitan erat dengan unsur manusia sehingga
keberhasilannya juga ditentukan oleh kemampuan kepala madrasah dalam hubungan
dengan guru, pegawai dan siswanya. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan kepala
madrasah dalam berkomunikasi, daya kreasi serta inisiatif yang tinggi dan mampu
mendorong semangat dari para guru dan
pegawainya.[66]
Pelaksanaan (Actuating)
adalah peran manajer untuk mengarahkan pekerja yang sesuai dengan tujuan
organisasi. Pelaksanaan adalah implementasi rencana, berbeda dari planning dan organizing. Actuating membuat
urutan rencana menjadi tindakan dalam dunia organisasi. Sehingga tanpa tindakan
nyata, rencana akan menjadi imajinasi atau impian yang tidak pernah menjadi
kenyataan
Menggerakkan
personil lembaga pendidikan (termasuk) madrasah berarti merangsang para staf,
guru-guru dan pegawai untuk melaksanakan tugas mereka dalam kependidikan secara
sukarela dan antusias menuju tercapainya tujuan pendidikan. Setelah tugas
dibagi, dijelaskan tanggung jawabnya, tujuan, prosedur kerja dalam suatu
lembaga pendidikan, maka mereka harus didorong agar bekerja dengan baik dan
efektif.
Dalam hal
ini, sikap pengarahan menjadi pendekatan penting yang harus dilakukan seorang
pimpinan yakni suatu usaha memberikan bimbingan, saran-saran, perintah-perintah
atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas masing-masing
bawahan agar mereka dapat terlaksana dengan baik dan benar-benar tertuju kepada
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam
persfektif kepemimpinan, perencanaan karir pada personil harus dikaitkan dengan
kapasitas dan kemampuan calon pemimpin itu dalam pemecahan masalah-masalah yang
muncul sekarang dan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Hal ini
sangat penting demi tercapainya visi dan misi dari sebuah madrasah. Para
pemimpin harus dapat menyadari bahwa ia tidak akan mampu seorang diri untuk
mewujudkan visi dan misi di lembaga yang dipimpinnya tanpa bantuan dari bawahannya.
Seorang
kepala madrasah akan dapat menwujudkan visi dan misi lembaganya dengan bantuan
dari orang-orang yang berbakat dan memiliki keahlian bukan hanya sekedar
bawahan yang penurut dan selalu menunggu petunjuk dari atasannya. Seorang
kepala madrasah harus dapat menilai bawahannya secara professional dan
obyektif, sehingga tidak terjadi dimana para personil (wakil kepala madrasah,
tenaga pengajar dan pegawai) yang berbakat dan memiliki kemauan bekerja yang
besar justru tidak diperhatikan dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan
dan pelaksanaan kegiatan karena dianggap sebagai ancaman bagi posisi dan
kepentingan pribadi mereka yang berkenaan dengan proyek atau tugas-tugas lain.
Menurut
Child yang dikutip Lubis, terdapat empat komponen dasar yang berperan sebagai
kerangka dari defenisi struktural organisasi yakni[67]:
a.
Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian
tugas-tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian-bagian pada
suatu organisasi.
b.
Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai hubungan
pelaporan yang ditetapkan secara resmi dalam suatu organisasi, tercakup dalam
hubungan pelaporan yang resmi ini banyaknya tingkatan hirarki serta besarnya
rentang kendali dari semua pimpinan di seluruh tingkatan dalam organisasi.
c.
Struktur organisasi menetapkan pengelompokan individu menjadi
bagian organisasi dan pengelompokan bagian-bagian organisasi menjadi suatu
organisasi yang utuh
d.
Struktur organisasi juga menetapkan sistem hubungan dalam
organisasi yang memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi dan
pengintekrasian segenap kegiatan
organisasi baik kearah vertikal maupun kearah horizontal.
Kinerja
disamakan dengan performance dengan
asal kata to perform yang berarti
menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti “The act of performing execution”[68].
Pengertian ini mengandung pemahaman bahwa kinerja atau performance adalah
tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu
performance sering juga diartikan dengan penampilan kerja atau prilaku kerja.
Kinerja sebagai proses kerja seseorang individu untuk mencapai hasil-hasil
tertentu, lebih jauh dapat dijelaskan bahwa prestasi kerja atau penampilan
kerja (performance) dapat diartikan
sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan
dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.
Kerangka
kerja sistem penilaian kinerja dibangun dengan membagi sasaran-sasaran yang
didasarkan pada data menjadi tiga kategori utama yakni: diagnostik, formatif,
dan sumatif. Keputusan-keputusan diagnostik dibuat pada waktu tahapan-tahapan
persiapan sebelum ditetapkan dan dimulainya penilaian kinerja yang diterapkan
untuk mendiagnostik keputusan-keputusan yang perlu didahulukan dalam
ketenagakerjaan seperti seleksi, penempatan, dan pengembangan. Pengukuran
kinerja merupakan proses yang dilakukan oleh lembaga dalam upaya untuk
mengetahui tingkat pencapaian kinerja yang digunakan sebagai dasar untuk
menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan pencapaian visi, misi, dan tujuan suatu
lembaga.[69]
Kinerja
adalah hasil yang dicapai oleh seseorang
menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan tersebut dan merupakan hasil
interaksi dan motivasi dari kemampuan kerja. Sedangkan perbedaan kinerja
individu masing-masing disebabkan individu tersebut adanya perbedaan
karakteristik dari individu yang bersangkutan. Untuk meningkatkan kualitas
kinerja, maka kemampuan kinerja individu harus ditingkatkan melalui suatu upaya
yaitu pengembangan sumber daya manusia, antara lain melalui pelatihan,
partisipasi dan kedisiplinan. Tetapi hampir seluruh cara pengukuran kualitas
kinerja mempertimbangkan kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu.
Strategi
berkaitan erat dengan bagaimana melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan
tertentu. Strategi merupakan seni untuk mengelola sumber daya agar mampu
mencapai sasaran yang dituju dengan efektif dan efisien. Strategi bersifat
mendasar dan menyeluruh sehingga tidak gampang untuk dirubah. Konsep strategi
berbeda dengan taktik. Taktik merupakan cara untuk mencapai sasaran yang bersifat
kondisional dan stuasional sehingga dapat diubah sesuai dengan tuntutan kondisi
yang terjadi di lapangan.
Riset
oleh Kachman dan Lawler yang dikutip oleh Wexley dan Yuki tentang[70]:
“Hubungan antara dimensi inti pekerjaan dan kinerja sangat
kuat bagi pekerja yang menginginkan tanggung jawab, makna pekerjaannya,
pengendalian diri, umpan balik pelaksanaan kerja serta kesempatan untuk maju.
Para pekerja yang memiliki kebutuhan urutan lebih tinggi, maka kinerjanya akan
lebih baik jika dimensi-dimensi inti dari pekerjaannya juga tinggi”.
Ada lima dimensi-dimensi inti suatu pekerjaan yaitu:[71]
a. Ragam keterampilan (skill variety),
merupakan tingkatan pekerjaan yang menuntut berbagai jenis aktifitas yang
membutuhkan banyak jenis ketrampilan dan bakat dari pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
b. Identitas pekerjaan (task identy),
merupakan tingkat pekerjaan yang menuntut kelengkapan dalam suatu kesatuan yang
mana pekerjaan tersebut mulai dari permulaan hingga berakhir dengan hasil yang
nyata dan setiap bagiannya dapat diidentifikasi.
c. Kepentingan pekerjaan (task
significance), merupakan tingkat pekerjaan yang memiliki dampak penting
bagi kehidupan atau pekerjaan orang lain apakah dalam lingkungan organisasi
maupun lingkungan luar.
d. Otonomi (autonomy), merupakan tingkat
pekerjaan yang memberikan kebebasan, kemandirian, dan keleluasaan subtansial
bagi pekerja serta umpan balik dari pekerjaan itu (feedback from the job itself).
Menurut Hormby, kinerja adalah terjemahan dari kata Performance (bahasa Inggris) artinya
pelaksanaan pekerjaan yang baik.[72].
Dalam konteks tersebut diatas, maka strategi peningkatan
kinerja dan pengembangan pendidikan Islam di sini dapat dikemukakan bahwa
sebagai kebijakan manajemen dalam menentukan langkah-langkah pengembangan
personil dan jalur-jalur alternatifnya agar kinerja seluruh personil dalam
semua tingkatan jabatannya termasuk para staf atau tenaga fungsionalnya (tenaga
pendidik) pada organisasi termasuk Madrasah Aliyah dapat berjalan sesuai dengan
arah yang telah direncanakan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang
meliputi manajemen proses rekrutmen, seleksi, pengembangan dan pengevaluasian
kinerja terhadap personilnya.
Menurut Mulyana, kemampuan menyusun program di Madrasah
Aliyah harus diwujudkan dalam[73]:
a.
Pengembangan program jangka panjang baik program akademis
maupun program non akademis yang dituangkan dalam kurun waktu lebih dari 5
tahun.
b.
Pengembangan program jangka menengah baik program akademis
maupun non akademis yang dituangkan dalam waktu 3 sampai 5 tahun.
c.
Pengembangan program jangka menengah baik program akademis
maupun non akademis yang dituangkan dalam
waktu 1 tahun (program tahunan) termasuk pengembangan Rencana Anggaran
Pendapatan Belanja Madrasah (RAPBM) dan Anggaran Biaya Madrasah (ABM). Dalam
hal ini Kepala Madrasah Aliyah harus memiliki mekanisme yang jelas untuk
memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program secara periodik, sistemik dan
sistematik.
Dalam kepemimpinan seorang Kepala Madrasah sangat diharapkan dapat menjadi alat bantu agar orang-orang
yang menjadi tanggungjawabnya dapat secara sadar dan rela untuk melakukan
fungsi dan tugasnya. Kepala madrasah sebagai seorang pemimpin lembaga pendidikan
diharapkan mampu menerapkan kepemimpinan yang elegan sesuai dengan perkembangan
situasi atau kondisi yang ada. Menurut Raynolds, di era otonomi daerah sekarang
ini, kepala Madrasah/sekolah juga memegang peranan kunci menuju suksesnya
sebuah Madrasah/sekolah[74].
Menurut Saydam strategi peningkatan kualitas kinerja Kepala
Madrasah/sekolah sebagaimana dikemukakan diatas mengacu kepada konsep
Madrasah/sekolah efektif, yaitu:
“Sekolah yang memiliki profil yang
kuat, mandiri, inovatif dan memberikan iklim yang kondusif bagi warganya untuk
mengembangkan sikap kritis, kreativitas dan motivasi. Sekolah yang demikian
memiliki kerangka akuntablitas yang kuat kepada siswa dan warganya melalui
pemberian pelayanan yang bermutu dan bukan semata-mata akuntablitas pemerintah/yayasan
melalui kepatuhannya menjalankan petunjuk”[75].
Untuk mengukur kualitas kinerja kepala madrasah/sekolah,
menurut Sagala, ada beberapa indikator sebagai langkah untuk menilai komitmen
dan tingkat kemampuannya dalam mengelola madrasah sebagai berikut:
a.
Berperan aktif dalam menwujudkan manajemen kurikulum yang
lugas dan fleksibel berpedoman kepada standar nasional
b.
Berperan secara aktif dalam menwujudkan dan mengontrol proses
belajar mengajar (PBM) yang efektif yang mengedepankan fungsi pelayanan belajar
untuk memperoleh mutu yang baik.
c.
Menciptakan lingkungan madrasah yang sehat terdiri dari
lingkungan fisik dan kerjasama yang kondusif.
d.
Pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang
handal yaitu memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan mengacu pada profesionalisme;
e.
Melaksanakan standarisasi pengajaran dan evaluasi hasil
belajar yang terukur.[76]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang mensyaratkan untuk menjadi Kepala
Sekolah/madrasah harus berstatus sebagai guru SMA/MA, memiliki sertifikat
pendidik SMA/MA dan memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh
lembaga yang ditetapkan negara, profesional harus kompeten dalam menyusun
perencanaan pengembangan sekolah/madrasah secara sistemik; kompeten dalam
mengkoordinasikan semua komponen; kompeten dalam mengerahkan seluruh personil
sekolah/madrasah; kompeten dalam pengembangan kemampuan profesional guru; dan
kompeten dalam malakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh komponen
sistem sekolah/madrasah.[77]
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala
Sekolah/madrasah pada pasal 5 menyebutkan tahap-tahap seleksi kepala
sekolah/madrasah yang meliputi: (a) Seleksi administrasi, (b) Test Tulis, (c)
Paparan makalah.[78]
Kepala madrasah yang diberi tugas
sebagai tenaga edukatif atau tenaga pengajar, aktivitas kegiatannya tidak dapat
dilepaskan dengan proses pengajaran. Sementara proses pengajaran merupakan
suatu proses yang sistematis yang tiap komponennya sangat menentukan
keberhasilan belajar anak didik. Sebagai
suatu sistem, proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapainya, sehingga antara tugas kepala madrasah
dan mengajar harus sama-sama jalan dan harus saling berinteraksi.[79]
Posisi sebagai kepala madrasah
tidak hanya sekedar menjadi pemimpin bagi seluruh stakeholder madrasah,
akan tetapi ia mengemban tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap
pengaplikasian prinsip-prinsip administrasi pendidikan yang inovatif di
madrasah. Namun demikian, tugas seorang kepala madrasah sebagai salah satu
tenaga pendidik (guru) tidak dapat di lepaskan atau ditinggalkan begitu saja.
Ia tetap harus mengemban tugas dasarnya sebagai seorang guru yang memberikan
pengajaran, bimbingan dan pendidikan kepada setiap siswa pada mata pelajaran
tertentu di madrasah tersebut. Itu artinya, kepala madrasah memiliki peran dwi
fungsi yaitu sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pendidik.
Jenis-jenis kependidikan, dimana
tenaga pendidik tersebut terdiri dari pembimbing, penguji, pengajar dan
pelatih.Tenaga fungsional pendidikan terdiri atas penilik, pengawas, peneliti
dan pengembang di bidang kependidikan dan pustakawan. Begitu juga tenaga tehnis
kependidikan terdiri atas laboran tehnisi sumber belajar. Sedangkan tenaga
pengelola satuan pendidikan terdiri atas
kepala madrasah/sekolah, rector, direktur, dekan, ketua dan pimpinan satuan
pendidikan luar sekolah. Kemudian tenaga lain ada yang mengurusi
masalah-masalah manajerial atau administrative pendidikan.[80]
Untuk mencapai keberhasilan kinerja
Kepala Madrasah Aliyah Negeri Sibolga ini dalam suatu program harus diawali
dengan perencanaan yang sangat matang. Perencanaan yang dilakukan dengan baik
oleh kepala madrasah itu membuahkan hasil yang cemerlang seperti banyaknya
prestasi yang diraih baik prestasi akademik maupun non akademik, meningkatnya
kualitas pembelajaran, guru-guru profesional dalam melaksanakan tugas-tugas,
jilai ujian nasional meningkat dan animo masyarakat untuk sekolah di Madrasah
Aliyah Negeri Sibolga meningkat. Perencanaan yang dirancang dengan baik, maka
setengah keberhasilan sudah dapat tercapai dan setengahnya lagi terletak pada
pelaksanaannya. Namun demikian, perencanaan yang baik sistematisnya atau
terperinci, jika proses perencanaan tidak sesuai dengan program maka mungkin
akan gagal. Kepala madrasah harus benar-benar membuat perencanaan yang matang
sehingga apa yang sudah diprogramkan
akan berhasil termasuk dalam hal penerapan
manajemen berbasis madrasah yang sudah disosialisasikan di setiap
madrasah/sekolah.[81]
Kepala Madrasah/Sekolah adalah guru
yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala Madrasah/Sekolah.[82]Atau dalam kata lain, bahwa kepala Madrasah/sekolah
didefenisikan sebagai “seorang tenaga fungsional yang diberi tugas untuk
memimpin sebuah Madrasah/Sekolah di mana diselenggarakan suatu proses belajar
mengajar”. Kepala madrasah dapat di
golongkan berhasil bila ia mampu memahami eksistensi madrasah sebagai
organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan sebagai seorang
kepala madrasah yang diberi tugas dan tanggungjawab memimpin madrasah.[83]
Kepala madrasah yang diberi tugas
sebagai tenaga edukatif atau tenaga pengajar, aktivitas kegiatannya tidak dapat
dilepaskan dengan proses pengajaran. Sementara proses pengajaran merupakan
suatu proses yang sistematis yang tiap komponennya sangat menentukan
keberhasilan belajar anak didik. Sebagai
suatu sistem, proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapainya, sehingga antara tugas kepala madrasah dan
mengajar harus sama-sama jalan dan harus saling berinteraksi.[84]
Posisi sebagai kepala madrasah
tidak hanya sekedar menjadi pemimpin bagi seluruh stakeholder madrasah,
akan tetapi ia mampu mengemban tugas dan tanggungjawab yang besar terhadap
pengaplikasian prinsip-prinsip
administrasi pendidikan yang inovatif di madrasah. Namun demikian, tugas
seorang kepala madrasah sebagai salah satu tenaga pendidik (guru) tidak dapat
di lepaskan atau ditinggalkan begitu saja. Ia tetap harus mengemban tugas
dasarnya sebagai seorang guru yang memberikan pengajaran, bimbingan dan
pendidikan kepada setiap siswa pada mata pelajaran tertentu di madrasah
tersebut. Itu artinya, kepala madrasah memiliki peran dwi fungsi yaitu sebagai
tenaga kependidikan dan tenaga pendidik.
Hal senada seperti apa yang di
kemukakan oleh Sudarwan tentang jenis-jenis kependidikan, dimana tenaga
pendidik tersebut terdiri dari pembimbing, penguji, pengajar dan pelatih.Tenaga
fungsional pendidikan terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang
di bidang kependidikan dan pustakawan. Begitu juga tenaga tehnis kependidikan
terdiri atas laboran tehnisi sumber belajar. Sedangkan tenaga pengelola satuan
pendidikan terdiri atas kepala madrasah/sekolah, rector, direktur, dekan, ketua
dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Kemudian tenaga lain ada yang
mengurusi masalah-masalah manajerial atau administratif pendidikan.[85]
Kepemimpinan kepala madrasah
berarti proses membina hubungan timbal balik antara pemimpin dengan yang
dipimpin dengan mengandalkan kemampuan komunikasi interpersonal sehingga saling
pengertian dan kerjasama antar personil (sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
yang ditetapkan di madrasah). Peranan interpersonal ini sejalan dengan
berfungsinya peranan pengambilan keputusan dalam kegiatan kepala madrasah
disamping peranan interpersonal (menyebarkan informasi madrasah) kepada anggota
yang lain.[86]
Kinerja manajemen kepala madrasah
sangat mempengaruhi kinerja guru, sehingga mendorong guru untuk melakukan suatu
kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya dan mampu mencapai kinerja dengan
predikat memuaskan.
Salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan kepala madrasah dalam mengukur kinerja tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan adalah dengan melakukan supervise akademik. Supervisi akademik
adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran[87].
Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Refleksi
praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi
nyata kinerja guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang
sebenarnya terjadi di dalam kelas ?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru
dan siswa di dalam kelas?, aktifitas-aktifitas mana dari keseluruhan aktifitas
di dalam kelas itu yang bermakna bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan
oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru
dan bagaimana cara mengembangkannya?.
Berdasarkan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini,
bahwa setelah melakukan penilaian kinerja berarti belum selesai pelaksanaan
supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan tindak lanjutnya berupa
pembuatan program supervisi akademik dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan tujuan supervisi akademik adalah: (1) membantu guru mengembangkan
kompetensinya; (2) mengembangkan kurikulum; dan (3) mengembangkan kelompok
kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas (PTK)[88].
Gambar tiga tujuan supervisi
akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini :[89]
TIGA TUJUAN
SUPERVISI
|
Pengembangan
Profesionalisme
|
Pengawasan
kualitas
|
Penumbuhan
Motivasi
|
Gambar 2.3 Tiga tujuan supervisi akademik
Supervisi
akademik merupakan salah satu fungsi mendasar (essential function) dalam keseluruhan program sekolah. Hasil
supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan
profesionalisme guru.
Kemudian,
Prinsip-prinsip supervisi akademik tidak dapat
dilakukan dengan sembarangan, akan tetapi ada beberapa prinsip yang harus
diikuti dan jalankan sesuai, yakni :
a.
Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah.
b.
Sistematis, artinya dikembangan sesuai perencanaan program
supervisi yang matang dan tujuan pembelajaran.
c.
Objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen.
d.
Realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya.
e.
Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang
mungkin akan terjadi.
f.
Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi
guru dalam mengembangkan proses pembelajaran.
g.
Kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara
supervisor dan guru dalam mengembangkan pembelajaran.
h.
Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih,
dan asuh dalam mengembangkan pembelajaran.
i.
Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi
pelaksanaan supervisi akademik.
j.
Aktif, artinya guru dan supervisor harus aktif
berpartisipasi.
k.
Humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan
yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor
l.
Berkesinambungan (supervisi akademik dilakukan secara
teratur dan berkelanjutan oleh Kepala sekolah).
m. Terpadu, artinya
menyatu dengan program pendidikan.
n.
Komprehensif, artinya memenuhi ketiga tujuan supervisi
akademik di atas[90].
4.
Pengawasan
Pengawasan merupakan keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan
kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tanpa pengawasan, pimpinan tidak akan dapat melihat adanya
penyimpangan-penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa pengawasan itu merupakan proses pengukuran apakah perencanaan
kerja relevan dengan pelaksanaannya dan apakah terdapat kendala-kendala dalam
pelaksanaannya.
Pengawasan (Controlling), memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana. Hal
ini membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan.
Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang
diharapkan, manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya mengoreksi.
Fungsi dari controlling adalah menentukan apakah
rencana awal perlu direvisi, melihat hasil dari kinerja selama ini. Jika dirasa
butuh ada perubahan, maka seorang manajer akan kembali pada proses planning. Di mana ia akan merencanakan
sesuatu yang baru, berdasarkan hasil dari pengawasan (controlling).
Pengawasan
dilakukan untuk memantau, mengendalikan, membina dan pelurusan sebagai upaya
pengendalian mutu suatu kegiatan/pekerjaan. Melalui pengawasan akan dapat
diketahui apakah pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana awal. Nawawi
menegaskan bahwa pengawasan berarti kegiatan mengukur tingkat efektifitas kerja
personal dan tingkat efisiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha
mencapai tujuan.[91]
Menurut G.R Terry,
pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai
yaitu standar, apa yang sedang dilakukan dalam pelaksanaan, menilai pelaksanaan
dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai
dengan rencana yaitu selaras dengan standar.
Proses pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui monitoring
dan evaluasi (monev), evaluasi diri,
atau kegiatan audit internal. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan
untuk melaksanakan pengukuran kinerja terhadap pelaksanaan program. Kegiatan
evaluasi dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat efektifitas program dan
mengetahui kesalahan/penyimpangan program sedini mungkin. Evaluasi diri dan
audit internal dapat dilaksanakan pada pelaksanaan program maupun pada
pencapaian sasaran.[92]
Jelas sekali
bahwa fungsi pengawasan yang diambil
dari sudut pandang definisi sangat vital dalam suatu perusahaan atau lembaga
pendidikan. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan dari
rencana, maka perlu melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan.
Hal ini dilakukan untuk pencapaian tujuan sesuai dengan rencana awal.
Jadi pengawasan
dilakukan sebelum proses, saat proses, dan setelah proses. Dengan pengendalian
diharapkan juga agar pemanfaatan semua unsur manajemen menjadi efektif dan
efisien.
Dalam controlling ada beberapa proses dan
tahapan, yaitu pengawasan. Proses pengawasan dilakukan secara bertahap dan
sistematis melalui langkah sebagai berikut:
a.
Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian
b.
Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai
c.
Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan
penyimpangan jika ada
d.
Tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan
sesuai dengan rencana
e.
Meninjau dan menganalisis ulang rencana, apakah sudah realistis atau
tidak, jika ternyata belum realistis maka perlu perbaikan.[93]
Beberapa cara pengendalian yang harus
dilakukan oleh seorang manajer yang meliputi pengawasan langsung, adalah
pengawasan yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manejer. Manajer
memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan
dengan benar dan hasilnya sesuai dengan yang dikehendakinya.
Pengawasan tidak
langsung, adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan melalui laporan secara
tertulis maupun lisan dari karyawan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil
yang dicapai. Pengawasan berdasarkan
pengecualian, adalah pengawasan yang dikhususkan untuk kesalahan yang luar
biasa dari hasil atau standar yang diharapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan
cara kombinasi langsung dan tidak langsung oleh manajer.
Pengawasan juga
bisa dibedakan menurut sifat dan waktunya:
a.
Preventive control, adalah pengawasan yang dilakukan
sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Pengawasan ini merupakan pengawasan terbaik karena dilakukan sebelum terjadi
kesalahan namun sifatnya prediktif.
b.
Repressive control, adalah pengawasan yang dilakukan
setelah terjadinya kesalahan dalam pelaksanaanya. Dengan maksud agar tidak
terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.
c.
Pengawasan saat proses dilakukan, sehingga
dapat segera dilakukan perbaikan.
d.
Pengawasan berkala, adalah pengawasan yang dilakukan secara berkala, misalnya
perbulan, persemester, dll.
e.
Pengawasan mendadak (sidak), adalah pengawasan
yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaannya dilakukan
dengan baik atau tidak.
f.
Pengawasan Melekat (waskat), adalah
pengawasan/pengendalian yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum,
pada saat, dan sesudah kegiatan dilakukan.
Ada beberapa dasar
proses dalam pengawasan, diantaranya adalah teknik pengendalian dan sistem yang
pada dasarnya sama untuk kas, prosedur kantor, moral, kualitas produk atau apa
pun. Bisa diasumsikan bahwa baik rencana
dan struktur organisasi yang jelas, lengkap, dan terintegrasi akan tercipta
jika manajer yakin akan tugasnya. Jika manajer tidak yakin dari tugasnya atau
bawahan tidak memiliki kekuatan atau tidak tahu bahwa dia memiliki kekuatan
untuk melaksanakan tugasnya, akan menjadi sulit untuk menentukan siapa yang
bertanggung jawab.
Pengawasan
dilakukan sebagai aktivitas penyesuaian terhadap rencana sehingga tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang melebihi batas toleransi. Pengawasan menurut
Pidarta dijadikan sebagai kendali performan petugas, proses dan output sesuai
dengan rencana, kalaupun ada penyimpangan hal itu diusahakan agar tidak
melebihi dari batas yang dapat ditoleransi.[94]
Prinsip-prinsip
pengawasan yang perlu diperhatikan menurut Messie adalah:[95]
a. Tertuju pada strategi sebagai kunci sasaran yang menentukan keberhasilan
b. Menggunakan umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan
c. Fleksibel dan responsive terhadap perubahan-perubahan kondisi dan
lingkungan
d. Cocok dengan organisasi, pendidikan misalnya organisasi dengan sistem
terbuka
e. Merupakan kontrol diri sendiri
f. Bersifat langsung di tempat kerja
g. Memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para petugas pendidikan.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan
formal harus mampu mengembangkan pengawasan seluruh potensi yang dimiliki untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan menerapkan
prinsip-prinsip madrasah yang efektif dalam meningkatkan mutu proses sehingga
berdampak pada peningkatan jumlah peserta didik yang mencapai prestasi akademik
yang baik dan bermutu.[96]
Pengawasan sering pula disebut
pengendalian merupakan salah satu fungsi dalam manajemen pendidikan. Pengawasan
dalam pendidikan merupakan penilaian dan
sekaligus koreksi terhadap pelaksanaan program kerja lembaga pendidikan apakah
terlaksana dengan baik sesuai prosedur dan rencana yang ditetapkan.
Fungsi pengawasan diartikan pula
sebagai penilaian yang menjadi tugas setiap manajer. Untuk lembaga pendidikan,
menurut Sutisna sebagaimana dikutip Syafaruddin, penilaian termasuk unsur yang
penting dalam kegiatan manajemen. Karena pengawasan berkaitan dengan usaha
meningkatkan efektifitas dan efisien organisasi dalam mencapai tujuan. Menilai
sesuatu kegiatan apakah terlaksana dengan baik atau gagal merupakan sasaran
penilaian atau pengawasan.
Pengawasan dalam organisasi
pendidikan diarahkan pada pelaksanaan program madrasah secara keseluruhan yang
muaranya adalah kepada perbaikan mutu pembelajaran di madrasah tersebut. Dalam
hal ini, Pidarta sebagaimana dikutip oleh Syafaruddin mengemukakan bahwa
penilaian pada lembaga pendidikan dimaksudkan sebagai berikut:
a.
Efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan tugas-tugas guru;
b.
Pemamfaatan fasilitas
belajar;
c.
Macam-macam perlakuan
terhadap siswa oleh guru;
d.
Hasil belajar siswa;
e.
Perubahan sikap dan
kematangan siswa; dan
f.
Program kerja pegawai
serta seluruh unsur yang berhubungan dengan proses pencapaian tujuan madrasah.
Dalam hal pengawasan ini, kepala madrasah harus memperhatikan
beberapa standar, sebagai berikut:[97]
a.
Sekolah/madrasah menyusun program pengawasan secara obyektif,
bertanggungjawab dan berkelanjutan;
b.
Penyusunan program pengawasan di sekolah/madrasah disarkan
pada standar nasional pendidikan;
c.
Program pengawasan disosialisasikan ke seluruh pendidik dan
tenaga kependidikan;
d.
Pengawas pengelolaan sekolah/madrasah meliputi: pemantauan,
supervisi, pelaporan, dan tindaklanjut hasil pengawasan
e.
Pemantauan pengelolaan sekolah/madrasah dilakukan oleh komite
sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang
berkepntingan secara teratur dan berkelanjutan untuk menilai efisiensi,
efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan;
f.
Supervisi pengelolaan akademik dilakukan secara teratur dan
berkelanjutan oleh kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah/madarasah;
g.
Guru melaporkan hasil evaluasi dan penilaian sekurang-kurangnya
setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah dan
orangtua/wali siswa
h.
Tenaga kependidikan melaporkan pelaksanaan teknis dari tugas
masing-masing sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada
kepala sekolah/madrasah. Kepala sekolah/madrasah, secara terus-menerus
melakukan pengawasan pelaksanaan tugas tenaga kependidikan.
i.
Kepala sekolah/madrasah melaporkan hasil evaluasai kepada
komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan
sekurang-kurangnya setiap akhir semester;
j.
Pengawas sekolah melaporkan hasil pengawasan kepada
bupati/wali kota melalui dinas pendidikan Kab/Kota yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan dan sekolah yang bersangkutan, setelah dikomfirmasikan pada
sekolah terkait;
k.
Pengawas madrasah melaporkan hasil pengawasan di madrasah
kepala Kantor Kementerian Agama Kab./Kota dan pada madrasah yang bersangkutan,
setelah dikompirmasikan pada madrasah terkait;
l.
Setiap pihak yang menerima laporan hasil pengawasan
menindaklanjuti laporan hasil pengawasan tersebut dalam rangka meningkatkan
kualitas sekolah/madrasah, termasuk pemberian sanksi atas penyimpangan yang
ditemukan;
m.
Sekolah/madrasah mendokumentasikan dan menggunakan hasil
pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan serta catatan tindak lanjut
untuk memperbaiki kinerja sekolah/madrasah dalam pengelolaan pembelajaran dan
pengelolaan secara keseluruhan.
Dalam hal evaluasi, kepala madrasah juga harus memperhatikan
beberapa standar berikut:[98]
a.
Sekolah/madrasah melakukan evaluasi diri terhadap kinerja
sekolah/madrasah;
b.
Sekolah/madrasah menetapkan prioritas indikator untuk
mengukur, menilai kerja, dan melakukan perbaikan dalam rangka pelaksanaan
standar nasional pendidikan;
c.
Sekolah/madrasah melaksanakan: evaluasi proses pembelajaran
secara periodik, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, pada akhir semester
akademik; dan evaluasi program kerja tahunan secara periodik sekurang-kurangnya
satu kali dalam setahun, pada akhir tahun ajaran sekolah/madrasah;
d.
Evaluasi diri sekolah/madrasah dilakukan secara periodik
berdasar pada data dan informasi yang shahih.
B.
Kualitas Pendidikan
1.
Pengertian Kualitas
Pendidikan
Arti dasar dari kata kualitas menurut Dahlan Al-Barry dalam kamus modern bahasa
Indonesia adalah “kualitet”: “mutu, baik buruknya barang”[99] Seperti halnya yang dikutip oleh Quraish Shihab yang mengartikan kualitas
sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.[100]
Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas
diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan.
Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam
hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga,
sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.[101] Menurut
Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu
yang harus dikerjakan dengan baik.[102] Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya
Tjiptono menyatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.[103]
Kualitas pendidikan menurut Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar merupakan
kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan
untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.[104]
Upaya peningkatan mutu dalam bidang pendidikan difokuskan kepada mutu
proses pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah pembelajaran peserta
didik. Proses pembelajaran ini mencakup sejumlah unsur utama yang mendasar
membentuk mutu pembelajaran dengan unsur-unsur tujuan pembelajaran, isi
kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dana, manajemen dan evaluasi. Menurut
perspektif pendidikan, mutu pendidikan dilihat dari sisi pelaksanaan proses
belajar mengajar dan dari segi kemampuan lulusan peserta ujian nasionalnya.[105]
Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini
mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks “proses”
pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang
bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi
dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang
kondusif.
Kepala madrasah sebagai top
manajemen di lembaga pendidikan madrasah mempunyai tugas untuk membuat
perencanaan baik dalam bidang program pembelajaran dan kurikulum, kepegawaian,
kesiswaan, keuangan maupun perlengkapan. Oleh karena itu, kepala madrasah harus
mampu meningkatkan wawasan dan keprofesionalismeannya untuk mencapai kualitas
madrasahnya.[106]
Kepemimpinan merupakan suatu kebutuhan dalam suatu organisasi
baik formal maupun non formal, karena dengan keberadaan pemimpin kegiatan
organisasi dapat terarah dalam upaya untuk mewujudkan tujuan yang hendak
dicapai. Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi
tergantung pada efektif tidaknya kepemimpinan suatu organisasi.[107]
Dengan adanya manajemen madrasah yang baik, dukungan kualitas berfungsi
mensingkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam
interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana
pendukung di kelas atau di luar kelas, baik dalam konteks kurikuler maupun
ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang akademis maupun yang non
akademis dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.
Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi
yang dicapai oleh madrasah pada setiap
kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir
semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi
yang dicapai atau hasil pendidikan (student
achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis, misalnya ulangan
umum, dan Ujian Nasional. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu
cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi
sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati,
kebersihan dan sebagainya.[108] Selain itu
kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi
pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif
untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar menghasilkan
output yang setinggi-tingginya.
Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti
bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara
memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui pembelajaran yang
baik dan kondusif. Pendidikan atau madrasah yang berkualitas disebut juga
madrasah yang berprestasi, baik atau yang sukses, madrasah yang efektif dan
madrasah yang unggul. Madrasah yang unggul dan bermutu itu adalah madrasah yang
mampu bersaing dengan siswa di luar madrasah. Juga memiliki akar budaya serta
nilai-nilai etika moral (akhlak) yang baik dan kuat.[109]
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai
tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan
datang. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah
kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber
pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan
pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan
non-akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu
menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa
sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).
2.
Standar atau Parameter Pendidikan
Yang Berkualitas
Standar / parameter adalah ukuran atau barometer yang digunakan untuk
menilai atau mengukur sesuatu hal. Ini menjadi penting untuk kita ketahui,
apalagi dalam rangka mewujudkan suatu pendidikan yang berkualitas. Kalau kita
mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau
pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.[110]
Standar nasional pendidikan ada
delapan (8) standar hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan
yang berkualitas, yaitu :[111]
a.
Standar isi, adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b.
Standar proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
c.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan prajabatan
dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
d.
Standar sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.
e.
Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional, agar tercapai efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
f.
Standar pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selam satu tahun.
g.
Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik.
Standar nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu. Juga bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
Salah satu standar diatas yang paling penting untuk diperhatikan yaitu
standar pendidik dan kependidikan. Dalam Undang-undang RI nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan: Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.[112]
Dimana seorang pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini, Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 10 ayat 1 tentang
guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru harus memiliki yaitu: kompetensi peadagogik yaitu kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi kepribadian yakni kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlakul karimah, arif, dan berwibawa serta menjadi
teladan peserta didik, kompetensi profesional yakni kemampuan penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam, dan kompetensi sosial yakni kemampuan guru
untuk berkomunikasi dan beriteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta
didik, sesama guru, orangtua/wali dan masyarakat sekitar.[113]
3.
Standar Kualitas Pendidikan
Ada empat (4) standar kualitas pendidikan dalam urutan prioritasnya
adalah sebagai berikut:[114]
a. Guru (Teacher)
Mutu pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen
seorang guru. Profesi guru menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak
menjanjikan kesejahteraan finansial dan penghargaan profesional. Oleh karena
itu, dengan dirumuskannya jenjang profesionalitas yang jelas, maka kualitas
guru-guru dapat dijaga dengan baik. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan
penghargaan profesionalitas yang didapat dalam setiap jenjang tersebut.
Guru juga harus bertanggung jawab dalam membangun atmosfer
akademik di dalam kelas. Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk
karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap
ilmiah dan kreatif. Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan
dengan pengembangan sikap ilmiah dan kreatif dalam setiap tugas yang diberikan
kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu persoalan atau juga
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Untuk dapat mengajar secara
efektif, maka guru-guru akan ditraining secara kontinyu (bukan hanya sekali
saja) dan terutama akan dibekali pengetahuan tentang cara mengajar yang baik
dan bagaimana cara menilai yang efektif. Sehingga diharapkan guru tersebut
dapat mengembangkan cara mengajarnya sendiri, dapat meningkatkan pengetahuan
mereka sendiri dan juga dapat berkolaborasi dengan guru yang lain.
Menurut Undang-undang RI nomor 20 Tahun 2003, Tenaga
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.[115] Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama
bagi pendidik pada perguruan tinggi. Mengingat peran yang diemban, pendidik berkewajiaban
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan dialogis. Ia mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan, memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Pendidik mempunyai dua arti, yaitu arti yang luas dan
arti yang sempit. Dalam arti luas, seorang pendidik adalah semua orang yang
berkewajiban membina peserta didik. Dalam arti sempit, pendidik adalah orang
yang dengan sengaja dipersiapkan menjadi guru atau dosen. Guru dan dosen adalah
jabatan profesional, sebab mereka mendapatkan tujangan profesional. Ada 2
(dua) tugas kinerja guru yakni:
1)
Guru Dalam Proses Pembelajaran
Tenaga Pendidik di Perguruan Tinggi disebut Dosen,
sementara tenaga Pendidik pada Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar dan
Menengah di sebut Guru. Meskipun sama-sama sebagai pendidik, namun peran dan
fungsi mereka sedikit berbeda, hal ini tercermin dari pengertian keduanya yang
tercantum dalam Undang Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 dalam Bab 1
Pasal 1 Undang Undang Guru disebutkan bahwa Guru adalah “pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”[116]
Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi
yang lain, kinerja guru sebagai pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai
pendidik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam
keberhasilan pendidikan. Karena apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan
penting tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya
dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar di kelas.
Sementara itu tugas/kewajiban
Guru menurut Undang-undang No 14 tahun 2005 pasal 20 adalah sebagai berikut:[117]
(1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
(2) meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
(3) bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau latar belakang
keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
(4) menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika; dan
(5) memelihara dan memupuk persatuan dan
kesatuan bangsa.
Kutipan Undang-undang tersebut menunjukan bahwa
kewajiban guru pada dasarnya merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru dalam
menjalankan peran dan tugasnya di sekolah/madrasah, dimana aspek pembelajaran
merupakan hal yang utama yang harus dilaksanakan oleh guru, disamping
pengembangan profesional sebagai pendidik guna meningkatkan kemampuan dalam
melaksanakan tugas sebagai pendidik serta sebagai pihak yang cukup dominan
dalam proses pembelajaran.
Guru merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan
keahlian khusus sebagai pendidik/pengajar. Jenis pekerjaan ini tidak dapat
dilakukan oleh sembarangan orang di luar bidang kependidikan. Tugas guru
sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih
berarti mengembangkan keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat
lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi
masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dengan mengingat tantangan
pendidikan yang terus berubah, maka kenerja guru perlu dilakukan secara
inovatif guna beradaptasi dan mengantisipasi perubahan masyarakat yang cepat
serta berbagai kebijakan baru pemerintah dalam bidang pendidikan.
Langkah berikutnya adalah
evaluasi sebagai cara untuk mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dalam bentuk
kompetensi-kompetensi siswa yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran.
Perencanaan yang baik merupakan langkah penting yang akan menentukan terhadap
proses pembelajaran yang baik pula. Sementara itu langkah pelaksanaan
pembelajaran merupakan implementasi rencana pembelajaran dalam konteks
interaksi pembelajaran di kelas, dalam langkah ini disamping ditentukan oleh
perencanaan juga dipengaruhi oleh bagaimana guru mengelola kelas yang kondusif
bagi peroses pembelajaran yang efektif. Sedangkan langkah evaluasi dimaksudkan
untuk mengetahui bagaimana hasil peroses pembelajaran, apakah telah sesuai
dengan yang direncanakan atau tidak. Hasil evaluasi ini merupakan bahan penting
untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
Seorang guru hendaknya berperilaku yang mempunyai
pola interaksi di dalam proses belajar secara efektif, apabila mereka memiliki
keinginan untuk memahami peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Kemampuan
berinteraksi dari guru tidak akan berarti apa-apa seandainya mereka memiliki
motivasi yang rendah, terhadap penyesuaian dengan lingkungan, baik terhadap
kebijakan dan tujuan atau strategi pengajaran tersebut. Dengan mengingat bahwa
keadaan lingkungan tidak mudah terkontrol, maka seorang guru harus
terbuka, penuh dengan pertimbangan, mampu mendengar, dan bijaksana. Menyikapi
hal tersebut maka guru senantiasa mampu memodifikasi perilaku terhadap tuntutan
yang ada atau timbul, terutama dalam proses belajar mengajar, ke arah pemberian
harapan yang positif untuk peningkatan motivasi belajar.
Keahlian rutin merupakan keahlian
guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang, semakin ahli seorang guru
dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin efisien,
sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan serta
memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik/ pengajar.
Dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran seorang guru dapat menjadi agen pembelajaran yang menitik beratkan
pada efisiensi dengan kinerja rutin, dan bisa juga mengembangkan kemampuan
inovasinya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam kondisi yang demkian
diperlukan pemaduan antara dimensi efisiensi dengan dimensi inovasi, sehingga
dapat dicapai suatu kondisi yang seimbang dan keahlian adaptif merupakan
kondisi yang ideal di mana guru dapat melaksanakan tugasnya dalam suatu koridor
adaptabilitas yang optimal. Kepemimpinan Kepala Sekolah mutlak diperlukan
dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala Sekolah
dapat mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat
ditingkatkan dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana,
serta terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat
benar-benar terwujud sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran.
2) Guru dalam pengembangan profesi
Guru merupakan pekerjaan profesional sehingga tepat
untuk dikatakan sebagai suatu profesi. Sebagai suatu profesi pengembangan
kemampuan dan peningkatan kompetensi merupakan hal penting yang dapat
memberikan kontribusi signifikan bagi peninkatan kualitas pendidikan dan
pembelajaran.
Dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 pasal 20 ayat b
disebutkan bahwa salah satu tugas guru adalah “meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.”[118]
Hal ini mengandung arti bahwa kinerja guru dalam pengembangan profesi menjadi
gambaran akan pelaksanaan tugas yang berorientasi ke depan sebagai dasar yang
perlu untuk menghadapi berbagai tantangan perubahan sebagai akibat dari
Globalisasi.
b.
Kurikulum (Curriculum)
Kurikulum di sini bukan sekedar kumpulan aktivitas saja, ia
harus koheren antara aktivitas yang satu dengan yang lain. Dalam kurikulum,
juga harus diperhatikan bagaimana menjaga agar materi-materi yang diberikan
dapat menantang siswa sehingga tidak membuat mereka merasa bosan dengan
pengulangan-pengulangan materi saja. Tentu saja hal ini bukan berarti
mengubah-ubah topik yang ada tetapi lebih kepada penggunaan berbagai alternatif
cara pembelajaran untuk memperdalam suatu topik atau mengaplikasikan suatu
topik pada berbagai masalah riil yang relevan.
Sehingga Sukmadinata mengatakan kurikulum sebagai rencana
pengajaran dan sebagai suatu sistem. Sebagai rencana pengajaran kurikulum
berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang ingin disajikan, kegiatan
pengajaran, alat pengajaran dan jadwal pengajaran. Sedangkan kurikulum sebagai
sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, personalia,
prosedur pengembangan kurikulum, penerapan kurikulum dan evaluasi
penyempurnaan”[119].
Kurikulum juga harus memuat secara jelas mengenai cara
pembelajaran (learning) dan cara
penilaian (assesment) yang digunakan
di dalam kelas. Cara pembelajaran yang dijalankan harus membuat siswa memahami
dengan benar mengenai hal-hal yang mendasar.
Pemahaman ini bukan hanya berdasarkan hasil dari pengajaran
satu arah dari guru ke siswa, tetapi lebih merupakan pemahaman yang muncul dari
keaktifan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan merangkai
pengalaman pembelajaran di kelas dan pengetahuan yang telah dimilikinya
sebelumnya.
c.
Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere)
Atmosfer akademik bertujuan untuk membentuk karakter siswa
terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan
kreatif. Atmosfer ini dibangun dari interaksi antar siswa, dari interaksi
antara siswa dengan guru, interaksi dengan orang tua siswa dan juga suasana
lingkungan fisik yang diciptakan. Guru memegang peran sentral dalam membangun
atmosfer akademik ini dalam kegiatan pengajarannya di kelas dan berlaku untuk
semua yang terlibat dalam sistem pendidikan.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membangun sikap
ilmiah dan kreatif ini dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya?
Untuk ini kita perlu menyadari nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua
komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap
ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang menghargai hasil-hasil intelektual baik
yang berasal dari dirinya sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam
menerima hasil-hasil intelektual tersebut. Sedangkan sikap kreatif disini
mempunyai maksud sikap untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan
soal dan mengembangkan pengetahuan secara mandiri.
Untuk membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai
kejujuran (honesty), dan nilai
kekritisan (skeptics). Sedangkan untuk
membangun sikap kreatif perlu ditanamkan nilai ketekunan (perseverence), dan nilai keingintahuan (curiosity).[120]
Selanjutnya nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan dalam
berbagai kode etik yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan
sehari-hari, seperti larangan keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan
pendapat dan bertanya, penghargaan atas perbedaan pendapat, penghargaan atas
kerja keras, dorongan untuk memecahkan soal sendiri, keterbukaan untuk
dikoreksi dan seterusnya. Aktivitas-aktivitas ini selanjutnya harus dilakukan
setiap hari dan terus dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan
penuh.
d.
Sumber Keilmuan (Academic Resource)
Sumber Keilmuan disini adalah berupa prasarana dalam
kegiatan pengajaran, yaitu buku, alat peraga dan teknologi. Semua hal ini harus
dapat dieksploitasi dengan baik untuk mendukung setiap proses pengajaran dan
juga dalam membangun atmosfer akademik yang hendak diciptakan. Apalagi
pengajaran menganut pendekatan yang kongkrit, maka guru harus dapat menggunakan
hal-hal yang umum disekitar kita seperti: mata uang dan jam, sebagai alat
peraga.
4. Upaya Meningkatkan
Kualitas Pendidikan
a.
Peningkatan Kualitas Guru
Guru yang
memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan potensi
yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa
depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita
pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin,
yang ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu
harus mampu mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi seorang pendidik yang
proposional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan
kehidupan sehari-harinya.
Untuk
meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan
melalui cara-cara sebagai berikut :
1)
Mengikuti
Penataran atau Pendidikan dan Pelatihan
Menurut
para ahli bahwa penataran adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk
meningkatkan keahlian guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan mereka
sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang
masing-masing.[121]
Sedangkan
kegiatan penataran itu sendiri ditujukan untuk: (a) mempertinggi mutu petugas sebagai
profesinya masing-masing; (b) meningkatkan efisiensi kerja menuju arah tercapainya hasil
yang optimal; dan (c) perkembangan
kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.[122] Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kerja, keahlian dan peningkatan terutama pendidikan untuk menghadapi
arus globaliasi.
Istilah
Pendidikan dan Pelatihan berkembang menjadi rujukan sejak Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil ditetapkan. Pada giliran berikutnya, istilah Pendidikan dan Pelatihan
yang lebih terkenal dengan sebutan diklat dipergunakan oleh banyak pihak, tidak
hanya pemerintah, akan tetapi juga organisasi lain seperti perusahaan.
Edwin
B. Flippo mengatakan: “Pelatihan adalah tindakan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan seorang pegawai untuk melaksanakan pekerjaan tertentu”[123]. Sedangkan Manullang mengatakan: “Pelatihan adalah suatu proses sistematis untuk
mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan
pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi
saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu
agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya”[124].
Adapun
komponen dalam pelatihan yang diungkapkan oleh Mangkunegara adalah: (1) Tujuan dan sasarannya; (2) Para pelatihnya; (3)
Materinya: (4) Metodenya; dan (5) Pesertanya”[125].
Pelatihan
bagi pelaksana lebih kepada peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknisnya
dan bagi pegawai tingkat manajerial pelatihan ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan konseptual, kemampuan dalam mengambil keputusan, dan perluasan human
relations.
Pelatihan
harus meningkatkan kemampuan kerja pesertanya agar menimbulkan perubahan
keterampilan dan sikap, Hamalik memberikan contoh-contoh kemampuan dari hasil
peningkatan pelatihan:
(1) Kemampuan membentuk dan membina hubungan antar
perorangan (personal) dalam organisasi;
(2) Kemampuan menyesuaikan diri dengan keseluruhan lingkungan;
(3) Pengetahuan dan kecakapan untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu; dan
Ranupandoyo membedakan
pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: ”Pendidikan merupakan suatu kegiatan
untuk meningkatkan pengetahuan untuk seseorang termasuk di dalamnya peningkatan
penguasaan teori dan ketrampilan, memutuskan berbagai persoalan yang menyangkut
tujuan organisasi. Sedangkan pelatihan membantu seseorang dalam memahmi suatu
pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan ketrampilan, kecakapan
dan sikap yang diperlukan organisasi dalam usaha pencapaian tujuan”[127].
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada 7 (tujuh)
manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan Diklat, yaitu: (1) Merubah bentuk sikap pegawai; (2) Menambah pengetahuan pegawai; (3) Menambah ketrampilan pegawai;(4) Mengembangkan keahlian;(5) Mengembangkan semangat kerja;(6)Mempermudah pengawasan
pegawai; dan (7) Mempertinggi
stabilitas pegawai.
2)
Memperbanyak
Membaca
Menjadi
guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya berpedoman pada
satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak membaca
berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan sehingga
sebagai pendidik tidak akan kekurangab pengetahuan-pengetahuan dan
informasi-informasi yang muncul dan berkembang di dalam mayarakat.
3)
Mengadakan
kunjungan ke sekolah lain (studi
komperatif)
Suatu hal
yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar sekolah sehingga
akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar pikiran dan informasi tentang
kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang dimilikinya
serta mengatai permasalahan-permasalahan dan kekurangan yang terjadi sehingga
peningkatan pendidikan akan bisa tercapai dengan cepat.
4)
Mengadakan
hubungan dengan Wali siswa
Mengadakan
pertemuan dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan ini guru
dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan menjaga peserta
didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam pendidikan
yang diberikan di sekolah lebih sedikit apabila dibandingkan jam pendidikan di
dalam keluarga.
b.
Peningkatan Materi
Dalam
rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali mendapat
perhatian karena dengan lengkapnya meteri yang diberikan tentu akan menambah
lebih luas akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam
menjalankan dan mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan
benar. Materi yang disampaikan pendidik harus mampu menjabarkan sesuai yang
tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan ditambah
bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga
peserta didik tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran.
c.
Peningkatan dalam Pemakaian Metode
Metode
merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai salah satu
indicator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan dalam
pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah
menciptakan atau membuat metode baru, akan tetapi bagaimana caranya
penerapannya atau penggunaanya yang sesuai dengan materi yang disajikan,
sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar.
Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan
disampaikan sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau
monoton.
Untuk
itulah dalam penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut : 1) Selalu
berorientasi pada tujuan; 2) Tidak
hanya terikat pada suatu alternatif saja; dan 3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi,
misalnya: metode ceramah dengan tanya jawab. Jadi usaha tersebut merupakan
upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada peserta didik diera yang emakin
modern.
d.
Pemilihan
Media Yang Tepat
Gerlach & Ely yang dikutip oleh
Wina Sanjaya, mengatakan bahwa ”A medium concieved is any person, material
or event that establishs condition which enable the learner to acquire
knowledge, skill and attitude”. Media secara umum meliputi manusia, bahan,
peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap
(sikap).[128]
Pengertian ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan media adalah guru, buku
teks, dan lingkungan madrasah.
Sedangkan pengertian media
pembelajaran sendiri didefinisikan oleh Rossi dan Briedle yang dikutip oleh
Wina Sanjaya, mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan
bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio televisi, buku,
koran, majalah, dan sebagainya.[129]
Alat-alat tersebut jika digunakan dan diprogram untuk pendidikan, maka termasuk
media pembelajaran.
Kerucut pengalaman Edgar Dale
menggambarkan bahwa hasil belajar seseorang dapat diperoleh melalui pengalaman
langsung (konkret), kenyataan yang
ada di lingkungan kehidupan seseorang, melalui benda tiruan, sampai kepada
lambang (abstrak).
Melalui pengalaman langsung
siswa berhubungan dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan
perantara, hasil yang diperoleh siswa menjadi lebih konkret sehingga akan
memiliki ketepatan tinggi. Semakin ke atas puncak kerucut pengalaman belajar
siswa hanya melalui lambang verbal, dan pengalaman yang diperoleh siswa
sifatnya lebih abstrak.
Persoalannya penyampaian pesan
dengan pendekatan kondisi sebenarnya atau pengalaman langsung kadang terkendala
atau bahkan tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, peranan media
pembelajaran sangat diperlukan dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Fungsi
media pembelajaran antara lain 1) menangkap suatu objek atau
peristiwa-peristiwa tertentu, 2) memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek
tertentu, 3) menambah gairah dan motivasi belajar siswa, dan 4) mempunyai
nilai-nilai praktis tertentu seperti mengatasi keterbatasan pengalaman siswa
dan ruang kelas.
e.
Peningkatan Sarana prasarana
Sarana
adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan
efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik
dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.[131]
Dari segi
sarana tersebut perlu diperhatikan adanya usaha untuk: 1) Mengerti
secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan; 2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam
interaksi belaja mengajar; 3) Pembuatan
media harus sederhana dan mudah; dan 4) Memilih
media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan diajarkan.
Sarana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “segala sesuatu (bisa berupa syarat atau upaya) yang sapat
dipakai sebagai alt atau media dalam mencapai maksud atau tujuan”[132].
Moenir mengemukakan bahwa sarana
adalah “segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi
sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka
kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja”[133].
Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana merupakan
seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut
adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya
berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
Untuk lebih jelasnya mengenai
sarana yang dimaksud di atas, istilah sarana kerja/fasilitas kerja dapat
ditinjau dari segi kegunaan. Moenir membagi
sarana sebagai berikut :
1)
Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi
langsung sebagai alat produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses
suatu barang yang berlainan fungsi dan gunanya.
2)
Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi
sebagai alat pembantu tidak langsung dalam produksi, mempercepat proses,
membangkit dan menambah kenyamanan dalam pekerjaan.
3)
Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda
yang berfungsi membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan, misalnya mesin ketik,
mesin pendingin ruangan, mesin absensi, dan mesin pembangkit tenaga[134].
Prasarana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan,
proyek,dsb)”[135].
Berdasarkan
pengertian di atas, maka prasarana pada dasarnya memiliki fungsi utama sebagai
berikut :
1)
Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat
menghemat waktu.
2)
Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa.
3)
Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin.
4)
Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para pengguna/pelaku.
5)
Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin.
6)
Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang
berkepentingan.
7)
Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan
yang mempergunakannya.
Secara
umum prasarana merupakan alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang
dilakukan di dalam pelayanan terhadap publik, karena apabila prasarana tidak
tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil
yang diharapkan sesuai dengan rencana.
Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang
sarana dan prasarana, ini dijelaskan dalam buku “Administrasi Pendidikan” yang
disusun oleh Tim Dosen IP IKIP Malang menjelaskan: sarana sekolah/madrasah
meliputi semua peralatan serta perlengkapan yang langsung digunakan dalam
proses pendidikan di sekolah, contoh: gedung sekolah (school building), ruangan meja, kursi, alat peraga, dan
lain-lainnya. Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak
langung menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan di sekolah,
sebagai contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan
semuanya yang berkenaan dengan sekolah.[136]
f.
Peningkatan Kualitas Belajar
Dalam
setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya lancar
seperti yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam
belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut :
1)
Memberi
Rangsangan
Minat
belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus
menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan
mempelajari baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan
setiap metode yang dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap
bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik
untuk belajar, karena yang disajikan benar-benar mengenai atau mengarah pada
diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya
setelah peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal memberikan
motivasi secara kontinu.
Oleh
karena itu pendidik atau lembaga tinggal memberikan atau menyediakan sarana dan
prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima pengalaman yang dapat
menyenangkan hati para peserta didik sehingga menjadikan peserta didik belajar
semangat.
2)
Memberikan
Motivasi Belajar
Motivasi
adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan dan
menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu
dengan diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada
penjelasan tugas-tugas.
Motivasi
merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi
yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa:
a)
Memberikan
penghargaan
Usaha-usaha
meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang bagus,
baik berupa kata-kata, benda, simbol atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini
bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan
mampu bersaing dengan teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik
akan mudah meningkatkan kualitas pendidikan.
b)
Memberikan
hukuman
Pemberian
hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri berkaitan
dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.
c)
Mengadakan
kompetisi dan lomba
Pengadaan
ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk membantu
peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukan
pengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal
yang nyata bagi siswa.
C.
Pengaruh Manajemen
Kepala Madrasah Terhadap Kualitas Pendidikan
Faktor yang
Mempengaruhi kualitas pendidikan akan
menjadi optimal bilamana diintegrasikan dengan komponen madrasah baik kepala
madrasah, fasilitas kerja, guru, karyawan, maupun anak didik. Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu
kepemimpinan kepala madrasah, fasilitas kerja, harapan-harapan, dan
kepercayaan personalia sekolah.
Pengaruh manajemen
kepala madrasah terhadap kualitas pendidikan tergantung bagaimana kepala
madrasah itu mampu menerapkan motivasi
kerja dengan berbagai macam terobosan-terobosan seperti gaji dan tunjangan yang
layak, kenaikan pangkat sesuai dengan waktu, kondisi kerja yang kondusif dan
menonjolkan kolegalitas daripada pola hubungan hirarkis dalam lingkungan
madrasah.[137]
Dengan demikian
nampaklah bahwa kepemimpinan kepala madrasah dan fasilitas kerja akan ikut
menentukan baik buruknya kinerja guru. Selain itu banyak faktor yang turut mempengaruhi
kualitas pendidikan, baik faktor internal guru yang bersangkutan maupun faktor
yang berasal dari luar seperti fasilitas madrasah, peraturan dan kebijakan yang
berlaku, kualitas manajerial dan kepemimpinan kepala madrasah, dan kondisi
lingkungan lainnya. Tingkat kualitas kinerja guru ini selanjutnya akan turut
menentukan kualitas lulusan yang dihasilkan serta pencapaian lulusan yang
dihasilkan serta pencapaian keberhasilan sekolah/madrasah secara keseluruhan[138].
Guru sangat mungkin
dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena guru
paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan
kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat
diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu di intervensi, tidak adanya
kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai
pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar, bahkan sebagai penatar guru
juga tidak memiliki otonomi sama sekali, selain itu ruang gerak guru selalu
dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP), padahal seorang guru yang telah memiliki pengalaman
mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri.
Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi
guru banyak terbuang, waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya.
Syafaruddin
menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual
korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak
terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin
kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada
kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.
Syafaruddin juga mengemukakan
bahwa ada lima penyebab rendahnya
profesionalisme guru, yakni :
1) Masih banyak guru
yang tidak menekuni profesinya secara total.
2) Rentan dan
rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan.
3) Pengakuan terhadap
ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak
terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak
tenaga keguruan dan kependidikan,
4) Masih belum
smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan
kepada calon guru.[139]
Penilaian kinerja
adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data
sebagai bahan dalam rangka pengambilan keputusan. Dengan demikian dalam setiap
kegiatan penilaian ujungnya adalah pengambilan keputusan. Berbeda dengan
penelitian yang berujung pada pemecahan masalah. Penilaian kinerja merupakan
sistem formal yang digunakan untuk menilai kinerja secara periodik yang ditentukan
oleh organisasi. Hasilnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
rangka pengembangan pegawai, pemberian
reward, perencanaan pegawai, pemberian konpensasi dan motivasi. Setiap pegawai
dilingkungan organisasi manapun sudah tentu memiliki tugas pokok, fungsi dan
tanggung jawabnya sesuai dengan deskripsi tugas yang diberikan pimpinan
organisasi. Menilai dan mengukur kinerja guru perlu ditetapkan kriterianya.[140]
Dale Yoder dalam Malayu
SP Hasibuan mendefinisikan penilaian kinerja sebagai prosedur yang formal
dilakukan didalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta
kepentingan bagi pegawai, penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang
dilakukan manajemen atau penyelia. Penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja
dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian atau deskripsi
pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun[141]. Menurut
Andrew F. Sikula dalam Hasibuan Malayu S. P, penilaian kinerja adalah evaluasi
yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan
ditujukan untuk pengembangan tujuan penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi
dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Melalui penilaian tersebut,
maka dapat diketahui bagaimana kondisi nyata pegawai dilihat dari kinerja dan
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan[142].
Adapun tujuan
penilaian menurut Sulistiyani dan Rosidah dalam Euis Karwati, adalah :
1) Untuk mengetahui
tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.
2) Memotivasi pegawai
untuk memperbaiki kinerjanya.
3) Mendistribusikan
reward dari organisasi atau instansi yang berupa kenaikan pangkat dan promosi
yang adil.
Secara terperinci
manfaat penilaian kinerja bagi organisasi, masih menurut Sulistiyani dan Rosidah dalam Euis Karwati adalah :
1) Penyesuaian-penyesuaian
kompensasi.
2) Perbaikan
kinerja
3) Kebutuhan latihan
dan pengembangan.
4) Pengambilan
keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan
perencanaan pegawai.
Menurut Nasir Usman
ada 5 faktor yang menjadi kriteria paling populer dalam membuat penilaian kinerja
yaitu :
1) kualitas pekerjaan,
meliputi akurasi, ketelitian, penampilan, dan penerimaan keluaran,
2) kualitas pekerjaan,
meliputi: volume keluaran dan kontribusi,
3) supervisi yang
diperlukan, meliputi: saran, arahan, dan perbaikan,
4) kehadiran, meliputi
regulasi, dapat dipercaya/diandalkan dan ketepatan waktu, dan
5) konversi, meliputi
pencegahan pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan peralatan. Aspek-aspek
kinerja ini dapat dijadikan landasan ukuran dalam mengadakan pengkajian tingkat
kinerja seseorang.[145]
Tenaga kependidikan,
terutama kepala madrasah atau pimpinan institusi pendidikan merupakan
manajer-manajer pendidikan. Sebagai manajer pendidikan tugas utama mereka
adalah mengupayakan agar kegiatan pendidikan dapat menghasilkan tujuan-tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien, melalui proses yaitu manajemen
pendidikan.
Menurut Terry dalam
Ngalim Purwanto, manajemen adalah suatu proses tertentu yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, yang dilakukan
untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan
menggunakan manusia dan sumber daya lainnya. Jika proses tersebut dilakukan
dalam bidang pendidikan dan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan maka
disebut sebagai manajemen pendidikan.[146]
Manajemen merupakan
inti dari administrasi sedangkan administrasi pendidikan adalah proses
pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personil, spiritual, maupun
matrial, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Dengan
demikian setiap tenaga kependidikan berperan sebagai administrator. Dan sebagai
administrator dirinya harus mampu berperan sebagai manajer pendidikan.[147]
Dari perspektif
manajemen pendidikan, masalah-masalah pendidikan dapat terjadi jika tenaga
kependidikan tidak mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai manajer pendidikan.
Sebagai manajer pendidikan setiap tenaga kependidikan terlebih lagi untuk
setiap pemimpin institusi pendidikan harus mengembangkan kemahiran dasar
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.
Kemahiran teknis (technical skill) yang cukup untuk melakukan upaya
dari tugas khusus yang menjadi tanggung jawabnya.
2.
Kemahiran yang bercorak kemanusiaan (human skill), yang diperlukan
untuk bekerja dengan sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok yang
efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan
yang dia pimpin.
3.
Kemahiran menganalisis situasi dan permasalahan dengan konsep-konsep
ilmiah yang relevan (conceptual skill), yang dapat dijadikan dasar dalam
mengambil keputusan dan bertindak secara tetap.[148]
Dari perspektif
manajemen pendidikan, masalah pendidikan dapat terjadi jika kepala sekolah/madrasah
dan juga para guru tidak mampu menjadi manajer-manajer pendidikan yang baik.
Masalah tersebut bisa saja terjadi karena: a). dirinya tidak memiliki
pengetahuan yang memadai mengenai konsep-konsep manajemen pendidikan, b).dirinya
kurang memahami konsep-konsep dasar pendidikan, dan c). dirinya tidak atau
kurang memiliki kemampuan dan karakteristik sebagai manajer pendidikan,
sehingga tidak mampu menjalankan peran sesuai dengan statusnya. Masalah
kualitas manajer pendidikan seperti itu bisa terjadi karena kesalahan dalam
penempatan. Seorang yang sebenarnya belum atau tidak siap untuk menjadi
pemimpin karena faktor tertentu dia diangkat menjadi kepala madrasah.
Masalah-masalah
pendidikan juga dapat terjadi jika para pemimpin institusi pendidikan lebih
banyak menempatkan dirinya sebagai kepala dan bukan sebagai pemimpin. Sebagai
kepala madrasah mereka bertindak sebagai penguasa, hanya bertanggung jawab pada
pihak atasan, dan melakukan tugas-tugas karena permintaan atasan. Jika kepala
madrasah lebih banyak bertindak sebagai kepala maka dirinya akan kesulitan
memberdayakan semua personal yang ada agar tujuan pendidikan tercapai.
Jika
masalah-masalah pendidikan disebabkan oleh faktor manajemen maka upaya yang
paling tepat untuk mencegah dan mengatasi adalah dengan meningkatkan kualitas
manajemen pendidikan. Kualitas manajemen dapat meningkat jika para
manajer-manajer pendidikan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.
Seringkali
terlontar pernyataan bahwa kualitas pendidikan sulit untuk ditingkatkan karena
kurangnya dukungan dana. Namun ada fakta yang menunjukkan bahwa dana yang cukup
bahkan ternyata tidak berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan. Hal
demikian dapat terjadi karena kepala madrasah tidak atau kurang mampu
memberdayakan semua sumber yang ada, khusunya sumber daya manusia. Demikian
juga halnya dengan peranan guru di madrasah sebagai manajer pendidikan,
hambatan yang terjadi adalah kurangnya kemampuan untuk memberdayakan semua
sumber belajar yang ada agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Untuk mengatasi
masalah di atas salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui peningkatan
manajemen kinerja kepala madrasah dan guru. Dalam perspektif manajemen, agar
kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka
dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management) yang baik.
Tugas
dan tanggungjawab dari seorang pemimpin adalah untuk mendorong kelompok ke arah
pencapaian tujuan-tujuan yang bermanfaat. Anggota-anggota kelompok perlu
merasakan bahwa mereka memiliki sesuatu yang bermanfaat yang harus dilakukan
dan sesuatu yang dapat dilakukan dengan sumber daya dan kepemimpinan yang
tersedia.[149]
Didalamnya berlangsung proses
pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menwujudkan iklim yang
memungkinkan siswa belajar dan mengikuti proses pembelajaran. Melalui kegiatan
pembelajaran siswa mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang perlu bagi
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Begitu pula keberadaan madrasah
adalah sebagai sekolah/madrasah dengan ciri khas agama Islam yang potensial
dalam pengembangan sumber daya manusia. Kehadiran madrasah memberikan
kontribusi signifikan bagi kemajuan kebudayaan bangsa. Oleh karena itulah,
kehadiran madrasah di Indonesia ditengah-tengah madrasah sangat didambakan oleh
setiap insani khususnya kaum muslimin.
Dari sudut
pandang (point of view) organisasi,
perencanaan karir mencakup suatu usaha secara sadar untuk memaksimalkan
kontribusi potensi seseorang. Pengisian jabatan kosong atau lowong harus
didasarkan pada data rekam jejak kinerja dan prestasi dari para personil yang
memenuhi kualifikasi bagai lowongan jabatan itu.
Adapun
manajemen personalia dalam mengambil kebijakan seperti pada gambar dibawah ini:
Perencanaan
|
Pengambilan Keputusan
|
Pengorganisasian
|
Pengawasan
|
Pelaksanaan
|
Gambar 2.5 Manajemen personalia
Kepemimpinan dalam manajemen pendidikan merupakan faktor
kunci keberhasilan suatu organisasi. Kepemimpinan merupakan inti dalam
manajemen pendidikan. Kepemimpinan akan berjalan secara efektif dan efisien
apabila dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang jujur, bertanggung jawab,
transfaran, cerdas, memahami tugas dan kewajibannya, memahami anggotanya, mampu
memotivasi, dan berbagai sifat yang baik yang terdapat dalam diri seorang
pemimpin. Ia harus sadar bahwa pemimpin memiliki arti sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi dirinya sendiri dan orang lain melalui keteladanan, nilai-nilai
dan prinsip yang akan membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak.
Seorang yang mandapat amanah sebagai eksekutif akan menunjukkan nilai-nilai moral
tersebut, sehingga mereka akan memimpin berdasarkan prinsip.[150]
Kinerja kepala madrasah aliyah adalah proses mempengaruhi
aktivitas individu, kelompok dan sebagainya dalam situasi tertentu untuk
mencapai suatu tujuan. Karena itu, seorang pemimpin harus memiliki strategi,
cara atau teknik agar anggota atau bawahan mau dipengaruhi. Untuk itu dalam
konteks pendidikan apalagi madrasah
inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan pemimpin pendidikan yang efektif,
yang secara konsisten melekat pada pribadinya sifat-sifat antara lain rasa
tanggungjawab, perhatian untuk melaksanakan tugas, energik, tepat berani
mengambil resiko, orisinal, percaya diri, terampil mengendalikan stress, mampu
mempengaruhi, dan mampu mengkoordinasikan usaha pihak lain dalam rangka mencapai
tujuan lembaga.[151]
Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surat
Ali Imran/3 ayat 159 yang berbunyi:
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS.Ali Imran/3: 159).[152]
Ayat di atas merupakan sebuah bukti keberhasilan Nabi
Muhammad Saw dalam mempengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya, sehingga
dakwah Islamiyah dapat diterima. Selanjutnya Burhanuddin menyatakan bahwa
bagaimana pemimpin menggunakan kekuasaannya ditemukan tiga buah model dasar
kepemimpinan, yakni: model kepemimpinan otoriter, demokrasi atau partisipasi,
dan memberikan kebebasan kepada bawahan.[153]
Perilaku seorang pemimpin memiliki pengaruh atas kinerja dan
kepuasan kerja anggota. Hal yang mendasar di tekankan bahwa kinerja dan
kepuasan anggotanya adalah hasil dari ragam gaya kepemimpinan seorang pemimpin.
Sikap positif orang terbangun terhadap objek yang merupakan alat dalam kepuasan
kebutuhan. Hal ini menjadi alasan perlunya pengembangan hubungan pimpinan
dengan bawahannya. Ada hubungan timbal balik perilaku pimpinan dengan perilaku
bawahannya. Perilaku bawahan berpengaruh terhadap perilaku pimpinan dan perilaku
pimpinan mempengaruhi perilaku bawahannya.[154]
Seorang pemimpin yang baik adalah yang mampu mengelola
seluruh sumber daya yang dimiliki dan mampu memberi keuntungan serta kepuasan
kepada para stakeholders madrasah. Kepemimpinan merupakan suatu ilmu
yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan,
mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan
perintah yang direncanakan.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam suatu institusi atau lembaga, karena sebagian besar keberhasilan ataupun
kegagalan suatu institusi ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Pentingnya
kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan
dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya
sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Soekarto Indrafachrudi
mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok
sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan itu.[155]
Kepemimpinan diartikan sebagai ketrampilan dan kemampuan seseorang
mempengaruhi perilaku orang lain, baik kedudukannya lebih tinggi, setingkat
maupun yang lebih rendah dari padanya dalam berfikir dan bertindak agar
perilaku yang semula mungkin individualistic dan ego sentrik berubah menjadi
perilaku yang organisasional.[156]
Selanjutnya, kepala madrasah diartikan sebagai tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana
diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi
antara guru dan siswa. Dengan demikian, profesionalisme seorang kepala madrasah
didefenisikan sebagai suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk
selalu mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya yang bertujuan agar
kualitas keprofesionalannya dalam mengembangkan dan mengarahkan segala sumber
daya yang ada pada suatu madrasah untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan
bersama.
Kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari kemampuan
pribadi, yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu
berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus. Baik buruknya
proses pendidikan di suatu sekolah/madrasah banyak ditentukan orang yang paling
bertanggungjawab atas segala sesuatunya yang sudah, sedang dan yang akan
terjadi di sekolah/madrasah tersebut.[157]
Efektivitas mengajar guru akan optimal, jika kepala madrasah
dapat mengatur dan membimbing guru-guru secara baik sehingga para guru dapat
melaksanakan tugas-tugasnya dengan penuh tanggung jawab, memperhatikan
kepentingan dan kesejahteraan bawahannya sehingga tidak ada keluhan dalam
menjalankan tugas dan kewajiban sehari-hari, harus menunjukkan kewibawaan
sehari-hari sehingga dapat diteladani dan dipatuhi oleh para guru maupun siswa.
Menetapkan dan melaksanakan peraturan-peraturan yang logis dan sistematis dapat
diterima oleh semua pihak yang terkait dalam peningkatan efektivitas mengajar
guru.
Peranan dan kinerja manajemen kepala Madrasah Aliyah dalam
proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses
tidaknya kegiatan madrasah sebagian besar ditentukan kualitas kepala madrasah.
Untuk menjadi seorang
pemimpin yang besar, ia harus mampu mengetahui dirinya sendiri dan
mengendalikan dirinya sendiri. Dalam kaitan ini sering kali disebut bahwa
pemimpin harus mampu memimpin dirinya sendiri. Kondisi ini walaupun sering
disebutkan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan, namun paling
sering mengalamim kegagalan dalam proses pendidikannya. Pemimpin yang mampu
mengetahui dirinya sendiri dan mengendalikan
dirinya sendiri serta mampu menjaga integritasnya sebagai pemimpin yang
berkepribadian.[158]
Pemimpin harus siap menerima dirinya secara ikhlas dengan segenap kelebihan dan
kekurangannya. Dia tidak membuang-buang waktu untuk menikmati kelebihan-kelebihan
yang ada pada dirinya atau menyesali kekurangan-kekurangannya. Dia akan lebih
banyak mempergunakan waktunya untuk memikirkan apa yang dapat dilakukannya
dengan segenap sifat yang ada betapapun terbatasnya pengetahuan dan
ketrampilan. Pemimpin yang produktif adalah pemimpin yang peka terhadap lingkungannya. Tanpa
kepekaan terhadap apa yang di butuhkan oleh lingkungannya tidak mungkin baginya
dapat menghasilkan sesuatu yang berarti bagi lingkungannya.
Sebuah lembaga yang memiliki pemimpin yang hebat, maka
lembaga tersebut akan tumbuh dan berkembang dengan baik walaupun secara
manajerial kurang baik. Namun jika sebuah madrasah memiliki pemimpin yang baik
sekaligus pemimpin tersebut memiliki kemampuan manajerial yang andal dapat
dipastikan bahwa perkembangan madrasah tersebut akan sangat cepat untuk
mencapai keunggulan.
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan
dalam mencapai tujuan bersama. Untuk itu dalam konteks pendidikan apalagi
madrasah inilah yang kemudian di kenal dengan sebutan pemimpin pendidikan yang
efektif, yang secara konsisten melekat pada dirinya sifat-sifat antara lain
rasa tanggungjawab, perhatian untuk melaksanakan tugas, energik, tepat berani mengambil
resiko, orisinal, percaya diri, dan mampu mengkordinasikan usaha pihak lain
dalam rangka mencapai tujuan lembaga.[159]
Pada prinsipnya,
kepemimpinan dalam lingkup pendidikan (educational leadership)
berorientasi pada keberlanjutan dan pengembangan dari efisiensi dan
efektivitas madrasah. Sebagaimana kepala madrasah hanya dapat meraih kesuksesan
dengan bekerja sama dengan warga madrasah lainnya, kepemimpinan kependidikan
kemudian ditujukan pada peningkatan maksimal dari produktifitas dan
usaha-usaha yang dilakukan oleh semua warga madrasah. Berangkat dari pandangan
ini, peran dan praktek kepemimpinan seorang kepala madrasah dalam memberdayakan
stakeholder madrasahnya menjadi hal yang mutlak.[160]
Kepala madrasah adalah pengelola
pendidikan di madrasah secara keseluruhan dan kepala madrasah adalah pemimpin
formal pendidikan dimadrasahnya. Dalam suatu lingkungan pendidikan di madrasah,
kepala madrasah bertanggungjawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan
guru-guru agar terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan
kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru
yang juga merupakan mitra kerja kepala madrasah dalam berbagai bidang kegiatan
pendidikan dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan
kompetensi profesionalnya.
Pendidikan Islam khususnya di
madrasah berjalan tanpa desain (not by design) tapi hanya
berdasarkan kebiasaan atau tradisi yang sudah ada sebelumnya (just by
accident and tradition). Dengan kata lain bahwa praktik
pendidikan yang dilakukan tanpa melalui ilmu pengetahun.[161]
Di era globalisasi yang amat kompetetif sekarang ini, keadaan praktik
pendidikan Islam khususnya di madrasah
harus direvitalisasi dan direformasi dengan berdasar pada teori dan
konsep filsafat pendidikan Islam yang sesungguhnya.[162]
Keberhasilan suatu program harus
diawali dengan perencanaan yang sangat matang. Perencanaan yang dilakukan
dengan baik oleh kepala madrasah, maka setengah keberhasilan sudah dapat
tercapai dan setengahnya lagi terletak pada pelaksanaannya. Namun demikian,
perencanaan yang baik sistematisnya atau terperinci, jika proses perencanaan
tidak sesuai dengan program maka mungkin akan gagal. Kepala madrasah harus
benar-benar membuat perencanaan yang matang sehingga apa yang sudah diprogramkan akan berhasil
termasuk dalam hal penerapan manajemen
berbasis madrasah yang sudah disosialisasikan di setiap madrasah/sekolah.[163]
Kemampuan
Manajerial Kepala Madrasah merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap
kompetensi guru dan akan mendorong guru/pegawai bekerja, berperan serta
berupaya berusaha melakukan kualitas Pendidikan merupakan salah satu bidang
yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan perkembangan
dunia. Guru dituntut untuk memilki kemampuan profesional, kreatif dan inovatif
serta bekompensi.
Akhirnya,
upaya peningkatan mutu madrasah akan dapat tercapai manakala seorang kepala
mampu menjalankan fungsinya sebagai perencana, pengorganisasi, pelaksana, dan
penggali upaya peningkatan mutu madrasah. Disamping itu, seorang kepala juga
harus mampu membangun jejaring dengan masyarakat serta mampu menyebarkan
motivasi berprestasi diantara para guru, pegawai, siswa, orang tua dan
masyarakat sebagai komponen madrasah.
[2]Tim
Penyusunan Kamus Pusat Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, h. 708
[3]Marihot Manullang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Citapustaka Media Perintis, 2012, h. 2
[4]Malayu
S.P.Hasibuan, Manajemen; Dasar,
Pengertian, dan Masalah, Ed. Revisi, cet. 3, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2004,
h. 2
[6] Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/ Madrasah. Baca juga Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala
Sekolah/ Madrasah
[7]Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/ Madrasah
. Baca Pasal
2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan
Guru Sebagai Kepala Sekolah/ Madrasah
[9]Marno dan
Trio Suprianto, Manajemen dan
Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: Rifeka Aditama, 2008, h. 1
[10]Sudjana, Manajemen Program Pendidikan: Untuk
Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung: Falah
Production, 2000, h. 77.
[12]Richa M.
Steer, Managing Effective Organization:
an Introduction, Boston: Kent Publishing Company a Division of Wadsworth,
Inc, 1985, h. 673
[13]Syafaruddin dan
Nurmawati, Pengelolaan Pendidikan:
Mengembangkan Ketrampilan Manajemen Pendidikan Menuju Sekolah Efektif,
cet.1, Medan:
Perdana Mulya Sarana, 2011, h.40
[16]Fadli Abdurrahman
al-Fasl, Al qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: PT. Syaamil
Cipta Media, 2005, h. 548
[18]J.A.F.Stoner, Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, Jakarta: Erlangga, 1992,
h. 8, lihat juga: H. Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan, Bandung:
Alfabeta, 2010, h. 86.
[22]Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam; Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, dan
Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi Saw sampai Ulama Nusantara,
Jakarta: Kalam Mulia, 2011, h. 444
[24]Malayu S.P.
Hasibuan, Manajemen; Dasar, Pengertian...,
h. 138
[25]Malayu S.P.
Hasibuan, Manajemen; Dasar, Pengertian.. ,
h. 96
[26]Faustino
Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya
Manusia, Yokyakarta: C. Andi Offset, 2003, h. 123
[28]Nasir Usman,
Manajemen Peningkatan Mutu Kinerja Guru;
Konsep, Teori dan Model, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011, h. 18
[30]A.M.
Kardaman dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu
Manajemen Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, h.
118
[32]Sudarwan
Darmin, Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 145
[33]Wahyusumidjo,
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Grafindo Persada, 2002, h. 81-82
[36]Dirjen Bimas
Islam, Almanak 1974, Jakarta: Departemen Agama RI, 1974, h. 45
[37]Maksum, Madrasah:
Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 146
[38]Ahmad
Sudrajat, Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com , 15 Juli
2016
[40]Syafaruddin dan Irwan
Nasution, Menajemen Pembelajaran, Ciputat:
Quantum Teaching, PT Ciputat Press, h. 73.
[47]Ngalim Purwanto, Administrasi dan Suvervisi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009, h. 16.
[48]Kartini
Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan,
cet. III, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h. 152
[51]Januarti, dkk, Pengaruh Komitmen
Organisasi Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Hubungan Antara Etika Kerja Islam
Dengan Sikap Terhadap Perubahan Organisasi”. JAAI, Volume 10, No.1: 17-35,
Juni 2006, h. 15
[55]Barbara
B.Seels dan Rita C.Richey, Teknonologi
Pembelajaran Defenisi dan kawasannya, Washington DC: Association for
Educational Communications and Technology, 1994, h. 35
[56]M.Ngalim
Purwanto, Administrasi, h. 27
[57] Mulyasa, Manajemen
Berbasis Sekolah, Bandung:
Rosdakarya, 2004, h. 126
[60]Sudarwan
Darmin, Menjadi Komunitas Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, h. 107-108
[62]Soetjipta
dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka cipta, 1999, h. 192
[63]
HM.Daryanto, Administrasi, h. 179-180
[64]Wahyosumidjo, Kepemimpinan, h. 122
[67]SB.Hari Lubis, Pengantar
Teori Organisasi, Bandung: PPs Unimus, 2008, hlm. 271
[69]Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan
Pendidikan Islam, cet. 1, Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2011, h. 409
[70]Kenneth N.
Wexley dan Gary A. Yuki, Perilaku
Organisasi dan Psikologi Personalia, Terj. Muh. Shobaruddin, Jakarta: Bina
Aksara, 1988, h. 149
[74]Larry J.
Reynold, Kiat Sukses Manajemen Berbasis
Sekolah, cet.2, Terj. Teguh Budiharso dan Abdul Munir, Jakarta: CV. Diva
Pustaka, 2005, h.77
[75]Syaidam, Ghozali, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta :
PT. Toko Gunung Agung, 1996, h. 45
[76]Syaiful
Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan
Masyarakat, Jakarta
: Naimas Multima, 2004, h. 58
[77]Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar
Kepala Sekolah/Madrasah. Baca juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala
sekolah/madrasah.
[79]Hamzah B.Uno,
Perencanaan Pembelajaran, Jakarta:
PT.Bumi Aksara, 2006, h. 22
[80]Wahyosumidjo,
Kepemimpinan, hlm. 18
[81]Lukmanul
Hakim, Perencanaan .., h. 1
[82]Sudarwan
Darmin, Inovasi Pendidikan dalam Upaya ......., h. 145
[83]Wahyusumidjo,
Kepemimpinan Kepala Sekolah..., h.81-82
[84]Hamzah B.Uno,
Perencanaan Pembelajaran....., h. 22
[85]Wahyosumidjo,
Kepemimpinan....., h. 18
[86]Syafaruddin,
Kepemimpinan Pendidikan, Akuntabilitas
Pimpinan Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, cet.1, Jakarata: Ciputat
Press, 2010, h. 87-88
[88] Glickman, C.D. Development
Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum
Development, 1981, h. 77
[96]Euis Karwati
dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan
Profesionalisme Kepala Sekolah; Membangun Sekolah yang bermutu, Bandung:
Alfabeta, 2013, hlm. 29
[97]Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
[98]Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
[101]Jurnal Ilmu Pendidikan Mutu Pendidikan Sekolah
Dasar di Daerah Seminasi, Nopember 1997, IKIP, 1997, h. 225
[104]Ance
Supriyadi dan H.AR Tilar, Analisis
Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993,
h. 159
[108]Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah,
Direktur Pendidikan Menengah dan Umum, Bandung: Remaja Rosda, 1999, h. 4
[109]Abdul
Chafidz, Sekolah Unggul Konsepsi dan
Problemantikanya, Yokyakarta: Bina Karya, 1998, h. 142
[120]Ibid.
[122]Ibid, hal 116
[123]Kamil, Mustofa. Model Pendidikan Dan
Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Penerbit Alfabeta,
2010, h. 3
[125]Mangkunegara, AA., Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung : Remaja Rosda Karya, 2009, h. 51
[127]Ranupandojo, Heidjarahman dan Suad Husnan, Management Personalia, Edisi Ketiga. Yogyakarta: FE-UGM, 2005, h. 79
[132]Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka,
2002, h. 999
[136]Tim Dosen Jurusan
Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, h. 135
[141]Malayu SP.
Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian,
dan Masalah, ed. Revisi, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, h. 214
[143]Euis
Karwati, Kinerja dan Profesionalisme
Kepala Sekolah: Membangun Sekolah yang bermutu, Bandung: Alpabeta, 2013, h.
256
[146]Ngalim
Purwanto, Administrasi..., h. 27
[150]R.Ibrahim,
et. al., Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,
cet.2, Jakarta: PT. Imperial Bhakti Utama, 2007, h. 236
[152]Muhammad
Shohib Thohar, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, hlm. 71
[153]Burhanuddin,
Analisis Administrasi Manajemen dan
Kepemimpinan, cet.7, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hlm. 46
[154]M.Nur, Manajemen Kepala Madrasah: antara Das Sein
dan Das Sollen, cet.1, Medan: Citapustaka Media Perintis, 2010, h.. 37
[155]Soerkarto
Indrafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah
yang Efektif, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006, h. 2
[156]Sondang P.
Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan
Perilaku Sosial. Cet. Ke.2, Jakarta: Gunung Agung, 1985, h. 12
[157]Syaiful
Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan Mutu,
Jakarta: Nimas Multima, 2005, h. 24
[158]Muhaimin,
et. al., Manajemen Pendidikan, h. 34
[160]Ahmad
Rozikun dkk, Strategi Perencanaan Manajemen Berbasis Madrasah , Jakarta:
PT.Listafariska Putra, 2004, h..45
[161]Lihat
Prayitno, Dasar teori dan Praktis Pendidikan, Cet. I, Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2009, h. 1
[162]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan
Multidisipliner, Cet.I, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010, h. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar