RUNNING TEXT

Kamis, 02 Maret 2017



BAB II
TEORI TENTANG PENGARUH MANAJEMEN KEPALA MADRASAH TERHADAP KUALITAS PENDIDIKAN

A.      Kualitas Manajemen Kepala Madrasah
Secara bahasa manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola, mengurus, menata, mengatur, dan mengendalikan. Dengan demikian, manajemen dapat diterjemahkan menjadi pengelola, penataan, pengurusan, pengaturan dan pengendalian.[1] Dalam kamus besar Bahasa Indonesia manajemen diartikan sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.[2]
Dalam Encyclopedia of the Social Science dijelaskan bahwa manajemen adalah proses, dimana pelaksanaan suatu tujuan tertentu, diselenggarakan dan diawasi. Newman dan Terry mengemukakan bahwa manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan hasil tertentu, melalui orang lain. Sedangkan Balai pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada merumuskan bahwa manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.[3]
Pada umumnya yang sekarang terjadi adalah orang-orang cenderung berpendapat bahwa manajemen itu sebagai ilmu, dimaksudkan agar seseorang yang belajar manajemen tidak menjadikannnya menjadi sesuatu yang pasti. Malayu S.P. Hasibuan mengatakan: manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemamfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.[4] Sondang P. Siagian mengungkapkan bahwa manajemen adalah seni memperoleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain.[5]
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/ Madrasah disebutkan bahwa :
Kepala sekolah/ madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/ raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/ madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/ madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/ madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).[6]

Dengan demikian dapat diartikan bahwa manajemen kepala madrasah merupakan proses pelaksanaan tujuan madrasah yang dilaksanakan dan diawasi oleh kepala madrasah dengan menggunakan potensi yang ada dalam madrasah dengan semaksimal mungkin sehingga menemukan tujuan dengan sebaik-baiknya.
Seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/ madrasah tidak dilakukan secara acak atau semacamnya, akan tetapi memiliki ketentuan-ketentuan tertentu yang harus dipenuhi. Syarat-syarat guru yang diberi tugas tambahan Sebagai kepala sekolah/ madrasah adalah :
1.    Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
2.    Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.    beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.    memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi;
c.    berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah;
d.   sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah;
e.    tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f.     memiliki sertifikat pendidik;
g.    pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
h.    memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
i.      memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
j.      memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
3.    Persyaratan khusus guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah meliputi:
a.    berstatus sebagai guru pada jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah;
b.    memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal.
4.    Khusus bagi guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah Indonesia luar negeri, selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) butir a dan b juga harus memenuhi persyaratan khusus tambahan sebagai berikut:
a.         memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai kepala sekolah/madrasah;
b.         mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan atau bahasa negara dimana yang bersangkutan bertugas;
c.         mempunyai wawasan luas tentang seni dan budaya Indonesia sehingga dapat mengenalkan dan mengangkat citra Indonesia di tengah-tengah pergaulan internasional.[7]

Dalam konsep operasional manajemen memiliki rangkaian yang saling terkait satu sama lainnya. Manullang mengatakan bahwa manajemen adalah suatu proses rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang orang dan sumber daya organisasi lainnya. Proses proses manajemen tersebut antara lain : (1) Perencanaan; (2) Pengorganisasian; (3) Pengarahan; dan (4) Pengendalian[8].

1.        Perencanaan
Kesuksesan organisasi adalah mencapai tujuan yang telah disusun oleh manajer pada periode awal membentuk organisasi. Perencanaan adalah sebuah proses di mana seorang manajer memutuskan tujuan, menetapkan aksi untuk mencapai tujuan (strategi) itu, mengalokasikan tanggung jawab untuk menjalankan strategi kepada orang tertentu, dan mengukur keberhasilan dengan membandingkan tujuan.
            Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang perencanaan terlebih dahulu mengenal perbedaan visi, misi, nilai dasar, dan tujuan. Misi, visi, nilai dasar dan tujuan adalah titik awal dari perencanaan strategi.  Keempat hal ini mengatur konteks landasan dari suatu proses dan untuk menjalankan sesuatu serta unit perencana yang tertanam dalam suatu organisasi. Perbedaan misi menggambarkan tujuan dari suatu organisasi sedangkan visi menggambarkan keinginan untuk masa depan,  seringkali digambarkan dengan jelas, menggugah, singkat oleh manajer suatu organisasi. 
            Perencanaan    (planning) meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan telah dipertimbangkan sebagai fungsi utama manajemen dan meliputi segala sesuatu yang manajer kerjakan. Di dalam perencanaan, manajer memperhatikan masa depan, mengatakan “Ini adalah apa yang ingin kita capai dan bagaimana kita akan melakukannya”.
Membuat keputusan biasanya menjadi bagian dari perencanaan karena setiap pilihan dibuat berdasarkan proses penyelesaian setiap rencana. Perencanaan penting karena banyak berperan dalam menggerakan fungsi manajemen yang lain. Contohnya, setiap manajer harus membuat rencana pekerjaan yang efektif di dalam kepegawaian organisasi termasuk dalam organisasi pendidikan.
Menurut istilah, manajemen mengacu pada proses pelaksanaan aktifitas yang diselesaikan secara efisien dengan melalui pendayagunaan orang lain.[9] Menurut Sudjana manajemen merupakan rangkaian berbagai kegiatan wajar yang dilakukan seseorang berdasarkan norma- norma yang telah ditetapkan dan dalam pelaksanaannya memiliki hubungan dan saling keterkaitan dengan yang lainnya. Hal tersebut dilaksanakan oleh orang atau beberapa orang yang ada dalam organisasi dan diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan tersebut.[10]
Harold Koontz dan Cyril O’Donel dalam manajemen Pendidikan oleh Tim Dosen UPI mendefenisikan manajemen sebagai usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain melalui koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian.[11]
Dalam penerapannya, peranan manajemen sangat ditentukan oleh fungsi-fungsi manajemen. Fungsi-fungsi inilah yang menjadi inti dari manajemen itu sendiri. Fungsi tersebut merupakan proses yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam organisasi dan termasuk yang menentukan berhasil atau tidaknya kinerja manajemen.[12]
Dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien itulah, menajemen harus difungsikan sepenuhnya pada setiap organisasi, baik organisasi, industri, perbankan, maupun pendidikan. Fungsi-fungsi menajemen tersebut terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling), dan pengevaluasian (evaluating). Paling tidak kelima fungsi tersebut dianggap sudah mencukupi bagi aktivitas dan sumber daya material melalui kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi.[13]
Perencanaan merupakan tindakan awal dalam aktivitas manajerial pada setiap organisasi. Karena itu, perencanaan akan menentukan adanya perbedaan kinerja (perpormance) satu organisasi dengan organisasi lain dalam pelaksanaan rencana untuk mencapai tujuan. Mondy dan Premeaux dalam syafaruddin menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkan dalam kenyataan.[14] Berarti di dalam perencanaan akan ditentukan apa yang akan dicapai dengan membuat rencana dan cara-cara melakukan rencana untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para menejer di setiap level manajemen. Jika perencanaan dilakukan dengan pendekatan 5 W + 1 H, maka proses perencanaan tersebut harus dapat menjawab lima pertanyaan pokok, yaitu (1) apa yang akan dikerjakan dalam satu kurun waktu tertentu? (2) siapa yang bertanggungjawab untuk melakukan, dan kepada siapa bertanggung jawab? (3) prosedur, mekanisme dan metode kerja yang bagaimana yang akan diberlakukan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut agar terintegrasi dengan baik? (4) adakah penjadwalan kegiatan yang jelas dan harus ditaati? (5) dan apa alasan yang benar-benar data dipertanggungjawabkan tentang mengapa berbagai kegiatan harus dilaksanakan?[15]
Kedudukan kepala madrasah sangat menentukan dalam proses pendidikan yang di laksanakan di madrasah serta dalam pencapaian tujuan pendidikan baik tujuan instruksional, tujuan kurikuler, ataupun tujuan institusional. Di dalam prakteknya peran kepala madrasah dalam melaksanakan proses pendidikan akan terlihat dari aktivitas/penampilannya dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan kata lain semua itu akan nampak dari manajemen yang diterapkan sebagai kepala madrasah. Manajemen merupakan sebuah proses kerjasama untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan.
Dalam ajaran Islam, Allah Swt memerintahkan agar umat manusia agar senantiasa mempersiapkan diri dengan perencanaan yang matang, penetapan tujuan, membuat strategi dan memiliki program yang baik dalam menghadapi hari esok yang lebih baik. Kemampuan kepala madrasah melaksanakan manajemen pengembangan sumber daya manusia termanifestasi dari firman Allah Swt dalam qur’an surat al-Hasyr ayat 18:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$ ©!$#.     ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
   Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Hasyr (58): 18).[16]

Ayat tersebut di atas menjadi insfirasi bagi pengelola madrasah untuk menggunakan manajemen yang dapat meningkatkan kualitas madrasah. Makna memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok adalah beraktivitas dengan keimanan yang benar sehingga dengan aktivitas yang didasarkan pada niat yang baik dan keimanan yang benar, para pengelola madrasah mendapatkan nilai kebaikan dari Allah swt.
Ada suatu pendekatan yang logis terhadap perencanaan meliputi langkah-langkah :
a.    Memperhatikan lingkungan polotis, ekonomis, dan kompetitif di masa datang.
b.    Visualisasi peranan yang dikehendaki dari pada organisasi didalam lingkungan ini.
c.    Merasakan kebutuhan-kebutuhan dan keperluan.
d.   Menentukan perubahan-perubahan dalam kebutuhan dan keperluan-keperluan kelompok lain yang berkepentingan (pemegang saham, pegawai, penawar, pembeli)
e.    Mengembangkan sarana yang luas, tujuan-tujuan, rencana-rencana yang akan mengarahkan usaha-usaha seluruh organisasi.
f.     Menterjemahkan perencanaan yang luas ini kedalam usaha-usaha fungsional atas dasar yang lebih terperinci, riset, perencanaan dan pengembangan, produksi, distribusi, dan pelayanan.
g.    Mengembangkan perencanaan lebih terperinci dan kontrol atas penggunaan sumber-sumber dalam tiap-tiap wilayah fungsional selalu dihubungkan dengan usaha perencanaan yang menyeluruh.[17]

Sejalan dengan itu Stoner sebagaimana dikutif oleh  H. Engkoswara dan Aan Komariah, Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha peranggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.[18]
Selanjutnya  Dale yang dikutip oleh Pirdata yang mengutip beberapa pendapat ahli tentang pengertian tentang menajemen, merincikan bahwa menajemen adalah:
a.    Mengelola orang-orang
b.    Pengambilan keputusan
c.    Proses pengorganisasian dan memakai sumber-sumber untuk menyelesaikan tujuan yang sudah ditentukan
d.   Pendapat pertama merupakan penanganan terhadap para anggota organisasi, sedangkan pendapat kedua dan ketiga mencakup para anggotanya dan materi. Individu dan materi termasuk dana diatur dan diarahkan, kemudian diputuskan aturan-aturan dan hasil arahan itu untuk mencapai tujuan organisasi.[19]

Pengertian lain adalah hanya menekankan pengaturan personil seperti pendapat pertama diatas, yaitu kelompok khusus individu yang tugasnya mengarahkan usahanya kearah tujuan-tujuan melalui aktivitas-aktivitas menggerakkan orang lain, sesuatu kegiatan memimpin, atas dasar sesuatu yang telah diputuskan terdahulu.[20]
            Mengenai menajemen menurut Terry dalam Syafaruddin menjelaskan: “  menagement is performance of conceiving and achieving desired results by means of group efforts consisting of utilizing human talent and resource”.[21]
Pendapat ini dapat dipahami bahwa menajemen adalah kemampuan mengarahkan dan mencapai hasil yang diinginkan dengan tujuan dari usaha- usaha manusia dan sumber daya lainnya. Hersey dan Blanchard mengemukakan menajemen adalah proses bekerja sama antara individu dan kelompok serta sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan organisasi adalah sebagai aktivitas menajemen. Reeser berpendapat bahwa menajemen adalah pemanfaatan sumber daya fisik dan manusia melalui usaha yang terkoordinasi dan diselesaikan dengan mengerjakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pengarahan dan pengawasan.
            Dari pengertian diatas, menajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru/dosen, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Tujuan pendidikan sebagaimana tertuang pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bab II  pasal 4, antara lain dirumuskan:
            “Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertqwa terhadapap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.[22]

  Sasaran pendidikan secara makro sebagaimana yang terdapat dalam lembaga-lembaga pendidikan dapat diklasifikasikan pada beberapa hal, antara lain sisi pengetahuan (kognitif), pengembangan keterampilan/kemampuan  (motorik) dan pembentukan sikap (apektif). Sasaran mikro ini kemudian diterjemahkan dalam berbagai bentuk sasaran mikro yang dapat diukur secara rinci dan spesifik berupa apa yang diharapkan dari hasil belajar mengajar. Salah satu sasaran yang dapat diukur untuk sasaran kognitif adalah nilai hasil akhir belajar Ujian Nasional. Untuk sasaran motorik, terkait dengan apa yang telah dihasilkan oleh siswa, sedangkan untuk sasaran afektif, terkait dengan perubahan sikap/prilaku siswa setelah proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, pendidikan pun memerlukan adanya manajemen pendidikan. Pendidikan merupakan pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Sedangkan pengendalian pendidikan  dimasukkan untuk menjaga agar penyelenggara pendidikan  dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Semua hal pokok tersebut ditujukan untuk menghasilkan yang optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan pendidikan. Oleh karena itu, manajemen pendidikan dalam perkembangannya memerlukan apa yang dikenal dengan Good Menagement Practice  untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya,  Good menagement practice  dalam pendidikan masih merupakan suatu hal yang ekslusif. Banyak penyelenggaraan pendidikan yang beranggapan bahwa manajemen pendidikan bukanlah suatu hal yang penting, karena kesalahan persepsi yang menganggap bahwa domain manajemen adalah bisnis.
Dalam merumuskan perencanaan kerja madrasah, kepala madrasah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.         Madrasah membuat:
1)        Rencana kerja jangka pendek, menengah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan;
2)        Rencana kerja Tahunan yang dinyatakan dalam rencana kegiatan dan anggaran madrasah dilaksanakan berdasarkan jangka menengah.
b.        Rencana kerja jangka menengah dan tahunan madrasah:
1)        Disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari komite madrasah. Pada madrasah swasta rencana kerja ini disahkan berlakunya oleh penyelenggara madrasah/Yayasan.
2)        Dituangkan dalam dokumen yang mudah dibaca oleh pihak-pihak terkait.
c.         Rencana kerja empat tahun dan tahunan disesuaikan dengan persetujuan rapat dewan pendidik dan pertimbangan komite madrasah;
d.        Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas;
e.         Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai: kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran; pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; sarana dan prasarana; keuangan dan pembiayaan; budaya dan lingkungan madrasah; peran serta masyarakat dan kemitraan; rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu.
Hal penting lain dalam perencanaan adalah perencanaan sumber daya manusia, perencanaan terhadap orang-orang yang akan menjadi mitra bagi pimpinan (manajer) dalam menjalankan semua aktifitas organisasi. Manullang mengatakan: “Perencanaan Sumber Daya Manusia adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan”[23]. Andrew E Sikula mengatakan bahwa: “Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”[24]. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perencanaan sumber daya manusia merupakan proses penyusunan dan penentuan rencana kebutuhan tenaga kerja yang sesuai dengan rencana organisasi.
Manullang mengatakan: dalam hal ini terdapat paling sedikit sembilan manfaat yang dapat dipetik melalui perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM), yakni :
a.         Organisasi dapat memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada dalam perusahaan secara lebih baik
b.         Melalui perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang matang, efektivitas kerja juga dapat ditingkatkan apabila Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah ada sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
c.         Produktivitas dapat lebih ditingkatkan apabila memiliki data tentang pengetahuan, pekerjaan, pelatihan yang selalu diikuti oleh Sumber Daya Manusia (SDM).
d.        Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) berkaitan dengan penentuan kebutuhan tenaga kerja dimasa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk mengisi berbagai jabatan dan menyelenggarakan berbagai aktivitas baru.
e.         Salah satu segi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang dewasa ini dirasakan semakin penting ialah penanganan informasi ketenagakerjaan.
f.          Berdasarkan bahan yang diperoleh dan penelitian yang dilakukan untuk kepentingan perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM), akan timbul pemahaman yang tepat tentang situasi pasar kerja dalam arti :
1)   Perminatan pemakai tenaga kerja atas tenaga kerja dilihat dari segi jumlah, jenis, kualifikasi dan lokasinya.
2)   Jumlah pencari pekerjaan beserta bidang keahlian, keterampilan, latar belakang profesi, tingkat upah atau gaji dan sebagainya.
g.         Rencana Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang mengangi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam perusahaan.
h.         Mengetahui pasar tenaga kerja.
i.           Acuan dalam menyusun program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)[25].

Perencanaan sumber daya manusia yang dilakukan perusahaan/ organisasi merupakan proses yang dilakukan oleh manajemen untuk menentukan bagaimana perusahaan/ organisasi melanjutkan dan atau meningkatkan gerakannya kearah yang lebih baik, perencaan sumber daya manusia yang efektif mencakup:
a.    Perencanaan Kepegawaian.
Merupakan identifikasi jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi pada waktu mendatang.
b.    Perencanaan Program.
Merupakan hal yang menyangkut pengkoordinasian program-program untuk memenuhi rencana kepegawaian dalam bidang personalia yang berbeda.[26]

Perencanaan sumber daya manusia tidak dapat berlangsung begitu saja. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar perencanaan dapat berjalan sesuai dengan tujuan perusahaan. Hal pertama  yang  harus dilakukan adalah mengadakan inventarisasi tenaga kerja, yang meliputi hal hal sebagai berikut:
a.         Jumlah tenaga kerja yang ada
b.         Kualifikasi masing-masing tenaga kerja
c.         Lama dinas masing-masing tenaga kerja
d.        Kemampuan, pengetahuan dan pendidikan masing-masing tenaga kerja
e.         Potensi bakat masing-masing tenaga kerja
f.          Minat atau perhatian tenaga kerja
g.         Biaya tenaga kerja.[27]
Aktivitas perencanaan sumber daya manusia secara garis besar meliputi dua aktivitas yang wajib dilakukan, kedua hal tersebut adalah menetapkan kebutuhan tenaga kerja dan menentukan suplai tenaga kerja[28].
a.         Kebutuhan Tenaga Kerja
Untuk  dapat  menentukan  kebutuhan  tenaga kerja  untuk  masa  yang   akan
datang, maka pertama-tama harus dapat ditentukan rencana strategis perusahaan dan perkiraan tingkat kegiatan untuk masa yang akan datang.
Ada empat cara memperkirakan kebutuhan dimaksud, yakni :
1)      Penilaian Manajerial. Dengan memikirkan perkembangan dan beban masa mendatang, selanjutnya diputuskan berapa banyak, serta jenis orang yang akan dibutuhkan.
2)      Analisis Rasio Kecenderungan. Metode dengan mempelajari rasio yang ada, antara jumlah satu jenis tenaga kerja dibandingkan dengan tenaga kerja lainnya dan memberi perkiraan kebutahan masa mendatang.
3)      Work Study. Dengan menggunakan tekhnik pengukuran kerja, yaitu dengan cara : ditetapkan berapa banyak waktu yang diperlukan sebuah kegiatan atau sekelompok kegiatan dan jumlah pekerja yang dibutuhkan, dengan persiapan tambahan untuk istirahat, kelelahan, absensi dan waktu menganggur.
4)      Analisis Keterampilan atau Keahlian. Dilakukan dengan menilai perubahan di masa mendatang, mengenai keadaan keterampilan dan keahlian yang dimiliki sekarang dan yang akan muncul dari perencanaan strategi perusahaan, sehubungan dengan produk yang diproyeksikan, pengembangan pasar, serta penggunaan tekhnologi baru.
b.        Suplai Tenaga Kerja
Suplai tenaga kerja dapat ditentukan melalui perkiraan suplai internal dan perkiraan suplai eksternal.
1)      Perkiraan Suplai Internal. Perkiraan suplai tenaga kerja internal yang mungkin akan tersedia di dalam perusahaan, dapat diperkirakan pada :
a)      Analisis sumber daya yang ada, dilakukan dengan menilai atau mempelajari gerakan rasio sehingga dapat digambarkan kecenderungan perubahan di masa mendatang, yang mungkin akan menimbulkan masalah dengan suplai.
b)      Analisis pemborosan. Dengan melakukan analisa pemborosan, maka banyaknya tenaga kerja yang keluar dapat menghasilkan perkiraan kebutuhan penggantian tenaga kerja yang dibutuhkan pada masa yang akan datang.
c)      Perkiraan hasil program pelatihan, hal ini akan memberikan penjelasan bahwa selama program pelatihan ada kemungkinan tenaga kerja menghilang atau berhenti, sehingga harus ada langkah-langkah agar mereka yang mengikuti pelatihan dapat tetap bekerja dalam perusahaan.
Perkiraan suplai internal tersebut dapat juga dilakukan dengan menyusun audit sumber tenaga kerja internal. Audit sumber tenaga kerja internal ini menghasilkan berbagai jenis informasi tentang suplai tenaga kerja dalam organisasi, yang meliputi :
a)      Jumlah tenaga kerja
b)      Pengalaman masing-masing tenaga kerja
c)      Umur masing-masing tenaga kerja
d)     Jabatan yang masih dipangku masing-masing tenaga kerja
e)      Pendidikan dan pelatihan yang ditempuh
f)       Kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
g)      Bakat dan minat
h)      Kelemahan dan kelebihan masing-masing tenaga kerja
2)      Perkiraan Suplai Eksternal. Perkiraan suplai eksternal dimungkinkan dengan menyusun rencana penggunaan tenaga kerja yang berasal dari luar perusahaan. Dapat dilakukan dengan rekruitmen atau lembaga penyedia tenaga kerja.
Dari dasar aktivitas perencanaan sumber daya manusia diatas, maka proses perencanaan sumber daya manusia (tenaga kerja) menurut Manullang dapat digambarkan sebagai berikut :[29]
Gambar 2.1 Proses Perencanaan Tenaga Kerja

Proses dimaksud akan lebih baik jika dilaksanakan dengan keteraturan yang mengikat semua pihak yang berhubungan satu sama lainnya dengan tujuan yang sama, mencapai tujuan pendidikan. Jika hal tersebut dapat berjalan dengan sebaik-baiknya serta tidak mengabaikan hal-hal lain yang berkaitan seperti aturan perundangan dan atau lainnya, maka perencanaan bisa benar-benar berhasil.
2.        Pengorganisasian
Organizing, atau dalam bahasa Indonesia pengorganisasian merupakan proses menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, serta dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
Definisi sederhana dari pengorganisasian ialah seluruh proses pengelompokan orang, alat, tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan  yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokan tugas dan membagi pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan berbagai departemen serta penentuan hubungan. Tujuan pengorganisasian ini adalah untuk menetapkan peran serta struktur dimana karyawan dapat mengetahui apa tugas dan tujuan mereka.
Menurut Kardaman dan Yusuf Udaya bahwa pengorganisasian dalam dunia manajemen diartikan sebagai penetapan struktur peran-peran melalui penentuan aktifitas-aktifitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama, pengelompokan aktifitas, penugasan kelompok, aktifitas manajer, pendelegasian wewenang dan informasi horizontal dan vertikal dalam struktur organisasi.[30]
Organisasi  adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi. Organisasi (Organizing) juga meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.
Aspek utama lain dari organisasi adalah pengelompokan kegiatan  atau beberapa sub divisi lainnya. Misalnya kepegawaian, untuk memastikan bahwa sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Memperkerjakan orang untuk pekerjaan merupakan aktifitas kepegawaian yang khas. Kepegawaian adalah suatu aktifitas utama yang terkadang diklasifikasikan sebagai fungsi yang terpisah dari organizing. Jadi, pengorganisasian adalah penentuan, pengelompokan, dan penyusunan berbagai macam kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu serta penempatan hal-hal yang diperlukan.
Dari defenisi ini disimpulkan bahwa secara praktis, indikator utama pengorganisasian adalah adanya struktur kerja dan pembagian tugas (job discription) serta tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dalam konteks pengorganisasian ini, Allah Swt juga menegaskan dalam al Qur’an Surat Al Maidah ayat 2 yang berbunyi:
....¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (  .
Artinya : ...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.(Q.S.5/2).[31]
Ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus saling tolong menolong dalam mensukseskan rencana kebaikan yang telah dirumuskan bersama sehingga dapat terealisasi secara lebih efektif dan efisien.
Organisasi adalah berkumpulnya sejumlah orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Setelah rencana disusun oleh manejer, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisir sumber daya manusia dan sumber daya fisik sehingga dapat bermanfaat secara tepat.
Sedangkan pengorganisasian (Organizing) adalah proses dimana pekerjaan yang ada dibagi dalam komponen-komponen yang dapat ditangani dan aktivitas mengkoordinasikan hasil-hasil yang akan dicapai sehingga tujuan yang akan ditetapkan dapat tercapai.
Jadi proses pengorganisasian adalah kegiatan, menempatkan seseorang dalam struktur organisasi sehingga memiliki tanggung jawab, tugas dan kegiatan yang berkaitan dengan fungsi organisasi dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama melalui perencanaan.
Kepala madrasah/sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala madrasah/sekolah.[32]Atau dalam kata lain, bahwa kepala madrasah/ sekolah didefenisikan sebagai “seorang tenaga fungsional yang diberi tugas untuk memimpin sebuah Madrasah/Sekolah di mana diselenggarakan suatu proses belajar mengajar”. Kepala madrasah dapat di golongkan berhasil bila mana ia mampu memahami eksistensi madrasah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan sebagai seorang kepala madrasah yang diberi tanggungjawab memimpin madrasah.[33]
Madrasah berasal dari kata bahasa Arab yang artinya tempat belajar.[34] Secara tradisional, madrasah terbagi menjadi tiga tingkatan, yakni Madrasah Diniyah Awaliyah (Sekolah Dasar), Madrasah Diniyah Wustho’ (Sekolah Lanjutan Pertama), dan Madrasah Diniyah ‘Ulya (Sekolah Lanjutan Atas).[35] Namun dalam bahasa modern sekarang ini, penjenjangan madrasah tersebut terbagi menjadi Madrasah Ibtidaiyah setara Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah setara dengan sekolah menengah pertama dan Madrasah Aliyah setara dengan Sekolah Menengah Atas.
Pada disertasi ini, disebut madrasah adalah madrasah aliyah yang salah satu sekolah menengah atas yang bercirikan Islam yang dikelola oleh Kementerian Agama. Dalam upaya peningkatan kualitas madrasah terus dilakukan pembenahan oleh Kementerian Agama dengan melakukan penataan administrasi, manajemen, peningkatan kualitas guru dan mutu proses belajar mengajar serta peningkatan sarana dan prasarana pendidikan madrasah.[36] Madrasah aliyah adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama yang dibina oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi ub. Kepala Bidang Pendidikan Madrasah sehingga pembenahan yang dilakukannya harus benar-benar mampu memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itulah, madrasah harus mengikuti perkembangan seperti yang dilakukan oleh instansi Kementerian Pendidikan Nasional.[37]
Akhmad Sudrajat berpendapat bahwa terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal dengan sebutan  4I. yaitu, sebagai berikut :
1)    Idealized influence: kepala madrasah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan madrasah.
2)   Inspirational motivation: kepala madrasah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di madrasah.
3)    Intellectual Stimulation: kepala madrasah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan madrasah ke arah yang lebih baik.
4)   Individual consideration: kepala madrasah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.[38]

Kepala madrasah adalah sebagai pengelola institusi atau pelembagaan pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat penting karena ia sebagai desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola tenaga kependidikan, pengawas, pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran di lembaga yang dipimpinnya. Secara operasional kepala madrasah memiliki standar kompetensi untuk menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga kependidikan, mengelola kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem informasi manajemen, mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola mutu pendidikan, mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork), dan mengambil keputusan.
Reeves  dalam Wahjosumidjo, mengemukakan bahwa:
Kepala Sekolah/madrasah berperan sebagai kepala administrator sekaligus instructional leadership yang melakukan supervisi kelas. Kemudian kepala sekolah yang efektif bukanlah pemimpin tunggal tetapi memimpin melalui harapan yang jelas dan standar kinerja yang transparan.[39]
Pengorganisasian dalam aktivitasnya mencakup hal-hal berikut:
1)        Siapa  melakukan apa
2)        Siapa memimpin siapa
3)        Menetapkan saluran komunikasi
4)        Memusatkan sumber-sumber daya terhadap sasaran.
Pengorganisasian sebagai proses kepengurusan adalah mencakup membagikan pekerjan yang harus dikerjakan, membagi tugas kepada karyawan untuk melaksanakannya, mengalokasikan sumber daya yang memberikan bantuan, kemudian mengkordinasikan pekerjaan untuk mencapai hasil.[40]
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas pada orang yang terlibat dalam kerjasama organisasi. Karena tugas-tugas ini demikian banyak dan tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja, maka tugas-tugas ini dibagi untuk dikerjakan oleh masing-masing organisasi.
Karena itu, tugas dan tanggung jawab seorang kepala madrasah adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan madrasah, yang meliputi proses belajar mengajar, administrasi kantor, administrasi siswa, administrasi pegawai, administrasi perlengkapan, administrasi keuangan, administrasi perpustakaan, dan administrasi hubungan masyarakat. Sebab itu, dalam rangka mencapai tujuan organisasional, kepala madrasah pada dasarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan perencanaan, pengorganisasikan, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh sumber daya yang ada dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di madrasahnya.[41]
Banyak dan beragamnya pengertian yang diberikan oleh para ahli tentang konsep kepemimpinan terkait dengan moril kerja,  kepemimpinan adalah kemampuan manager untuk mengajak atau follower untuk menambah semangat dan kepercayaan bekerja. Konsepsi kepemimpinan dapat pula merupakan suatu proses  sebagai suatu aktivitas ke arah mencapai tujuan organisasi.[42]
Di sisi lain kepemimpinan juga membutuhkan suatu cara tersendiri seperti kepemimpinan sebagai keterampilan dan kemampuan seseorang mempengaruhi tingkah laku orang lain, kepemimpinan adalah seni untuk menggerakkan individu-individu atau kelompok menuju tujuan akhir yang diinginkan. Secara umum kepemimpinan dapat dinyatakan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok ke arah tercapainya tujuan.
Dari definisi kepemimpinan yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas sebenarnya dapat disimpulkan  dalam tiga hal yaitu (1) bahwa kepemimpinan meliputi penggunaan pengaruh dan bahwa semua hubungan dapat melibatkan kepemimpinan; (2) kepemimpinan mencakup pentingnya proses komunikasi. Kejelasan dan keakuratan dari komunikasi mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya, dan (3) kepemimpinan menfokuskan pada pencapaian tujuan. Pemimpin yang efektif harus berhubungan dengan tujuan-tujuan individu, kelompok dan organisasi. Keefektifan pemimpin khususnya dipandang menurut derajat pencapaian satu atau kombinasi dari tujuan individu mungkin memandang pemimpin yang efektif atau tidak efektif menurut kepuasan yang mereka terima dari total pengalamannya. Dalam kenyataannya, penerimaan perintah atau permintaan pemimpin sangat bertumpu pada harapan-harapan pengikut sehingga respon yang menyenangkan akan mengarahkan pada hasil-hasil yang menarik.[43]
            Salah satu prinsip pengorganisasian adalah terbaginya semua tugas dalam berbagai unsur organisasi secara operasional. Dalam pengorganisasian seorang manajer timnya hanya mengidentifikasikan tugas dan menentukan hubungan, namun yang paling penting adalah mempertimbangkan orang-orangnya dengan memperhatikan kebutuhannya agar berfungsi dengan baik. Oleh karena itu pengorganisasian yang efektif dapat membagi tugas secara merata dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub komponen organisasi.
            Pengorganisasian diartikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih orang-orang serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam organisasi.[44]
Dalam konteks madrasah yang pengaturan organisasinya memiliki banyak aturan yang cukup mengikat, karena konsep peraturan ini berkaitan sangat erat dengan praktik pengorganisasian dalam lembaga pendidikan dalam lingkungan Kementerian Agama. Peraturan peraturan dimaksud meliputi:
a.         Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);
b.        Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,  Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eslon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
c.         Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama;
d.        Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan;
e.         Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi;
f.         Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses;
g.        Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian;
h.        Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs;
i.          Keputusan Menteri Agama RI No. 373 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota (yang disempurnakan); dan
j.          Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor : 2676 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.[45]
Walau demikian, lembaga pendidikan dalam lingkup Kementerian Agama juga memiliki kebebasan yang mutlak dalam menyusun konsep organisasi yang dibutuhkan, peraturan yang ditetapkan pada dasarnya lebih kepada prosedur batasan dan ketentuan jumlah yang dibenarkan, seperti perbandingan antara jumlah Wakil Kepala Madrasah (WKM) dengan jumlah Rombongan Belajar (Rombel) yang dimiliki madrasah yang bersangkutan. Kemudian seperti jumlah siswa minimal dalam satu rombongan belajar (kelas) dan sebagainya.
Kemudian pada konsep organisasi yang baik, ada empat syarat yang harus dipertimbangkan pengorganisasian yaitu legitimasi, efisiensi, keefektipan dan keunggulan.[46] Menurut Ngalim Purwanto yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian adalah pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab hendaknya disesuaikan dengan pengalaman, bakat dan minat, pengetahuan dan kepribadian masing-masing orang yang diperlihatkan dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.[47]
            Ada beberapa kualifikasi yang harus dipenuhi seorang kepala madrasah agar mumpuni dalam melakukan pengorganisasian, yaitu:
a)      Menguasai teori dan seluruh kebijakan pendidikan nasional dalam pengorganisasian kelembagaan madarsah sebagai landasan dalam mengorganisasi kelembagaan maupun program incidential madarasah;
b)        Mampu mengembangkan struktur organisasi formal kelembagaan madrasah efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan;
c)        Mampu mengembangkan deskripsi tugas pokok dan fungsinya setiap unit kerja;
d)       Menempatkan personalia yang sesuai dengan kebutuhan;
e)        Mampu mengembangkan standar operasional prosedur pelaksanaan tugas, pokok, dan fungsi setiap unit;
f)         Mampu melakukan menempatkan pendidik sesuai dengan prinsip-prinsip yang tepat, kualifikasi yang tepat;
g)        Mampu mengembangkan aneka ragam organisasi informal madrasah yang efektif dalam mendukung implementasi pengorganisasian formal madrasah dan sekaligus pemenuhan kebutuhan, minat, dan bakat perseorangan tenaga pendidik maupun kependidikan.[48]

Penanaman nilai komitmen dalam organisasi yang baru berdiri termasuk madrasah merupakan hal yang sangat penting. Dengan dimilikinya komitmen pada sebagian besar orang, maka kecepatan pertumbuhan madrasah tersebut akan sangat terjamin. Komitmen yang tinggi dari orang-orang yang ada di madrasah tidak tumbuh dengan sendirinya.
Kanter mengemukakan ada beberapa bentuk komitmen organisasi, yaitu : komitmen berkesinambungan (continuance commitment), Komitmen terpadu (cohesion commitment) dan Komitmen terkontrol (control commitment)”[49]. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma anggota organisasi yang memberikan perilaku yang diinginkannya. Norma yang dimiliki organisasi mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Kemudian Meyer, Allen dan Smith mengemukakan bahwa “ada tiga komponen komitmen organisasional, yaitu : Affective commitment, Continuance commitment dan Normative commitment[50].
Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya   ikatan emosional, continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain, atau karena tidak menemukan pekerjaan lain. Sedangkan normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Januarti, Indira dan Bunyanudin mengemukakan bahwa: “Komitmen organisasi, terbangun bila tiap individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi, yaitu : (1) Identification, yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi; (2) Involment, yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan; dan (3) Loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal”.[51]
Sedangkan menurut David mengemukakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu : (1) Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll; (2) Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran, tingkat kesulitan dalam  pekerjaan, dll; (3) Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi (sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja; dan (4) Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi”.[52]
Setiap organisasi memerlukan peningkatan kualitas untuk masa kini dan masa depan. Peningkatan berkelanjutan memasyarakatkan keputusan utama baik bidang yang berkenaan dengan kinerja maupun iklim kerja. Peran kepemimpinan mengembangkan visi, misi dan rencana strategis untuk mengarahkan perubahan yang bermakna dalam tubuh organisasi pendidikan Islam.
Kepala madrasah harus mampu menumbuhkan komitmen dalam diri setiap orang. Komitmen akan tumbuh dan berkembang jika seorang pemimpin mampu menunjukkan harapan yang besar di masa yang akan datang kepada setiap orang dalam madrasah.[53]
Adapun konsep standarisasi kinerja guru adalah:
Standar Kinerja SDM Pendidikan
Kemampuan Melaksanakan Tugas dan Motivasi Kerja
Sistem Pengembangan Karier Keguruan
Kompetensi Pribadi
Kompetensi Petagogik

Kompetensi Profesional

Kompetensi Sosial

Tugas Pokok dan Fungsi guru sesuai posisinya dalam struktur organisasi sekolah yang bersangkutan
Kebijakan penghargaan prestasi melalui kenaikan Pangkat/ Jabatan
PERILAKU SEBAGAI GURU

Kinerja perilaku dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi (Task Bihavior)
Kinerja perilaku dalam berhubungan dengan rekan sejawat (Humans Bihavior)
 
h)       
i)         





j)         
k)       
l)         
m)     
n)       


Standar Kinerja Guru
 




                    Gambar 2.2 Konsep Standarisasi Kinerja  Guru[54]
Dari penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kualitas kinerja kepala Madrasah terhadap kinerja guru-guru  Madrasah Aliyah di Sibolga yakni meningkatnya prestasi-prestasi yang di peroleh guru-guru dan meningkatnya keprofesionalan guru-guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan nilai ujian nasional meningkat yang signifikan serta  jumlah siswa  meningkat.
Dengan demikian pengorganisasian merupakan suatu langkah yang tepat untuk dapat mempetakan rencana organisasi secara jelas. Maka fungsi pengorganisasian dapat digunakan sebagai alat untuk memajukan organisasi. Kepala madrasah sebagai bagian dari organisasi memiliki beberapa tugas yang penting yakni :
a.   Kepala madrasah sebagai pejabat formal
Di dalam lingkungan organisasi kepemimpinan terjadi melalui dua bentuk yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal terjadi apabila jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi. Sedangkan informal terjadi apabila kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasa mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.
Kepala madrasah harus menguasai teknologi pembelajaran untuk memacu (merangsang) dan memicu (menumbuhkan)  seluruh stakeholder madrasah yang tujuannya untuk memberikan semangat dan motivasi pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap merespon informasi dari bawah kemudian bisa mendesain informasi.[55]
Kepala madrasah adalah jabatan yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasari kualifikasi tertentu. Siapapun yang diangkat menjadi kepala madrasah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti background pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan integritas. Oleh karena itu, kepala madrasah/sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan (regulasi) yang berlaku.
Dalam hal kepala madrasah sebagai pejabat formal, dapat direlevansikan yang secara jelas mengungkapkan adanya tiga macam peranan seorang pemimpin, yaitu :
1)        Peranan hubungan antara perseorangan (interpersonal roles)
a)         Lambang (Figurehead), dimana kepala madrasah mempunyai kedudukan yang selalu melekat pada madrasah, kepala madrasah dianggap sebagai lambang madrasah.
b)        Kepemimpinan (leadership), dimana peranan sebagai pemimpin mencerminkan tanggung jawab kepala madrasah untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di madrasah.
c)         Penghubung (liasion), dimana kepala madrasah berperan sebagai penghubung antara kepentingan madrasah dengan lingkungan di luar madrasah.
2)        Peranan informasional (Informational Roles) :
Ada tiga macam peran kepala madrasah sebagai pusat urat syaraf (nerve center)  yaitu :
a)         Sebagai monitor maksudnya mengadakan pengamatan terhadap lingkungan  akan kemungkinan adanya informasi terhadap madrasah.
b)        Sebagai disseminator, maksudnya menyebarluaskan kepada guru-guru, siswa dan orangtua siswa.
c)         Spokesmen, maksudnya menyebarkan informasi di luar lingkungan madrasah yang dianggap perlu.
3)        Sebagai pengambil keputusan (Desicional Roles)
Ada empat macam peran kepala madrasah sebagai pengambil keputusan, yakni :
a)         Entherpreneur yakni melakukan perbaikan penampilan madrasah dalam   berbagai macam program-program baru.
b)        Orang yang memperhatikan gangguan (Disturbance Handler)
c)         Orang yang menyediakan segala sumber (A Resource Allcater)
d)        A Negotiator Roles. Maksudnya menjalin hubungan dengan pihak luar atau musyawarah mengenai kelulusan dan sebagainya.
b.    Kepala Madrasah sebagai Manajer
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota serta pendayaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan telah ditetapkan .
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dari defenisi tersebut:
1)        Proses adalah suatu cara yang sistematik dalam mengerjakan sesuatu
2)        Sumber daya suatu sekolah/ Madrasah
3)        Mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Peranan kepala Madrasah sebagai manejer memiliki 3 (tiga) macam keterampilan yakni:
1)        Techical skill, menguasai pengetahuan tentang metode, proses, prosedur dan teknik untuk melaksanakan kegiatan khusus. Kemampuan untuk memanfaatkan  serta mendayagunakan sarana peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut.
2)        Human skill, kemampuan untuk memahami prilaku manusia dalam proses kerjasama. Kemampuan untuk memahami isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa mereka dan berprilaku. Kemampuan untuk menciptakan kerjasama yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis.
3)        Conceptual skill, kemampuan analisis kemampuan berpikir rasional, ahli dan cakap dalam berbagai macam konsep.
c.    Kepala Madrasah sebagai pemimpin
Menurut E.Fidler sebagaimana yang dikutip oleh Purwanto bahwa pemimpin adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas-tugas, pengarahan, dan pengoranisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok tersebut.[56]
Kepala madrasah merupakan motor (penggerak) dalam menentukan arah dan kebijakan madrasah dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional. Termasuk dalam upaya merealisasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP) 2006 dan Kurikulum 2013 yang relevan dengan tujuan pendidikan itu sendiri secara efektif dan efisien. Terkait dengan itu, kepemimpinan kepala madrasah yang efektif dalam KTSP dan Kurikulum 2013 dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut :
1)        Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.
2)        Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
3)        Mampu  menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka memanifestasikan tujuan madrasah dan pendidikan.
4)        Berhasil mengimplementasikan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di madrasah.
5)        Bekerja dengan tim manajemen.
6)        Berhasil memanifestasikan tujuan madrasah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.[57]

Menurut Koontz sebagaimana yang dikutip Wahdjosumijo bahwa yang dimaksud dengan fungsi kepemimpian adalah: bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.[58] Mengacu pada defenisi tersebut, maka para pemimpin harus mampu membujuk (to induce) dan menyakinkan (persuade) orang yang dipimpin untuk bergerak mencapai tujuan organisasi. Adapun  peran kepemimpinan ini dikemukakannya, dimana beliau mengatakan bahwa seorang kepala madrasah dalam memimpin harus selalu berusaha mempraktekkan dan memperhatikan delapan fungsi kepemimpinan dalam kehidupan sekolah/madrasah, yang terdiri dari :
1)        Kepala madrasah harus bertindak arif, bijaksana, adil, tidak ada pihak yang dikalahkan atau dianak emaskan.
2)        Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh bawahan dalam melaksanakan tugas.
3)        Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan, dana, saran dan lain sebagainya.
4)        Kepala sekolah/madrasah berperan sebagai kata lisator dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakan spirit para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
5)        Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan setiap orang baik secara individu maupun kelompok.
6)        Seorang kepala sekolah/madrasah selalu pemimpin akan menjadi pusat perhatian. Artinya, semua pandangan akan diarahkan kepada kepala sekolah /madrasah dalam keadaan dan situasi apapun.
7)        Kepala madrasah pada hakikatnya adalah sumber spirit para guru, staf dan siswa.
8)        Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi maupun organisasi akan merasa senang apabila kebutuhannya diperhatikan dan di penuhi.[59]

Menurut Darmin secara esensial menggariskan bahwa kepala sekolah/ madrasah merupakan orang yang memiliki tanggungjawab besar  untuk mengarahkan para guru dan staf agar melaksanakan tugas pokok dan fungsi mereka guna mendukung tugas pokok dan fungsi kepala sekolah/madrasah yang sangat kompleks.[60] Adapun tugas pokok kepala madrasah yang sangat kompleks tersebut antara lain:
1)        Merumuskan tujuan dan sasaran sekolah/madrasah.
2)        Mengevaluasi Kinerja guru.
3)        Mengevaluasi kinerja staf sekolah/madrasah.
4)        Menata dan menyediakan sumber-sumber organisasi sekolah /madrasah  .
5)        Membangun dan menciptakan iklim psikologis yang baik antar komunitas sekolah/madrasah.
6)        Menjalin hubungan dan ketentuan kepedulian terhadap masyarakat.
7)        Membuat perencanan bersama para staf dan komunitas sekolah/madrasah.
8)        Menyusun penjadwalan kerja baik sendiri maupun secara bersam-sama.
9)        Mengatur masalah-masalah pembukuan.
10)    Melakukan negosiasi dengan pihak eksternal.
11)    Menekan konflik antar sesama guru dan antar pihak dalam komunitas sekolah/madrasah.
12)    Memecahkan konflik antar sesama guru dan antar pihak dalam komunitas sekolah/madrasah.
13)    Menerima referal dari guru-guru dan staf madrasah untuk persoalan yang tidak dapat mereka selesaikan.
14)    Memotivasi guru dan karyawan untuk tampil optimal
15)    Mencegah dan menyelesaikan konflik dan kerusuhan yang dilakukan oleh siswa.
16)    Mengamankan kantor, dan sekolah/madrasah.
17)    Melakukan fungsi supervisi pembelajaran atau pembinaan professional.
18)    Bertindak atas nama madrasah untuk tugas-tugas eksternal.
19)    Melakukan kegiatan lain yang mendukung operasional sekolah/ madrasah.[61]

Semua peran dan fungsi kepala madrasah dalam kepemimpinannya harus tetap berjalan dengan tahapan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan.
d.    Kepala Madrasah sebagai Administrator
Kepala Madrasah sebagai administator pendidikan bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di madrasahnya. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanankan tugasnya dengan baik, kepala madrasah hendaknya memahami, menguasai dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai administator pendidikan. Kepala madrasah harus mampu menunjukkan kepada publik bahwa ia mampu membangun sistem administrasi pendidikan dengan baik dan tertib.[62]
Tugas kepala madrasah dalam bidang administrasi menyangkut kegiatan-kegiatan menyediakan, mengatur, memelihara, dan melengkapi fasilitas material dan tenaga-tenaga personil madrasah. Tugas kepala madrasah dalam bidang administrasi antara lain pengolahan pengajaran, pengawasan gedung dan halaman, keuangan, pengolahan hubungan madrasah dengan masyarakat, dan pengolahan kesiswaan.
Dalam konteks ini, bukan berarti seluruh tugas administratif dikerjakan penuh oleh kepala madrasah. Tetapi dalam prakteknya ia harus mendelegasikan tugas dan tanggung jawab administrasi madrasah baik itu kepala guru, staf, tata usaha dan petugas-petugas madrasah lainnya, wakil-wakil siswa, wakil-wakil orang tua atau masyarakat dan pejabat setempat, maupun wakil kepala madrasah itu sendiri sesuai dengan porsi masing-masing. Yang pasti, kepala madrasah harus mampu memanfaatkan seluruh potensi sumber daya manusia yang ada di madrasah untuk menggunakan, merawat, dan mengembangkan segala bentuk perangkat adminitsrasi  madrasah dalam mendukung proses pendidikan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.
e.   Kepala Madrasah sebagai Supervisi
Supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi atau syarat-syarat yang esensial guna menjamin tercapainnya tujuan pendidikan. Merujuk pada defenisi tersebut, maka kepala madrasah sebagai supervisior berarti harus mampu meneliti, mencari, menentukan syarat-syarat mana yang diperlukan bagi kemajuan madrasah sehingga tujuan pendidikan di madrasah dapat tercapai.
Paling tidak, menurut Jhon Minor Gwyn ada tiga tanggungjawab utama yang harus dilaksanakan oleh seorang kepala madrasah sebagai supervisior, yaitu:
1)        Bertanggung jawab untuk menolong guru-guru secara individual
2)        Bertanggung jawab dalam mengkoordinir dan memperbaiki seluruh staf sekolah/madrasah dalam melakukan tugas pelayanan pendidikan dan pengajaran di madrasah.
3)        Bertanggungjawab dalam mendayagunakan berbagai penterjemahan program, baik itu program-program sekolah/madrasah lain maupun kepada masyarakat.
Secara umum, tugas dan fungsi kepala madrasah dapat dijabarkan sebagai berikut :[63]
1)        Menjalankan aktifitas untuk mengetahui situasi administrasi pendidikan sebagai kegiatan pendidikan di madrasah dalam segala bidang.
2)        Menentukan syarat-syarat yang diperlukan untuk menciptakan situasi pendidikan madrasah.
3)        Menjalankan aktifitas untuk meningkatkan hasil dan untuk menghilangkan hambtan-hambatan.

f.     Kepala Madrasah sebagai pendidik
Pendidik adalah orang yang mendidik, sedangkan mendidik merupakan proses memberikan latihan, pengajaran, dan bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran sehingga terwujud suatu perubahan sikap dan tata laku serta kedewasaan para peserta didik. Tentu bukan tugas yang gampang bagi setiap kepala madrasah dalam mengimplentasikan peranannya sebagi pendidik. Paling tidak ia harus mampu menanamkan, memajukan, dan meningkatkan nilai, antara lain :
1)        Mental, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sikap, batin, dan watak manusia.
2)        Moral, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan baik buruknya perbuatan, sikap dan kewajiban atau moral yang disinonimkan dengan akhlak, budi pekerti dan kesusilaan.
3)        Fisik, yaitu hal-hal yang berkaitan manusia secara lahiriyah.
4)        Artistik, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
Penanaman nilai ini tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala madrasah saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab pribadi dan kelompok tiga organisasi madrasah, yakni organisasi siswa, organisasi orang tua siswa, dan organisasi sekolah/madrasah.[64]
g.    Kepala madrasah sebagai Staf
            Kepala madrasah harus bisa memahami bagaimana tugas-tugas staf, karena ia sendiri juga memiliki peranan sebagai staf. Dalam konteks ini, paling tidak ada empat hal yang harus diperhatikan oleh kepala madrasah, Yaitu :
1)        Memperhatikan dan mencari cara-cara inovatif untuk maju.
2)        Memberikan informasi yang diperlukan tentang sebab-sebab dan akibat suatu tindakan.
3)        Memiliki perasaan prioritas, cara berpikir tepat waktu, dan strategi dalam melakukan dan menimbang segala sesuatu.
4)        Menyadari kedudukannya sebagai pemimpin, bukan dalam kedudukan sebagai pemberi keputusan dan perintah.[65]

Tugas-tugas staff kepala madrasah hanya dapat terlaksana secara efektif apabila semua kepala madrasah menyadari dan memahami peranannya sebagai staf serta mampu mewujudkan dalam perilaku dan perbuatan.
3.        Pelaksanaan
Pelaksanaan (actuating) adalah aktifitas untuk memberikan dorongan, pengarahan, dan pengaruh terhadap semua anggota kelompok agar mau bekerja secara sadar dan suka rela dalam rangka mencapai suatu tujuan  yang ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola organisasi.
Actuating, dalam bahasa Indonesia artinya menggerakkan. Maksudnya, suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. Jadi, actuating bertujuan untuk menggerakkan orang agar mau bekerja dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran secara bersama- sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan (leadership) yang baik.
Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan suatu rencana. Dengan berbagai arahan dengan memotivasi setiap karyawan untuk melaksanakan kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawab. Maka dari itu, actuating tidak lepas dari peranan kemampuan kepemimpinan (leadership).
Masalah pelaksanaan ini pada dasarnya berkaitan erat dengan unsur manusia sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh kemampuan kepala madrasah dalam hubungan dengan guru, pegawai dan siswanya. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan kepala madrasah dalam berkomunikasi, daya kreasi serta inisiatif yang tinggi dan mampu mendorong semangat  dari para guru dan pegawainya.[66]
Pelaksanaan (Actuating) adalah peran manajer untuk mengarahkan pekerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Pelaksanaan  adalah implementasi rencana, berbeda dari planning dan organizing. Actuating membuat urutan rencana menjadi tindakan dalam dunia organisasi. Sehingga tanpa tindakan nyata, rencana akan menjadi imajinasi atau impian yang tidak pernah menjadi kenyataan
Menggerakkan personil lembaga pendidikan (termasuk) madrasah berarti merangsang para staf, guru-guru dan pegawai untuk melaksanakan tugas mereka dalam kependidikan secara sukarela dan antusias menuju tercapainya tujuan pendidikan. Setelah tugas dibagi, dijelaskan tanggung jawabnya, tujuan, prosedur kerja dalam suatu lembaga pendidikan, maka mereka harus didorong agar bekerja dengan baik dan efektif.
Dalam hal ini, sikap pengarahan menjadi pendekatan penting yang harus dilakukan seorang pimpinan yakni suatu usaha memberikan bimbingan, saran-saran, perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan agar mereka dapat terlaksana dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam persfektif kepemimpinan, perencanaan karir pada personil harus dikaitkan dengan kapasitas dan kemampuan calon pemimpin itu dalam pemecahan masalah-masalah yang muncul sekarang dan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Hal ini sangat penting demi tercapainya visi dan misi dari sebuah madrasah. Para pemimpin harus dapat menyadari bahwa ia tidak akan mampu seorang diri untuk mewujudkan visi dan misi di lembaga yang dipimpinnya tanpa bantuan dari bawahannya.
Seorang kepala madrasah akan dapat menwujudkan visi dan misi lembaganya dengan bantuan dari orang-orang yang berbakat dan memiliki keahlian bukan hanya sekedar bawahan yang penurut dan selalu menunggu petunjuk dari atasannya. Seorang kepala madrasah harus dapat menilai bawahannya secara professional dan obyektif, sehingga tidak terjadi dimana para personil (wakil kepala madrasah, tenaga pengajar dan pegawai) yang berbakat dan memiliki kemauan bekerja yang besar justru tidak diperhatikan dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan karena dianggap sebagai ancaman bagi posisi dan kepentingan pribadi mereka yang berkenaan dengan proyek atau tugas-tugas lain.
Menurut Child yang dikutip Lubis, terdapat empat komponen dasar yang berperan sebagai kerangka dari defenisi struktural organisasi yakni[67]:
a.         Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai pembagian tugas-tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian-bagian pada suatu organisasi.
b.         Struktur organisasi memberikan gambaran mengenai hubungan pelaporan yang ditetapkan secara resmi dalam suatu organisasi, tercakup dalam hubungan pelaporan yang resmi ini banyaknya tingkatan hirarki serta besarnya rentang kendali dari semua pimpinan di seluruh tingkatan dalam organisasi.
c.         Struktur organisasi menetapkan pengelompokan individu menjadi bagian organisasi dan pengelompokan bagian-bagian organisasi menjadi suatu organisasi yang utuh
d.        Struktur organisasi juga menetapkan sistem hubungan dalam organisasi yang memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi dan pengintekrasian  segenap kegiatan organisasi baik kearah vertikal maupun kearah horizontal.

Kinerja disamakan dengan performance dengan asal kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti “The act of performing execution[68]. Pengertian ini mengandung pemahaman bahwa kinerja atau performance adalah tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering juga diartikan dengan penampilan kerja atau prilaku kerja. Kinerja sebagai proses kerja seseorang individu untuk mencapai hasil-hasil tertentu, lebih jauh dapat dijelaskan bahwa prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) dapat diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.
Kerangka kerja sistem penilaian kinerja dibangun dengan membagi sasaran-sasaran yang didasarkan pada data menjadi tiga kategori utama yakni: diagnostik, formatif, dan sumatif. Keputusan-keputusan diagnostik dibuat pada waktu tahapan-tahapan persiapan sebelum ditetapkan dan dimulainya penilaian kinerja yang diterapkan untuk mendiagnostik keputusan-keputusan yang perlu didahulukan dalam ketenagakerjaan seperti seleksi, penempatan, dan pengembangan. Pengukuran kinerja merupakan proses yang dilakukan oleh lembaga dalam upaya untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan  pencapaian visi, misi, dan tujuan suatu lembaga.[69]
Kinerja adalah  hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan tersebut dan merupakan hasil interaksi dan motivasi dari kemampuan kerja. Sedangkan perbedaan kinerja individu masing-masing disebabkan individu tersebut adanya perbedaan karakteristik dari individu yang bersangkutan. Untuk meningkatkan kualitas kinerja, maka kemampuan kinerja individu harus ditingkatkan melalui suatu upaya yaitu pengembangan sumber daya manusia, antara lain melalui pelatihan, partisipasi dan kedisiplinan. Tetapi hampir seluruh cara pengukuran kualitas kinerja mempertimbangkan kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu.
Strategi berkaitan erat dengan bagaimana melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi merupakan seni untuk mengelola sumber daya agar mampu mencapai sasaran yang dituju dengan efektif dan efisien. Strategi bersifat mendasar dan menyeluruh sehingga tidak gampang untuk dirubah. Konsep strategi berbeda dengan taktik. Taktik merupakan cara untuk mencapai sasaran yang bersifat kondisional dan stuasional sehingga dapat diubah sesuai dengan tuntutan kondisi yang terjadi di lapangan.
Riset oleh Kachman dan Lawler yang dikutip oleh Wexley dan Yuki  tentang[70]:
“Hubungan antara dimensi inti pekerjaan dan kinerja sangat kuat bagi pekerja yang menginginkan tanggung jawab, makna pekerjaannya, pengendalian diri, umpan balik pelaksanaan kerja serta kesempatan untuk maju. Para pekerja yang memiliki kebutuhan urutan lebih tinggi, maka kinerjanya akan lebih baik jika dimensi-dimensi inti dari pekerjaannya juga tinggi”.

Ada lima dimensi-dimensi inti suatu pekerjaan yaitu:[71]
a.    Ragam keterampilan (skill variety), merupakan tingkatan pekerjaan yang menuntut berbagai jenis aktifitas yang membutuhkan banyak jenis ketrampilan dan bakat dari pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya.
b.    Identitas pekerjaan (task identy), merupakan tingkat pekerjaan yang menuntut kelengkapan dalam suatu kesatuan yang mana pekerjaan tersebut mulai dari permulaan hingga berakhir dengan hasil yang nyata dan setiap bagiannya dapat diidentifikasi.
c.    Kepentingan pekerjaan (task significance), merupakan tingkat pekerjaan yang memiliki dampak penting bagi kehidupan atau pekerjaan orang lain apakah dalam lingkungan organisasi maupun lingkungan luar.
d.   Otonomi (autonomy), merupakan tingkat pekerjaan yang memberikan kebebasan, kemandirian, dan keleluasaan subtansial bagi pekerja serta umpan balik dari pekerjaan itu (feedback from the job itself).

            Menurut Hormby, kinerja adalah terjemahan dari kata Performance (bahasa Inggris) artinya pelaksanaan pekerjaan yang baik.[72].
            Dalam konteks tersebut diatas, maka strategi peningkatan kinerja dan pengembangan pendidikan Islam di sini dapat dikemukakan bahwa sebagai kebijakan manajemen dalam menentukan langkah-langkah pengembangan personil dan jalur-jalur alternatifnya agar kinerja seluruh personil dalam semua tingkatan jabatannya termasuk para staf atau tenaga fungsionalnya (tenaga pendidik) pada organisasi termasuk Madrasah Aliyah dapat berjalan sesuai dengan arah yang telah direncanakan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi yang meliputi manajemen proses rekrutmen, seleksi, pengembangan dan pengevaluasian kinerja terhadap personilnya.
Menurut Mulyana, kemampuan menyusun program di Madrasah Aliyah harus diwujudkan dalam[73]:
a.         Pengembangan program jangka panjang baik program akademis maupun program non akademis yang dituangkan dalam kurun waktu lebih dari 5 tahun.
b.         Pengembangan program jangka menengah baik program akademis maupun non akademis yang dituangkan dalam waktu 3 sampai  5 tahun.
c.         Pengembangan program jangka menengah baik program akademis maupun non akademis yang dituangkan dalam  waktu 1 tahun (program tahunan) termasuk pengembangan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Madrasah (RAPBM) dan Anggaran Biaya Madrasah (ABM). Dalam hal ini Kepala Madrasah Aliyah harus memiliki mekanisme yang jelas untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program secara periodik, sistemik dan sistematik.

Dalam kepemimpinan seorang Kepala Madrasah  sangat diharapkan  dapat menjadi alat bantu agar orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya dapat secara sadar dan rela untuk melakukan fungsi dan tugasnya. Kepala madrasah sebagai seorang pemimpin lembaga pendidikan diharapkan mampu menerapkan kepemimpinan yang elegan sesuai dengan perkembangan situasi atau kondisi yang ada. Menurut Raynolds, di era otonomi daerah sekarang ini, kepala Madrasah/sekolah juga memegang peranan kunci menuju suksesnya sebuah Madrasah/sekolah[74].
Menurut Saydam strategi peningkatan kualitas kinerja Kepala Madrasah/sekolah sebagaimana dikemukakan diatas mengacu kepada konsep Madrasah/sekolah efektif, yaitu:
“Sekolah yang memiliki profil yang kuat, mandiri, inovatif dan memberikan iklim yang kondusif bagi warganya untuk mengembangkan sikap kritis, kreativitas dan motivasi. Sekolah yang demikian memiliki kerangka akuntablitas yang kuat kepada siswa dan warganya melalui pemberian pelayanan yang bermutu dan bukan semata-mata akuntablitas pemerintah/yayasan melalui kepatuhannya menjalankan petunjuk”[75].

Untuk mengukur kualitas kinerja kepala madrasah/sekolah, menurut Sagala, ada beberapa indikator sebagai langkah untuk menilai komitmen dan tingkat kemampuannya dalam mengelola madrasah sebagai berikut:
a.         Berperan aktif dalam menwujudkan manajemen kurikulum yang lugas dan fleksibel berpedoman kepada standar nasional
b.         Berperan secara aktif dalam menwujudkan dan mengontrol proses belajar mengajar (PBM) yang efektif yang mengedepankan fungsi pelayanan belajar untuk memperoleh mutu yang baik.
c.         Menciptakan lingkungan madrasah yang sehat terdiri dari lingkungan fisik dan kerjasama yang kondusif.
d.        Pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang handal yaitu memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan mengacu pada profesionalisme;
e.         Melaksanakan standarisasi pengajaran dan evaluasi hasil belajar yang terukur.[76]

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yang mensyaratkan untuk menjadi Kepala Sekolah/madrasah harus berstatus sebagai guru SMA/MA, memiliki sertifikat pendidik SMA/MA dan memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan negara, profesional harus kompeten dalam menyusun perencanaan pengembangan sekolah/madrasah secara sistemik; kompeten dalam mengkoordinasikan semua komponen; kompeten dalam mengerahkan seluruh personil sekolah/madrasah; kompeten dalam pengembangan kemampuan profesional guru; dan kompeten dalam malakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh komponen sistem sekolah/madrasah.[77]          
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 tentang  Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/madrasah pada pasal 5 menyebutkan tahap-tahap seleksi kepala sekolah/madrasah yang meliputi: (a) Seleksi administrasi, (b) Test Tulis, (c) Paparan makalah.[78]
Kepala madrasah yang diberi tugas sebagai tenaga edukatif atau tenaga pengajar, aktivitas kegiatannya tidak dapat dilepaskan dengan proses pengajaran. Sementara proses pengajaran merupakan suatu proses yang sistematis yang tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar  anak didik. Sebagai suatu sistem, proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya, sehingga antara tugas kepala madrasah dan mengajar harus sama-sama jalan dan harus saling berinteraksi.[79]
Posisi sebagai kepala madrasah tidak hanya sekedar menjadi pemimpin bagi seluruh stakeholder madrasah, akan tetapi ia mengemban tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap pengaplikasian prinsip-prinsip administrasi pendidikan yang inovatif di madrasah. Namun demikian, tugas seorang kepala madrasah sebagai salah satu tenaga pendidik (guru) tidak dapat di lepaskan atau ditinggalkan begitu saja. Ia tetap harus mengemban tugas dasarnya sebagai seorang guru yang memberikan pengajaran, bimbingan dan pendidikan kepada setiap siswa pada mata pelajaran tertentu di madrasah tersebut. Itu artinya, kepala madrasah memiliki peran dwi fungsi yaitu sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pendidik.
Jenis-jenis kependidikan, dimana tenaga pendidik tersebut terdiri dari pembimbing, penguji, pengajar dan pelatih.Tenaga fungsional pendidikan terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang kependidikan dan pustakawan. Begitu juga tenaga tehnis kependidikan terdiri atas laboran tehnisi sumber belajar. Sedangkan tenaga pengelola  satuan pendidikan terdiri atas kepala madrasah/sekolah, rector, direktur, dekan, ketua dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Kemudian tenaga lain ada yang mengurusi masalah-masalah manajerial atau administrative pendidikan.[80]
Untuk mencapai keberhasilan kinerja Kepala Madrasah Aliyah Negeri Sibolga ini dalam suatu program harus diawali dengan perencanaan yang sangat matang. Perencanaan yang dilakukan dengan baik oleh kepala madrasah itu membuahkan hasil yang cemerlang seperti banyaknya prestasi yang diraih baik prestasi akademik maupun non akademik, meningkatnya kualitas pembelajaran, guru-guru profesional dalam melaksanakan tugas-tugas, jilai ujian nasional meningkat dan animo masyarakat untuk sekolah di Madrasah Aliyah Negeri Sibolga meningkat. Perencanaan yang dirancang dengan baik, maka setengah keberhasilan sudah dapat tercapai dan setengahnya lagi terletak pada pelaksanaannya. Namun demikian, perencanaan yang baik sistematisnya atau terperinci, jika proses perencanaan tidak sesuai dengan program maka mungkin akan gagal. Kepala madrasah harus benar-benar membuat perencanaan yang matang sehingga  apa yang sudah diprogramkan akan berhasil termasuk dalam hal penerapan  manajemen berbasis madrasah yang sudah disosialisasikan di setiap madrasah/sekolah.[81]
Kepala Madrasah/Sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala Madrasah/Sekolah.[82]Atau dalam kata lain, bahwa kepala Madrasah/sekolah didefenisikan sebagai “seorang tenaga fungsional yang diberi tugas untuk memimpin sebuah Madrasah/Sekolah di mana diselenggarakan suatu proses belajar mengajar”.  Kepala madrasah dapat di golongkan berhasil bila ia mampu memahami eksistensi madrasah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan sebagai seorang kepala madrasah yang diberi tugas dan tanggungjawab memimpin madrasah.[83]
Kepala madrasah yang diberi tugas sebagai tenaga edukatif atau tenaga pengajar, aktivitas kegiatannya tidak dapat dilepaskan dengan proses pengajaran. Sementara proses pengajaran merupakan suatu proses yang sistematis yang tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar  anak didik. Sebagai suatu sistem, proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya, sehingga antara tugas kepala madrasah dan mengajar harus sama-sama jalan dan harus saling berinteraksi.[84]
Posisi sebagai kepala madrasah tidak hanya sekedar menjadi pemimpin bagi seluruh stakeholder madrasah, akan tetapi ia mampu mengemban tugas dan tanggungjawab yang besar terhadap pengaplikasian  prinsip-prinsip administrasi pendidikan yang inovatif di madrasah. Namun demikian, tugas seorang kepala madrasah sebagai salah satu tenaga pendidik (guru) tidak dapat di lepaskan atau ditinggalkan begitu saja. Ia tetap harus mengemban tugas dasarnya sebagai seorang guru yang memberikan pengajaran, bimbingan dan pendidikan kepada setiap siswa pada mata pelajaran tertentu di madrasah tersebut. Itu artinya, kepala madrasah memiliki peran dwi fungsi yaitu sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pendidik.
Hal senada seperti apa yang di kemukakan oleh Sudarwan tentang jenis-jenis kependidikan, dimana tenaga pendidik tersebut terdiri dari pembimbing, penguji, pengajar dan pelatih.Tenaga fungsional pendidikan terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang kependidikan dan pustakawan. Begitu juga tenaga tehnis kependidikan terdiri atas laboran tehnisi sumber belajar. Sedangkan tenaga pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala madrasah/sekolah, rector, direktur, dekan, ketua dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Kemudian tenaga lain ada yang mengurusi masalah-masalah manajerial atau administratif pendidikan.[85]
Kepemimpinan kepala madrasah berarti proses membina hubungan timbal balik antara pemimpin dengan yang dipimpin dengan mengandalkan kemampuan komunikasi interpersonal sehingga saling pengertian dan kerjasama antar personil (sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang ditetapkan di madrasah). Peranan interpersonal ini sejalan dengan berfungsinya peranan pengambilan keputusan dalam kegiatan kepala madrasah disamping peranan interpersonal (menyebarkan informasi madrasah) kepada anggota yang lain.[86]
Kinerja manajemen kepala madrasah sangat mempengaruhi kinerja guru, sehingga mendorong guru untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya dan mampu mencapai kinerja dengan predikat memuaskan.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan kepala madrasah dalam mengukur kinerja tenaga pendidik dan tenaga kependidikan adalah dengan melakukan supervise akademik. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran[87]. Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja  guru dalam mengelola pembelajaran. Refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas ?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas?, aktifitas-aktifitas mana dari keseluruhan aktifitas di dalam kelas itu yang bermakna bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?.
Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian kinerja berarti belum selesai pelaksanaan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan tindak lanjutnya berupa pembuatan program supervisi akademik dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan tujuan supervisi akademik adalah: (1) membantu guru mengembangkan kompetensinya; (2) mengembangkan kurikulum; dan (3) mengembangkan kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas (PTK)[88].
Gambar tiga tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini :[89]
TIGA TUJUAN SUPERVISI
Pengembangan Profesionalisme
Pengawasan kualitas
Penumbuhan Motivasi
 








Gambar 2.3 Tiga tujuan supervisi akademik

Supervisi akademik merupakan salah satu fungsi mendasar (essential function) dalam keseluruhan program sekolah. Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan profesionalisme guru.
Kemudian, Prinsip-prinsip supervisi akademik tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, akan tetapi ada beberapa prinsip yang harus diikuti dan jalankan sesuai, yakni :
a.         Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah.
b.         Sistematis, artinya dikembangan sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan tujuan pembelajaran.
c.         Objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen.
d.        Realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya.    
e.         Antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi.
f.          Konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran.
g.         Kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam mengembangkan pembelajaran.
h.         Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam mengembangkan pembelajaran.
i.           Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademik.
j.           Aktif, artinya guru dan supervisor harus aktif berpartisipasi.
k.         Humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor
l.           Berkesinambungan (supervisi akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh Kepala sekolah).
m.       Terpadu, artinya menyatu dengan  program pendidikan.
n.         Komprehensif, artinya memenuhi ketiga tujuan supervisi akademik di atas[90].

4.        Pengawasan
Pengawasan merupakan keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang  telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa pengawasan, pimpinan tidak akan dapat melihat adanya penyimpangan-penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengawasan itu merupakan proses pengukuran apakah perencanaan kerja relevan dengan pelaksanaannya dan apakah terdapat kendala-kendala dalam pelaksanaannya.
            Pengawasan (Controlling), memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana. Hal ini membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan. Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang diharapkan, manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya mengoreksi.
Fungsi dari controlling adalah menentukan apakah rencana awal perlu direvisi, melihat hasil dari kinerja selama ini. Jika dirasa butuh ada perubahan, maka seorang manajer akan kembali pada proses planning. Di mana ia akan merencanakan sesuatu yang baru, berdasarkan hasil dari pengawasan (controlling).
Pengawasan dilakukan untuk memantau, mengendalikan, membina dan pelurusan sebagai upaya pengendalian mutu suatu kegiatan/pekerjaan. Melalui pengawasan akan dapat diketahui apakah pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana awal. Nawawi menegaskan bahwa pengawasan berarti kegiatan mengukur tingkat efektifitas kerja personal dan tingkat efisiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan.[91]
Menurut G.R Terry, pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan dalam pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.
Proses pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi (monev), evaluasi diri, atau kegiatan audit internal. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan untuk melaksanakan pengukuran kinerja terhadap pelaksanaan program. Kegiatan evaluasi dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat efektifitas program dan mengetahui kesalahan/penyimpangan program sedini mungkin. Evaluasi diri dan audit internal dapat dilaksanakan pada pelaksanaan program maupun pada pencapaian sasaran.[92]
Jelas sekali bahwa  fungsi pengawasan yang diambil dari sudut pandang definisi sangat vital dalam suatu perusahaan atau lembaga pendidikan. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan dari rencana, maka perlu melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan. Hal ini dilakukan untuk pencapaian tujuan sesuai dengan rencana awal.
Jadi pengawasan dilakukan sebelum proses, saat proses, dan setelah proses. Dengan pengendalian diharapkan juga agar pemanfaatan semua unsur manajemen menjadi efektif dan efisien.
Dalam controlling ada beberapa proses dan tahapan, yaitu pengawasan. Proses pengawasan dilakukan secara bertahap dan sistematis melalui langkah sebagai berikut:
a.         Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian
b.        Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai
c.         Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan penyimpangan jika ada
d.        Tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana
e.         Meninjau dan menganalisis ulang rencana, apakah sudah realistis atau tidak, jika ternyata belum realistis maka perlu perbaikan.[93]

 Beberapa cara pengendalian yang harus dilakukan oleh seorang manajer yang meliputi pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manejer. Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasilnya sesuai dengan yang dikehendakinya.
Pengawasan tidak langsung, adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan melalui laporan secara tertulis maupun lisan dari karyawan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil yang dicapai. Pengawasan berdasarkan pengecualian, adalah pengawasan yang dikhususkan untuk kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang diharapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan cara kombinasi langsung dan tidak langsung oleh manajer.
Pengawasan juga bisa dibedakan menurut sifat dan waktunya:
a.         Preventive control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaannya. Pengawasan ini merupakan pengawasan terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan namun sifatnya prediktif.
b.        Repressive control, adalah pengawasan yang dilakukan setelah terjadinya kesalahan dalam pelaksanaanya. Dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.
c.         Pengawasan saat proses dilakukan, sehingga dapat segera dilakukan perbaikan.
d.        Pengawasan berkala, adalah  pengawasan yang dilakukan secara berkala, misalnya perbulan, persemester, dll.
e.         Pengawasan mendadak (sidak), adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaannya dilakukan dengan baik atau tidak.
f.         Pengawasan Melekat (waskat), adalah pengawasan/pengendalian yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan dilakukan.
Ada beberapa dasar proses dalam pengawasan, diantaranya adalah teknik pengendalian dan sistem yang pada dasarnya sama untuk kas, prosedur kantor, moral, kualitas produk atau apa pun. Bisa  diasumsikan bahwa baik rencana dan struktur organisasi yang jelas, lengkap, dan terintegrasi akan tercipta jika manajer yakin akan tugasnya. Jika manajer tidak yakin dari tugasnya atau bawahan tidak memiliki kekuatan atau tidak tahu bahwa dia memiliki kekuatan untuk melaksanakan tugasnya, akan menjadi sulit untuk menentukan siapa yang bertanggung  jawab.
Pengawasan dilakukan sebagai aktivitas penyesuaian terhadap rencana sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang melebihi batas toleransi. Pengawasan menurut Pidarta dijadikan sebagai kendali performan petugas, proses dan output sesuai dengan rencana, kalaupun ada penyimpangan hal itu diusahakan agar tidak melebihi dari batas yang dapat ditoleransi.[94]
Prinsip-prinsip pengawasan yang perlu diperhatikan menurut Messie adalah:[95]
a.    Tertuju pada strategi sebagai kunci sasaran yang menentukan keberhasilan
b.    Menggunakan umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan
c.    Fleksibel dan responsive terhadap perubahan-perubahan kondisi dan lingkungan
d.   Cocok dengan organisasi, pendidikan misalnya organisasi dengan sistem terbuka
e.    Merupakan kontrol diri sendiri
f.     Bersifat langsung di tempat kerja
g.    Memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para petugas pendidikan.

            Madrasah sebagai lembaga pendidikan formal harus mampu mengembangkan pengawasan seluruh potensi yang dimiliki  untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan menerapkan prinsip-prinsip madrasah yang efektif dalam meningkatkan mutu proses sehingga berdampak pada peningkatan jumlah peserta didik yang mencapai prestasi akademik yang baik dan bermutu.[96]
            Pengawasan sering pula disebut pengendalian merupakan salah satu fungsi dalam manajemen pendidikan. Pengawasan dalam pendidikan  merupakan penilaian dan sekaligus koreksi terhadap pelaksanaan program kerja lembaga pendidikan apakah terlaksana dengan baik sesuai prosedur dan rencana yang ditetapkan.
            Fungsi pengawasan diartikan pula sebagai penilaian yang menjadi tugas setiap manajer. Untuk lembaga pendidikan, menurut Sutisna sebagaimana dikutip Syafaruddin, penilaian termasuk unsur yang penting dalam kegiatan manajemen. Karena pengawasan berkaitan dengan usaha meningkatkan efektifitas dan efisien organisasi dalam mencapai tujuan. Menilai sesuatu kegiatan apakah terlaksana dengan baik atau gagal merupakan sasaran penilaian atau pengawasan.
            Pengawasan dalam organisasi pendidikan diarahkan pada pelaksanaan program madrasah secara keseluruhan yang muaranya adalah kepada perbaikan mutu pembelajaran di madrasah tersebut. Dalam hal ini, Pidarta sebagaimana dikutip oleh Syafaruddin mengemukakan bahwa penilaian pada lembaga pendidikan dimaksudkan sebagai berikut:
a.         Efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas-tugas guru;
b.        Pemamfaatan fasilitas belajar;
c.         Macam-macam perlakuan terhadap siswa oleh guru;
d.        Hasil belajar siswa;
e.         Perubahan sikap dan kematangan siswa; dan
f.         Program kerja pegawai serta seluruh unsur yang berhubungan dengan proses pencapaian tujuan madrasah.
Dalam hal pengawasan ini, kepala madrasah harus memperhatikan beberapa standar, sebagai berikut:[97]
a.         Sekolah/madrasah menyusun program pengawasan secara obyektif, bertanggungjawab dan berkelanjutan;
b.         Penyusunan program pengawasan di sekolah/madrasah disarkan pada standar nasional pendidikan;
c.         Program pengawasan disosialisasikan ke seluruh pendidik dan tenaga kependidikan;
d.        Pengawas pengelolaan sekolah/madrasah meliputi: pemantauan, supervisi, pelaporan, dan tindaklanjut hasil pengawasan
e.         Pemantauan pengelolaan sekolah/madrasah dilakukan oleh komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepntingan secara teratur dan berkelanjutan untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan;
f.          Supervisi pengelolaan akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah/madrasah dan pengawas sekolah/madarasah;
g.         Guru melaporkan hasil evaluasi dan penilaian sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah dan orangtua/wali siswa
h.         Tenaga kependidikan melaporkan pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing sekurang-kurangnya setiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah/madrasah. Kepala sekolah/madrasah, secara terus-menerus melakukan pengawasan pelaksanaan tugas tenaga kependidikan.
i.           Kepala sekolah/madrasah melaporkan hasil evaluasai kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan sekurang-kurangnya setiap akhir semester;
j.           Pengawas sekolah melaporkan hasil pengawasan kepada bupati/wali kota melalui dinas pendidikan Kab/Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan sekolah yang bersangkutan, setelah dikomfirmasikan pada sekolah terkait;
k.         Pengawas madrasah melaporkan hasil pengawasan di madrasah kepala Kantor Kementerian Agama Kab./Kota dan pada madrasah yang bersangkutan, setelah dikompirmasikan pada madrasah terkait;
l.           Setiap pihak yang menerima laporan hasil pengawasan menindaklanjuti laporan hasil pengawasan tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah/madrasah, termasuk pemberian sanksi atas penyimpangan yang ditemukan;
m.       Sekolah/madrasah mendokumentasikan dan menggunakan hasil pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan serta catatan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja sekolah/madrasah dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan secara keseluruhan.
Dalam hal evaluasi, kepala madrasah juga harus memperhatikan beberapa standar berikut:[98]
a.         Sekolah/madrasah melakukan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah/madrasah;
b.         Sekolah/madrasah menetapkan prioritas indikator untuk mengukur, menilai kerja, dan melakukan perbaikan dalam rangka pelaksanaan standar nasional pendidikan;
c.         Sekolah/madrasah melaksanakan: evaluasi proses pembelajaran secara periodik, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, pada akhir semester akademik; dan evaluasi program kerja tahunan secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, pada akhir tahun ajaran sekolah/madrasah;
d.        Evaluasi diri sekolah/madrasah dilakukan secara periodik berdasar pada data dan informasi yang shahih.

B.       Kualitas Pendidikan
1.    Pengertian Kualitas Pendidikan
Arti dasar dari kata kualitas menurut Dahlan Al-Barry dalam kamus modern bahasa Indonesia adalah “kualitet”: “mutu, baik buruknya barang”[99] Seperti halnya yang dikutip oleh Quraish Shihab yang mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.[100]
Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.[101] Menurut Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik.[102] Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono menyatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.[103]
Kualitas pendidikan menurut Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.[104]
Upaya peningkatan mutu dalam bidang pendidikan difokuskan kepada mutu proses pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah pembelajaran peserta didik. Proses pembelajaran ini mencakup sejumlah unsur utama yang mendasar membentuk mutu pembelajaran dengan unsur-unsur tujuan pembelajaran, isi kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dana, manajemen dan evaluasi. Menurut perspektif pendidikan, mutu pendidikan dilihat dari sisi pelaksanaan proses belajar mengajar dan dari segi kemampuan lulusan peserta ujian nasionalnya.[105]
Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan,  psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Kepala madrasah sebagai top manajemen di lembaga pendidikan madrasah mempunyai tugas untuk membuat perencanaan baik dalam bidang program pembelajaran dan kurikulum, kepegawaian, kesiswaan, keuangan maupun perlengkapan. Oleh karena itu, kepala madrasah harus mampu meningkatkan wawasan dan keprofesionalismeannya untuk mencapai kualitas madrasahnya.[106]
Kepemimpinan merupakan suatu kebutuhan dalam suatu organisasi baik formal maupun non formal, karena dengan keberadaan pemimpin kegiatan organisasi dapat terarah dalam upaya untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung pada efektif tidaknya kepemimpinan suatu organisasi.[107]
Dengan adanya manajemen madrasah yang baik, dukungan kualitas berfungsi mensingkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas atau di luar kelas, baik dalam konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang akademis maupun yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.
Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh madrasah  pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir  semester, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, dan Ujian Nasional. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya.[108] Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar menghasilkan output yang setinggi-tingginya.
Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif. Pendidikan atau madrasah yang berkualitas disebut juga madrasah yang berprestasi, baik atau yang sukses, madrasah yang efektif dan madrasah yang unggul. Madrasah yang unggul dan bermutu itu adalah madrasah yang mampu bersaing dengan siswa di luar madrasah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak) yang baik dan kuat.[109]
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif.
Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).
2.    Standar atau Parameter Pendidikan Yang Berkualitas
Standar / parameter adalah ukuran atau barometer yang digunakan untuk menilai atau mengukur sesuatu hal. Ini menjadi penting untuk kita ketahui, apalagi dalam rangka mewujudkan suatu pendidikan yang berkualitas. Kalau kita mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan.[110]
Standar nasional pendidikan  ada delapan (8) standar hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, yaitu :[111]
a.    Standar isi, adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b.    Standar proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
c.    Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
d.   Standar sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
e.    Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan   perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional, agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
f.     Standar pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selam satu tahun.
g.    Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Standar nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan  pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Juga bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Salah satu standar diatas yang paling penting untuk diperhatikan yaitu standar pendidik dan kependidikan. Dalam Undang-undang RI nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.[112]
Dimana seorang pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini, Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 10 ayat 1 tentang guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru harus memiliki yaitu: kompetensi peadagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi kepribadian yakni kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlakul karimah, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, kompetensi profesional yakni kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, dan kompetensi sosial yakni kemampuan guru untuk berkomunikasi dan beriteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali dan masyarakat sekitar.[113]
3.    Standar Kualitas Pendidikan
Ada empat (4) standar kualitas pendidikan dalam urutan prioritasnya adalah sebagai berikut:[114]
a.  Guru (Teacher)
Mutu pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen seorang guru. Profesi guru menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak menjanjikan kesejahteraan finansial dan penghargaan profesional. Oleh karena itu, dengan dirumuskannya jenjang profesionalitas yang jelas, maka kualitas guru-guru dapat dijaga dengan baik. Tentunya hal ini juga berkaitan dengan penghargaan profesionalitas yang didapat dalam setiap jenjang tersebut.
Guru juga harus bertanggung jawab dalam membangun atmosfer akademik di dalam kelas. Atmosfer ini sebenarnya bertujuan untuk membentuk karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif. Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang berhubungan dengan pengembangan sikap ilmiah dan kreatif dalam setiap tugas yang diberikan kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu persoalan atau juga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Untuk dapat mengajar secara efektif, maka guru-guru akan ditraining secara kontinyu (bukan hanya sekali saja) dan terutama akan dibekali pengetahuan tentang cara mengajar yang baik dan bagaimana cara menilai yang efektif. Sehingga diharapkan guru tersebut dapat mengembangkan cara mengajarnya sendiri, dapat meningkatkan pengetahuan mereka sendiri dan juga dapat berkolaborasi dengan guru yang lain.
Menurut Undang-undang RI nomor 20 Tahun 2003, Tenaga Pendidik adalah  tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.[115] Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan  proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.  Mengingat peran yang diemban, pendidik berkewajiaban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Ia mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Pendidik mempunyai dua arti, yaitu arti yang luas dan arti yang sempit. Dalam arti luas, seorang pendidik adalah semua orang yang berkewajiban membina peserta didik. Dalam arti sempit, pendidik adalah orang yang dengan sengaja dipersiapkan menjadi guru atau dosen. Guru dan dosen adalah jabatan profesional, sebab mereka mendapatkan tujangan profesional.  Ada 2 (dua) tugas kinerja guru yakni:
1)        Guru Dalam Proses Pembelajaran
Tenaga Pendidik di Perguruan Tinggi disebut Dosen, sementara tenaga Pendidik pada Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah di sebut Guru. Meskipun sama-sama sebagai pendidik, namun peran dan fungsi mereka sedikit berbeda, hal ini tercermin dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Undang Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 dalam Bab 1 Pasal 1 Undang Undang Guru  disebutkan bahwa Guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”[116]
Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru sebagai pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai pendidik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar di kelas.
Sementara itu tugas/kewajiban Guru menurut Undang-undang No 14 tahun 2005 pasal 20 adalah sebagai berikut:[117]
(1)   merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
(2)   meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
(3)   bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
(4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
(5)   memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Kutipan  Undang-undang tersebut menunjukan bahwa kewajiban guru pada dasarnya merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru dalam menjalankan peran dan tugasnya di sekolah/madrasah, dimana aspek pembelajaran merupakan hal yang utama yang harus dilaksanakan oleh guru, disamping pengembangan profesional sebagai pendidik guna meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik serta sebagai pihak yang cukup dominan dalam proses pembelajaran.
Guru merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan keahlian khusus sebagai pendidik/pengajar. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang di luar bidang kependidikan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dengan mengingat tantangan pendidikan yang terus berubah, maka kenerja guru perlu dilakukan secara inovatif guna beradaptasi dan mengantisipasi perubahan masyarakat yang cepat serta berbagai kebijakan baru pemerintah dalam bidang pendidikan.
Langkah berikutnya adalah evaluasi sebagai cara untuk mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dalam bentuk kompetensi-kompetensi siswa yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran. Perencanaan yang baik merupakan langkah penting yang akan menentukan terhadap proses pembelajaran yang baik pula. Sementara itu langkah pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi rencana pembelajaran dalam konteks interaksi pembelajaran di kelas, dalam langkah ini disamping ditentukan oleh perencanaan juga dipengaruhi oleh bagaimana guru mengelola kelas yang kondusif bagi peroses pembelajaran yang efektif. Sedangkan langkah evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana hasil peroses pembelajaran, apakah telah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Hasil evaluasi ini merupakan bahan penting untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
Seorang guru hendaknya berperilaku yang mempunyai pola interaksi di dalam proses belajar secara efektif, apabila mereka memiliki keinginan untuk memahami peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Kemampuan berinteraksi dari guru tidak akan berarti apa-apa seandainya mereka memiliki motivasi yang rendah, terhadap penyesuaian dengan lingkungan, baik terhadap kebijakan dan tujuan atau strategi pengajaran tersebut. Dengan mengingat bahwa keadaan lingkungan  tidak mudah terkontrol, maka seorang guru harus terbuka, penuh dengan pertimbangan, mampu mendengar, dan bijaksana. Menyikapi hal tersebut maka guru senantiasa mampu memodifikasi perilaku terhadap tuntutan yang ada atau timbul, terutama dalam proses belajar mengajar, ke arah pemberian harapan yang positif untuk peningkatan motivasi belajar.
Keahlian rutin merupakan keahlian guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang, semakin ahli seorang guru dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin efisien, sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan serta memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik/ pengajar.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seorang guru dapat menjadi agen pembelajaran yang menitik beratkan pada efisiensi dengan kinerja rutin, dan bisa juga mengembangkan kemampuan inovasinya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam kondisi yang demkian diperlukan pemaduan antara dimensi efisiensi dengan dimensi inovasi, sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang seimbang dan keahlian adaptif merupakan kondisi yang ideal di mana guru dapat melaksanakan tugasnya dalam suatu koridor adaptabilitas yang optimal. Kepemimpinan Kepala Sekolah mutlak diperlukan  dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala Sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat ditingkatkan dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat benar-benar terwujud sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran.
2)      Guru dalam pengembangan profesi
Guru merupakan pekerjaan profesional sehingga tepat untuk dikatakan sebagai suatu profesi. Sebagai suatu profesi pengembangan kemampuan dan peningkatan kompetensi merupakan hal  penting yang dapat memberikan kontribusi signifikan bagi peninkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
Dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 pasal 20 ayat b disebutkan bahwa salah satu tugas guru adalah “meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.”[118] Hal ini mengandung arti bahwa kinerja guru dalam pengembangan profesi menjadi gambaran akan pelaksanaan tugas yang berorientasi ke depan sebagai dasar yang perlu untuk menghadapi berbagai tantangan perubahan sebagai akibat dari Globalisasi.
b.  Kurikulum (Curriculum)
Kurikulum di sini bukan sekedar kumpulan aktivitas saja, ia harus koheren antara aktivitas yang satu dengan yang lain. Dalam kurikulum, juga harus diperhatikan bagaimana menjaga agar materi-materi yang diberikan dapat menantang siswa sehingga tidak membuat mereka merasa bosan dengan pengulangan-pengulangan materi saja. Tentu saja hal ini bukan berarti mengubah-ubah topik yang ada tetapi lebih kepada penggunaan berbagai alternatif cara pembelajaran untuk memperdalam suatu topik atau mengaplikasikan suatu topik pada berbagai masalah riil yang relevan.
Sehingga Sukmadinata mengatakan kurikulum sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem. Sebagai rencana pengajaran kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang ingin disajikan, kegiatan pengajaran, alat pengajaran dan jadwal pengajaran. Sedangkan kurikulum sebagai sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, personalia, prosedur pengembangan kurikulum, penerapan kurikulum dan evaluasi penyempurnaan”[119].
Kurikulum juga harus memuat secara jelas mengenai cara pembelajaran (learning) dan cara penilaian (assesment) yang digunakan di dalam kelas. Cara pembelajaran yang dijalankan harus membuat siswa memahami dengan benar mengenai hal-hal yang mendasar.
Pemahaman ini bukan hanya berdasarkan hasil dari pengajaran satu arah dari guru ke siswa, tetapi lebih merupakan pemahaman yang muncul dari keaktifan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan merangkai pengalaman pembelajaran di kelas dan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya.
c.      Atmosfer Akademik (Academic Atmosphere)
Atmosfer akademik bertujuan untuk membentuk karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu sikap ilmiah dan kreatif. Atmosfer ini dibangun dari interaksi antar siswa, dari interaksi antara siswa dengan guru, interaksi dengan orang tua siswa dan juga suasana lingkungan fisik yang diciptakan. Guru memegang peran sentral dalam membangun atmosfer akademik ini dalam kegiatan pengajarannya di kelas dan berlaku untuk semua yang terlibat dalam sistem pendidikan.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membangun sikap ilmiah dan kreatif ini dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-harinya? Untuk ini kita perlu menyadari nilai-nilai inti yang harus ditanamkan ke semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan yang diselenggarakan. Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang menghargai hasil-hasil intelektual baik yang berasal dari dirinya sendiri maupun orang lain, disamping kritis dalam menerima hasil-hasil intelektual tersebut. Sedangkan sikap kreatif disini mempunyai maksud sikap untuk terus-menerus mengembangkan kemampuan memecahkan soal dan mengembangkan pengetahuan secara mandiri.
Untuk membangun Sikap Ilmiah perlu ditanamkan nilai kejujuran (honesty), dan nilai kekritisan (skeptics). Sedangkan untuk membangun sikap kreatif perlu ditanamkan nilai ketekunan (perseverence), dan nilai keingintahuan (curiosity).[120]
Selanjutnya nilai-nilai inti ini perlu diterjemahkan dalam berbagai kode etik yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional pendidikan sehari-hari, seperti larangan keras mencontek, dorongan untuk mengemukakan pendapat dan bertanya, penghargaan atas perbedaan pendapat, penghargaan atas kerja keras, dorongan untuk memecahkan soal sendiri, keterbukaan untuk dikoreksi dan seterusnya. Aktivitas-aktivitas ini selanjutnya harus dilakukan setiap hari dan terus dipantau perkembangan oleh mereka yang diberi kewenangan penuh.
d.     Sumber Keilmuan (Academic Resource)
Sumber Keilmuan disini adalah berupa prasarana dalam kegiatan pengajaran, yaitu buku, alat peraga dan teknologi. Semua hal ini harus dapat dieksploitasi dengan baik untuk mendukung setiap proses pengajaran dan juga dalam membangun atmosfer akademik yang hendak diciptakan. Apalagi pengajaran menganut pendekatan yang kongkrit, maka guru harus dapat menggunakan hal-hal yang umum disekitar kita seperti: mata uang dan jam, sebagai alat peraga.
4.   Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan
a.     Peningkatan Kualitas Guru
Guru yang memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan potensi yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus mampu mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi seorang pendidik yang proposional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan kehidupan sehari-harinya.
Untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan melalui cara-cara sebagai berikut :
1)        Mengikuti Penataran atau Pendidikan dan Pelatihan
Menurut para ahli bahwa penataran adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang masing-masing.[121]
Sedangkan kegiatan penataran itu sendiri ditujukan untuk: (a) mempertinggi mutu petugas sebagai profesinya masing-masing; (b) meningkatkan efisiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang optimal; dan (c) perkembangan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.[122] Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, keahlian dan peningkatan terutama pendidikan untuk menghadapi arus globaliasi.
Istilah Pendidikan dan Pelatihan berkembang menjadi rujukan sejak Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil ditetapkan. Pada giliran berikutnya, istilah Pendidikan dan Pelatihan yang lebih terkenal dengan sebutan diklat dipergunakan oleh banyak pihak, tidak hanya pemerintah, akan tetapi juga organisasi lain seperti perusahaan.
Edwin B. Flippo mengatakan: “Pelatihan adalah tindakan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang pegawai untuk melaksanakan pekerjaan tertentu”[123]. Sedangkan Manullang mengatakan: “Pelatihan adalah suatu proses sistematis untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya”[124].
Adapun komponen dalam pelatihan yang diungkapkan oleh Mangkunegara adalah: (1) Tujuan dan sasarannya; (2) Para pelatihnya; (3) Materinya: (4) Metodenya; dan (5) Pesertanya”[125].
Pelatihan bagi pelaksana lebih kepada peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknisnya dan bagi pegawai tingkat manajerial pelatihan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam mengambil keputusan, dan perluasan human relations.
Pelatihan harus meningkatkan kemampuan kerja pesertanya agar menimbulkan perubahan keterampilan dan sikap, Hamalik memberikan contoh-contoh kemampuan dari hasil peningkatan pelatihan:
(1)   Kemampuan membentuk dan membina hubungan antar perorangan (personal) dalam organisasi;
(2)   Kemampuan menyesuaikan diri dengan keseluruhan lingkungan;
(3)   Pengetahuan dan kecakapan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu; dan
(4)   Kebiasaan, pikiran, dan tindakan serta sikap dalam pekerjaan[126].

Ranupandoyo membedakan pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: ”Pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan untuk seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan, memutuskan berbagai persoalan yang menyangkut tujuan organisasi. Sedangkan pelatihan membantu seseorang dalam memahmi suatu pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan ketrampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan organisasi dalam usaha pencapaian tujuan”[127].
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada 7 (tujuh) manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan Diklat, yaitu: (1) Merubah bentuk sikap pegawai; (2) Menambah pengetahuan pegawai; (3) Menambah ketrampilan pegawai;(4) Mengembangkan keahlian;(5) Mengembangkan semangat kerja;(6)Mempermudah pengawasan pegawai; dan (7) Mempertinggi stabilitas pegawai.
2)        Memperbanyak Membaca
Menjadi guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya berpedoman pada satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan sehingga sebagai pendidik tidak akan kekurangab pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang muncul dan berkembang di dalam mayarakat.
3)        Mengadakan kunjungan ke sekolah lain (studi komperatif)
Suatu hal yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar sekolah sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar pikiran dan informasi tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang dimilikinya serta mengatai permasalahan-permasalahan dan kekurangan yang terjadi sehingga peningkatan pendidikan akan bisa tercapai dengan cepat.
4)        Mengadakan hubungan dengan Wali siswa
Mengadakan pertemuan dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan ini guru dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan menjaga peserta didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam pendidikan yang diberikan di sekolah lebih sedikit apabila dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga.
b.        Peningkatan Materi
Dalam rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali mendapat perhatian karena dengan lengkapnya meteri yang diberikan tentu akan menambah lebih luas akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam menjalankan dan mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan benar. Materi yang disampaikan pendidik harus mampu menjabarkan sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan ditambah bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga peserta didik tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran.
c.         Peningkatan dalam Pemakaian Metode
Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai salah satu indicator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan dalam pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah menciptakan atau membuat metode baru, akan tetapi bagaimana caranya penerapannya atau penggunaanya yang sesuai dengan materi yang disajikan, sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar. Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau monoton.
Untuk itulah dalam penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Selalu berorientasi pada tujuan; 2) Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja; dan 3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya: metode ceramah dengan tanya jawab. Jadi usaha tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada peserta didik diera yang emakin modern.
d.        Pemilihan Media Yang Tepat
Gerlach & Ely yang dikutip oleh Wina Sanjaya, mengatakan bahwa ”A medium concieved is any person, material or event that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill and attitude”. Media secara umum meliputi manusia, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (sikap).[128] Pengertian ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan media adalah guru, buku teks, dan lingkungan madrasah.
Sedangkan pengertian media pembelajaran sendiri didefinisikan oleh Rossi dan Briedle yang dikutip oleh Wina Sanjaya, mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya.[129] Alat-alat tersebut jika digunakan dan diprogram untuk pendidikan, maka termasuk media pembelajaran.
Kerucut pengalaman Edgar Dale menggambarkan bahwa hasil belajar seseorang dapat diperoleh melalui pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang, melalui benda tiruan, sampai kepada lambang (abstrak). 

Gambar 2.4 Kerucut Pengalaman Edgar Dale[130]

 Melalui pengalaman langsung siswa berhubungan dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara, hasil yang diperoleh siswa menjadi lebih konkret sehingga akan memiliki ketepatan tinggi. Semakin ke atas puncak kerucut pengalaman belajar siswa hanya melalui lambang verbal, dan pengalaman yang diperoleh siswa sifatnya lebih abstrak.
Persoalannya penyampaian pesan dengan pendekatan kondisi sebenarnya atau pengalaman langsung kadang terkendala atau bahkan tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, peranan media pembelajaran sangat diperlukan dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Fungsi media pembelajaran antara lain 1) menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu, 2) memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu, 3) menambah gairah dan motivasi belajar siswa, dan 4) mempunyai nilai-nilai praktis tertentu seperti mengatasi keterbatasan pengalaman siswa dan ruang kelas.
e.         Peningkatan Sarana prasarana
Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.[131]
Dari segi sarana tersebut perlu diperhatikan adanya usaha untuk: 1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan; 2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja mengajar; 3) Pembuatan media harus sederhana dan mudah; dan 4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan diajarkan.
Sarana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “segala sesuatu (bisa berupa syarat atau upaya) yang sapat dipakai sebagai alt atau media dalam mencapai maksud atau tujuan”[132]. Moenir mengemukakan bahwa sarana adalah “segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja”[133]. Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
Untuk lebih jelasnya mengenai sarana yang dimaksud di atas, istilah sarana kerja/fasilitas kerja dapat ditinjau dari segi kegunaan. Moenir membagi sarana sebagai berikut :
1)        Peralatan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi langsung sebagai alat produksi untuk menghasilkan barang atau berfungsi memproses suatu barang yang berlainan fungsi dan gunanya.
2)        Perlengkapan kerja, yaitu semua jenis benda yang berfungsi sebagai alat pembantu tidak langsung dalam produksi, mempercepat proses, membangkit dan menambah kenyamanan dalam pekerjaan.
3)        Perlengkapan bantu atau fasilitas, yaitu semua jenis benda yang berfungsi membantu kelancaran gerak dalam pekerjaan, misalnya mesin ketik, mesin pendingin ruangan, mesin absensi, dan mesin pembangkit tenaga[134].

Prasarana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek,dsb)”[135].
Berdasarkan pengertian di atas, maka prasarana pada dasarnya memiliki fungsi utama sebagai berikut :
1)        Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu.
2)        Meningkatkan produktivitas, baik barang dan jasa.
3)        Hasil kerja lebih berkualitas dan terjamin.
4)        Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak para pengguna/pelaku.
5)        Ketepatan susunan stabilitas pekerja lebih terjamin.
6)        Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan.
7)        Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan yang mempergunakannya.

Secara umum prasarana merupakan alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan terhadap publik, karena apabila prasarana tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.
Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang sarana dan prasarana, ini dijelaskan dalam buku “Administrasi Pendidikan” yang disusun oleh Tim Dosen IP IKIP Malang menjelaskan: sarana sekolah/madrasah meliputi semua peralatan serta perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, contoh: gedung sekolah (school building), ruangan meja, kursi, alat peraga, dan lain-lainnya. Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak langung menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan di sekolah, sebagai contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan semuanya yang berkenaan dengan sekolah.[136]
f.         Peningkatan Kualitas Belajar
Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya lancar seperti yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut :
1)        Memberi Rangsangan
Minat belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan mempelajari baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan setiap metode yang dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik untuk belajar, karena yang disajikan benar-benar mengenai atau mengarah pada diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya setelah peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal memberikan motivasi secara kontinu.
Oleh karena itu pendidik atau lembaga tinggal memberikan atau menyediakan sarana dan prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima pengalaman yang dapat menyenangkan hati para peserta didik sehingga menjadikan peserta didik belajar semangat.
2)        Memberikan Motivasi Belajar
Motivasi adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan dan menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu dengan diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada penjelasan tugas-tugas.
Motivasi merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa:
a)        Memberikan penghargaan
Usaha-usaha meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang bagus, baik berupa kata-kata, benda, simbol atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan mampu bersaing dengan teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik akan mudah meningkatkan kualitas pendidikan.
b)        Memberikan hukuman
Pemberian hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.
c)        Mengadakan kompetisi dan lomba
Pengadaan ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk membantu peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukan pengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa.

C.      Pengaruh Manajemen Kepala Madrasah Terhadap Kualitas Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi  kualitas pendidikan akan menjadi optimal bilamana diintegrasikan dengan komponen madrasah baik kepala madrasah, fasilitas kerja, guru, karyawan, maupun anak didik. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu kepemimpinan kepala madrasah, fasilitas kerja, harapan-harapan, dan kepercayaan personalia sekolah.
Pengaruh manajemen kepala madrasah terhadap kualitas pendidikan tergantung bagaimana kepala madrasah itu mampu menerapkan  motivasi kerja dengan berbagai macam terobosan-terobosan seperti gaji dan tunjangan yang layak, kenaikan pangkat sesuai dengan waktu, kondisi kerja yang kondusif dan menonjolkan kolegalitas daripada pola hubungan hirarkis dalam lingkungan madrasah.[137]
Dengan demikian nampaklah bahwa kepemimpinan kepala madrasah dan fasilitas kerja akan ikut menentukan baik buruknya kinerja guru. Selain itu banyak faktor yang turut mempengaruhi kualitas pendidikan, baik faktor internal guru yang bersangkutan maupun faktor yang berasal dari luar seperti fasilitas madrasah, peraturan dan kebijakan yang berlaku, kualitas manajerial dan kepemimpinan kepala madrasah, dan kondisi lingkungan lainnya. Tingkat kualitas kinerja guru ini selanjutnya akan turut menentukan kualitas lulusan yang dihasilkan serta pencapaian lulusan yang dihasilkan serta pencapaian keberhasilan sekolah/madrasah secara keseluruhan[138].
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena guru paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu di intervensi, tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar, bahkan sebagai penatar guru juga tidak memiliki otonomi sama sekali, selain itu ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP), padahal  seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang, waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Syafaruddin menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.
Syafaruddin juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab  rendahnya profesionalisme guru, yakni :
1)    Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total.
2)    Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan.
3)    Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati  dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,  
4)    Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru.[139]

Penilaian kinerja adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data sebagai bahan dalam rangka pengambilan keputusan. Dengan demikian dalam setiap kegiatan penilaian ujungnya adalah pengambilan keputusan. Berbeda dengan penelitian yang berujung pada pemecahan masalah. Penilaian kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk menilai kinerja secara periodik yang ditentukan oleh organisasi. Hasilnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka pengembangan  pegawai, pemberian reward, perencanaan pegawai, pemberian konpensasi dan motivasi. Setiap pegawai dilingkungan organisasi manapun sudah tentu memiliki tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya sesuai dengan deskripsi tugas yang diberikan pimpinan organisasi. Menilai dan mengukur kinerja guru perlu ditetapkan kriterianya.[140]
Dale Yoder dalam Malayu SP Hasibuan mendefinisikan penilaian kinerja sebagai prosedur yang formal dilakukan didalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan  bagi pegawai,  penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen atau penyelia. Penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun[141]. Menurut Andrew F. Sikula dalam Hasibuan Malayu S. P, penilaian kinerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan tujuan penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Melalui penilaian tersebut, maka dapat diketahui bagaimana kondisi nyata pegawai dilihat dari kinerja dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan[142].
Adapun tujuan penilaian menurut Sulistiyani dan Rosidah dalam  Euis Karwati, adalah :
1)    Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.
2)    Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.
3)    Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang berupa kenaikan pangkat dan promosi yang adil.
4)    Mengadakan penelitian manajemen personalia.[143]

Secara terperinci manfaat penilaian kinerja bagi organisasi, masih menurut  Sulistiyani dan Rosidah dalam Euis Karwati adalah :
1)    Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
2)    Perbaikan kinerja 
3)    Kebutuhan latihan dan pengembangan.
4)    Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan pegawai.
5)    Untuk kepentingan penelitian pegawai.[144]

Menurut Nasir Usman ada 5 faktor yang menjadi kriteria paling populer dalam membuat penilaian kinerja yaitu :
1)    kualitas pekerjaan, meliputi akurasi, ketelitian, penampilan, dan penerimaan keluaran,
2)    kualitas pekerjaan, meliputi: volume keluaran dan kontribusi,
3)    supervisi yang diperlukan, meliputi: saran, arahan, dan perbaikan,
4)    kehadiran, meliputi regulasi, dapat dipercaya/diandalkan dan ketepatan waktu, dan
5)    konversi, meliputi pencegahan pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan peralatan. Aspek-aspek kinerja ini dapat dijadikan landasan ukuran dalam mengadakan pengkajian tingkat kinerja seseorang.[145]

Tenaga kependidikan, terutama kepala madrasah atau pimpinan institusi pendidikan merupakan manajer-manajer pendidikan. Sebagai manajer pendidikan tugas utama mereka adalah mengupayakan agar kegiatan pendidikan dapat menghasilkan tujuan-tujuan pendidikan secara efektif dan efisien, melalui proses yaitu manajemen pendidikan.
Menurut Terry dalam Ngalim Purwanto, manajemen adalah suatu proses tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya. Jika proses tersebut dilakukan dalam bidang pendidikan dan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan maka disebut sebagai manajemen pendidikan.[146]
Manajemen merupakan inti dari administrasi sedangkan administrasi pendidikan adalah proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personil, spiritual, maupun matrial, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian setiap tenaga kependidikan berperan sebagai administrator. Dan sebagai administrator dirinya harus mampu berperan sebagai manajer pendidikan.[147]
Dari perspektif manajemen pendidikan, masalah-masalah pendidikan dapat terjadi jika tenaga kependidikan tidak mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai manajer pendidikan.  Sebagai manajer pendidikan setiap tenaga kependidikan terlebih lagi untuk setiap pemimpin institusi pendidikan harus mengembangkan kemahiran dasar dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.    Kemahiran teknis (technical skill) yang cukup untuk melakukan upaya dari tugas khusus yang menjadi tanggung jawabnya.
2.    Kemahiran yang bercorak kemanusiaan (human skill), yang diperlukan untuk bekerja dengan sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan yang dia pimpin.
3.    Kemahiran menganalisis situasi dan permasalahan dengan konsep-konsep ilmiah yang relevan (conceptual skill), yang dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan dan bertindak secara tetap.[148]

Dari perspektif manajemen pendidikan, masalah pendidikan dapat terjadi jika kepala sekolah/madrasah dan juga para guru tidak mampu menjadi manajer-manajer pendidikan yang baik. Masalah tersebut bisa saja terjadi karena: a). dirinya tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai konsep-konsep manajemen pendidikan,  b).dirinya kurang memahami konsep-konsep dasar pendidikan, dan c). dirinya tidak atau kurang memiliki kemampuan dan karakteristik sebagai manajer pendidikan, sehingga tidak mampu menjalankan peran sesuai dengan statusnya. Masalah kualitas manajer pendidikan seperti itu bisa terjadi karena kesalahan dalam penempatan. Seorang yang sebenarnya belum atau tidak siap untuk menjadi pemimpin karena faktor tertentu dia diangkat menjadi kepala madrasah.
Masalah-masalah pendidikan juga dapat terjadi jika para pemimpin institusi pendidikan lebih banyak menempatkan dirinya sebagai kepala dan bukan sebagai pemimpin. Sebagai kepala madrasah mereka bertindak sebagai penguasa, hanya bertanggung jawab pada pihak atasan, dan melakukan tugas-tugas karena permintaan atasan. Jika kepala madrasah lebih banyak bertindak sebagai kepala maka dirinya akan kesulitan memberdayakan semua personal yang ada agar tujuan pendidikan tercapai.
Jika masalah-masalah pendidikan disebabkan oleh faktor manajemen maka upaya yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi adalah dengan meningkatkan kualitas manajemen pendidikan. Kualitas manajemen dapat meningkat jika para manajer-manajer pendidikan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.
Seringkali terlontar pernyataan bahwa kualitas pendidikan sulit untuk ditingkatkan karena kurangnya dukungan dana. Namun ada fakta yang menunjukkan bahwa dana yang cukup bahkan ternyata tidak  berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan. Hal demikian dapat terjadi karena kepala madrasah tidak atau kurang mampu memberdayakan semua sumber yang ada, khusunya sumber daya manusia. Demikian juga halnya dengan peranan guru di madrasah sebagai manajer pendidikan, hambatan yang terjadi adalah kurangnya kemampuan untuk memberdayakan semua sumber belajar yang ada agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Untuk mengatasi masalah di atas salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui peningkatan manajemen kinerja kepala madrasah dan guru. Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management) yang baik.
Tugas dan tanggungjawab dari seorang pemimpin adalah untuk mendorong kelompok ke arah pencapaian tujuan-tujuan yang bermanfaat. Anggota-anggota kelompok perlu merasakan bahwa mereka memiliki sesuatu yang bermanfaat yang harus dilakukan dan sesuatu yang dapat dilakukan dengan sumber daya dan kepemimpinan yang tersedia.[149]
Didalamnya berlangsung proses pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menwujudkan iklim yang memungkinkan siswa belajar dan mengikuti proses pembelajaran. Melalui kegiatan pembelajaran siswa mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki  kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta ketrampilan yang perlu bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Begitu pula keberadaan madrasah adalah sebagai sekolah/madrasah dengan ciri khas agama Islam yang potensial dalam pengembangan sumber daya manusia. Kehadiran madrasah memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan kebudayaan bangsa. Oleh karena itulah, kehadiran madrasah di Indonesia ditengah-tengah madrasah sangat didambakan oleh setiap insani khususnya kaum muslimin.
            Dari sudut pandang (point of view) organisasi, perencanaan karir mencakup suatu usaha secara sadar untuk memaksimalkan kontribusi potensi seseorang. Pengisian jabatan kosong atau lowong harus didasarkan pada data rekam jejak kinerja dan prestasi dari para personil yang memenuhi kualifikasi bagai lowongan jabatan itu.
            Adapun manajemen personalia dalam mengambil kebijakan seperti pada gambar dibawah ini:


Perencanaan

Pengambilan Keputusan

Pengorganisasian

Pengawasan

Pelaksanaan
 









Gambar 2.5 Manajemen personalia
Kepemimpinan dalam manajemen pendidikan merupakan faktor kunci keberhasilan suatu organisasi. Kepemimpinan merupakan inti dalam manajemen pendidikan. Kepemimpinan akan berjalan secara efektif dan efisien apabila dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, transfaran, cerdas, memahami tugas dan kewajibannya, memahami anggotanya, mampu memotivasi, dan berbagai sifat yang baik yang terdapat dalam diri seorang pemimpin. Ia harus sadar bahwa pemimpin memiliki arti sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dirinya sendiri dan orang lain melalui keteladanan, nilai-nilai dan prinsip yang akan membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Seorang yang mandapat amanah sebagai eksekutif akan menunjukkan nilai-nilai moral tersebut, sehingga mereka akan memimpin berdasarkan prinsip.[150]
Kinerja kepala madrasah aliyah adalah proses mempengaruhi aktivitas individu, kelompok dan sebagainya dalam situasi tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Karena itu, seorang pemimpin harus memiliki strategi, cara atau teknik agar anggota atau bawahan mau dipengaruhi. Untuk itu dalam konteks pendidikan  apalagi madrasah inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan pemimpin pendidikan yang efektif, yang secara konsisten melekat pada pribadinya sifat-sifat antara lain rasa tanggungjawab, perhatian untuk melaksanakan tugas, energik, tepat berani mengambil resiko, orisinal, percaya diri, terampil mengendalikan stress, mampu mempengaruhi, dan mampu mengkoordinasikan usaha pihak lain dalam rangka mencapai tujuan lembaga.[151]
Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran/3 ayat 159 yang berbunyi:





Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS.Ali Imran/3: 159).[152]
Ayat di atas merupakan sebuah bukti keberhasilan Nabi Muhammad Saw dalam mempengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya, sehingga dakwah Islamiyah dapat diterima. Selanjutnya Burhanuddin menyatakan bahwa bagaimana pemimpin menggunakan kekuasaannya ditemukan tiga buah model dasar kepemimpinan, yakni: model kepemimpinan otoriter, demokrasi atau partisipasi, dan memberikan kebebasan kepada bawahan.[153]
Perilaku seorang pemimpin memiliki pengaruh atas kinerja dan kepuasan kerja anggota. Hal yang mendasar di tekankan bahwa kinerja dan kepuasan anggotanya adalah hasil dari ragam gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Sikap positif orang terbangun terhadap objek yang merupakan alat dalam kepuasan kebutuhan. Hal ini menjadi alasan perlunya pengembangan hubungan pimpinan dengan bawahannya. Ada hubungan timbal balik perilaku pimpinan dengan perilaku bawahannya. Perilaku bawahan berpengaruh terhadap perilaku pimpinan dan perilaku pimpinan mempengaruhi perilaku bawahannya.[154]
Seorang pemimpin yang baik adalah yang mampu mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki dan mampu memberi keuntungan serta kepuasan kepada para stakeholders madrasah. Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu institusi atau lembaga, karena sebagian besar keberhasilan ataupun kegagalan suatu institusi ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Pentingnya kepemimpinan  adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Soekarto Indrafachrudi mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan itu.[155]
Kepemimpinan diartikan sebagai ketrampilan dan kemampuan seseorang mempengaruhi perilaku orang lain, baik kedudukannya lebih tinggi, setingkat maupun yang lebih rendah dari padanya dalam berfikir dan bertindak agar perilaku yang semula mungkin individualistic dan ego sentrik berubah menjadi perilaku yang organisasional.[156]
Selanjutnya, kepala madrasah diartikan sebagai tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru dan siswa. Dengan demikian, profesionalisme seorang kepala madrasah didefenisikan sebagai suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dalam mengembangkan dan mengarahkan segala sumber daya yang ada pada suatu madrasah untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari kemampuan pribadi, yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus  yang tepat bagi situasi khusus. Baik buruknya proses pendidikan di suatu sekolah/madrasah banyak ditentukan orang yang paling bertanggungjawab atas segala sesuatunya yang sudah, sedang dan yang akan terjadi di sekolah/madrasah tersebut.[157]
Efektivitas mengajar guru akan optimal, jika kepala madrasah dapat mengatur dan membimbing guru-guru secara baik sehingga para guru dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan penuh tanggung jawab, memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan bawahannya sehingga tidak ada keluhan dalam menjalankan tugas dan kewajiban sehari-hari, harus menunjukkan kewibawaan sehari-hari sehingga dapat diteladani dan dipatuhi oleh para guru maupun siswa. Menetapkan dan melaksanakan peraturan-peraturan yang logis dan sistematis dapat diterima oleh semua pihak yang terkait dalam peningkatan efektivitas mengajar guru.
Peranan dan kinerja manajemen kepala Madrasah Aliyah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan madrasah sebagian besar ditentukan kualitas kepala madrasah.
            Untuk menjadi seorang pemimpin yang besar, ia harus mampu mengetahui dirinya sendiri dan mengendalikan dirinya sendiri. Dalam kaitan ini sering kali disebut bahwa pemimpin harus mampu memimpin dirinya sendiri. Kondisi ini walaupun sering disebutkan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan, namun paling sering mengalamim kegagalan dalam proses pendidikannya. Pemimpin yang mampu mengetahui dirinya sendiri  dan mengendalikan dirinya sendiri serta mampu menjaga integritasnya sebagai pemimpin yang berkepribadian.[158]
Pemimpin harus siap menerima dirinya  secara ikhlas dengan segenap kelebihan dan kekurangannya. Dia tidak membuang-buang waktu untuk menikmati kelebihan-kelebihan yang ada pada dirinya atau menyesali kekurangan-kekurangannya. Dia akan lebih banyak mempergunakan waktunya untuk memikirkan apa yang dapat dilakukannya dengan segenap sifat yang ada betapapun terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan. Pemimpin yang produktif adalah pemimpin  yang peka terhadap lingkungannya. Tanpa kepekaan terhadap apa yang di butuhkan oleh lingkungannya tidak mungkin baginya dapat menghasilkan sesuatu yang berarti bagi lingkungannya.
Sebuah lembaga yang memiliki pemimpin yang hebat, maka lembaga tersebut akan tumbuh dan berkembang dengan baik walaupun secara manajerial kurang baik. Namun jika sebuah madrasah memiliki pemimpin yang baik sekaligus pemimpin tersebut memiliki kemampuan manajerial yang andal dapat dipastikan bahwa perkembangan madrasah tersebut akan sangat cepat untuk mencapai keunggulan.
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuan bersama. Untuk itu dalam konteks pendidikan apalagi madrasah inilah yang kemudian di kenal dengan sebutan pemimpin pendidikan yang efektif, yang secara konsisten melekat pada dirinya sifat-sifat antara lain rasa tanggungjawab, perhatian untuk melaksanakan tugas, energik, tepat berani mengambil resiko, orisinal, percaya diri, dan mampu mengkordinasikan usaha pihak lain dalam rangka mencapai tujuan lembaga.[159]
Pada prinsipnya, kepemimpinan dalam lingkup pendidikan (educational leadership) berorientasi pada keberlanjutan dan pengembangan dari efisiensi dan efektivitas madrasah. Sebagaimana kepala madrasah hanya dapat meraih kesuksesan dengan bekerja sama dengan warga madrasah lainnya, kepemimpinan kependidikan kemudian ditujukan pada peningkatan maksimal dari produktifitas dan usaha-usaha yang dilakukan oleh semua warga madrasah. Berangkat dari pandangan ini, peran dan praktek kepemimpinan seorang kepala madrasah dalam memberdayakan stakeholder madrasahnya menjadi hal yang mutlak.[160]
Kepala madrasah adalah pengelola pendidikan di madrasah secara keseluruhan dan kepala madrasah adalah pemimpin formal pendidikan dimadrasahnya. Dalam suatu lingkungan pendidikan di madrasah, kepala madrasah bertanggungjawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan guru-guru agar terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja kepala madrasah dalam berbagai bidang kegiatan pendidikan dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnya.
Pendidikan Islam khususnya di madrasah berjalan tanpa desain (not by design) tapi hanya berdasarkan kebiasaan atau tradisi yang sudah ada sebelumnya (just by accident and tradition). Dengan kata lain bahwa praktik pendidikan yang dilakukan tanpa melalui ilmu pengetahun.[161] Di era globalisasi yang amat kompetetif sekarang ini, keadaan praktik pendidikan Islam khususnya di madrasah  harus direvitalisasi dan direformasi dengan berdasar pada teori dan konsep filsafat pendidikan Islam yang sesungguhnya.[162]
Keberhasilan suatu program harus diawali dengan perencanaan yang sangat matang. Perencanaan yang dilakukan dengan baik oleh kepala madrasah, maka setengah keberhasilan sudah dapat tercapai dan setengahnya lagi terletak pada pelaksanaannya. Namun demikian, perencanaan yang baik sistematisnya atau terperinci, jika proses perencanaan tidak sesuai dengan program maka mungkin akan gagal. Kepala madrasah harus benar-benar membuat perencanaan yang matang sehingga  apa yang sudah diprogramkan akan berhasil termasuk dalam hal penerapan  manajemen berbasis madrasah yang sudah disosialisasikan di setiap madrasah/sekolah.[163]
Kemampuan Manajerial Kepala Madrasah merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kompetensi guru dan akan mendorong guru/pegawai bekerja, berperan serta berupaya berusaha melakukan kualitas Pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan perkembangan dunia. Guru dituntut untuk memilki kemampuan profesional, kreatif dan inovatif serta bekompensi.
Akhirnya, upaya peningkatan mutu madrasah akan dapat tercapai manakala seorang kepala mampu menjalankan fungsinya sebagai perencana, pengorganisasi, pelaksana, dan penggali upaya peningkatan mutu madrasah. Disamping itu, seorang kepala juga harus mampu membangun jejaring dengan masyarakat serta mampu menyebarkan motivasi berprestasi diantara para guru, pegawai, siswa, orang tua dan masyarakat sebagai komponen madrasah.



[1]Gouzali Saydan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT.Toko Gunung Agung, 1996, h. 3
[2]Tim Penyusunan Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, h. 708
[3]Marihot Manullang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Citapustaka Media Perintis, 2012, h. 2
[4]Malayu S.P.Hasibuan, Manajemen; Dasar, Pengertian, dan Masalah, Ed. Revisi, cet. 3, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2004, h. 2
                [5]Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial, cet. III, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, h. 2
[6] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah. Baca juga Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/ Madrasah
[7]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah . Baca Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/ Madrasah
[8]Marihot Manullang, Manajemen..., h. 2-3
[9]Marno dan Trio Suprianto, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: Rifeka Aditama, 2008, h. 1
[10]Sudjana, Manajemen Program Pendidikan: Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung: Falah Production, 2000, h. 77.
[11]Tim Dosen Adm. Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2009, h. 204.
[12]Richa M. Steer, Managing Effective Organization: an Introduction, Boston: Kent Publishing Company a Division of Wadsworth, Inc, 1985, h. 673
[13]Syafaruddin dan Nurmawati, Pengelolaan Pendidikan: Mengembangkan Ketrampilan Manajemen Pendidikan Menuju Sekolah Efektif, cet.1, Medan: Perdana Mulya Sarana, 2011, h.40
[14]Ibid, h. 52.
[15]Syafaruddin, menajemen Lembaga Pendidkan Islam, Ciputat: Ciputas Press, 2005,  h. 63-64
[16]Fadli Abdurrahman al-Fasl, Al qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: PT. Syaamil Cipta Media, 2005, h. 548
[17]Syafaruddin, Manajemen Lembaga..., h. 61.
[18]J.A.F.Stoner, Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, Jakarta: Erlangga, 1992, h. 8, lihat juga: H. Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 86.
[19] Made Pirdata, Menajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1988, h. 6.
[20] Sofyan Safri Harahap, Menajemen Konteporer, Jakarta: PT.Raja Grapindo, hal. 33
[21]Syafaruddin, menajemen Lembaga Pendidkan ..., h. 41.
[22]Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam; Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi Saw sampai Ulama Nusantara, Jakarta: Kalam Mulia, 2011,  h. 444
[23]Marihot Manullang, Manajemen Sumber...., h. 38
[24]Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen; Dasar, Pengertian..., h. 138
[25]Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen; Dasar, Pengertian.. , h. 96
[26]Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yokyakarta: C. Andi Offset, 2003, h. 123
[27]Ibid, h. 45
[28]Nasir Usman, Manajemen Peningkatan Mutu Kinerja Guru; Konsep, Teori dan Model, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011, h. 18
[29]Marihot Manullang, Manajemen Sumber...,  h. 51
[30]A.M. Kardaman dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, h. 118
[31]QS. Al-Maidah/5:2
[32]Sudarwan Darmin, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung:  Pustaka Setia, 2002, h. 145
[33]Wahyusumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Grafindo Persada, 2002, h. 81-82
[34]Ibrahim Anis, et-al, Al-Mu’jam al-Wasit, Kairo: Dar Al-Ma’arif, 1972, h. 280
[35]H.A.R. Gibb and H. Kramers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden: E.J.Brill, 1981, h. 300
[36]Dirjen Bimas Islam, Almanak 1974, Jakarta: Departemen Agama RI, 1974, h. 45
[37]Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 146
[38]Ahmad Sudrajat, Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com , 15 Juli 2016
                [39] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, h. 95
[40]Syafaruddin dan Irwan Nasution, Menajemen Pembelajaran, Ciputat: Quantum Teaching, PT Ciputat Press, h. 73.
[41]M.Nur, Manajemen, h. 19
[42]Ibid, h.  17
                [43]Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 156
[44]Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta, 2008, h. 49.
                [45]Amiruddin Siahaan, Ilmu Pendidikan dan Masyarakat Belajar; Strategi Pendidikan untuk Pengembangan Sumberdaya Manusia Era Global, Medan: Citapustaka Media Perintis, 2010, h. 17-18
[46]Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer..., h. 50.
[47]Ngalim Purwanto, Administrasi dan Suvervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, h. 16.
[48]Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, cet. III, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h. 152
[49]Sopiah, Perilaku Organisasi, Yogyakarta : Penerbit Andi, 2008, h. 158
[50]Ibid, h. 157
[51]Januarti, dkk, Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Keterlibatan Kerja Terhadap Hubungan Antara Etika Kerja Islam Dengan Sikap Terhadap Perubahan Organisasi”. JAAI, Volume 10, No.1: 17-35, Juni 2006, h. 15
[52]Sopiah, Perilaku...., h. 161
[53]Muhaimin, et.al., Manajemen Pendidikan, h. 57
[54]Nasir Usman, Manajemen, h. 139
[55]Barbara B.Seels dan Rita C.Richey,  Teknonologi Pembelajaran Defenisi dan kawasannya, Washington DC: Association for Educational Communications and Technology, 1994, h. 35
[56]M.Ngalim Purwanto, Administrasi, h. 27
[57] Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung:  Rosdakarya, 2004, h. 126
[58]Wahjosumidjo, Kepemimpinan, h. 38
[59]Ibid, h. 105-107
[60]Sudarwan Darmin, Menjadi Komunitas Pembelajaran, Jakarta:  Bumi Aksara, 2003, h. 107-108
[61]Ibid, h. 107-198
[62]Soetjipta dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta:  Rineka cipta, 1999, h. 192
[63] HM.Daryanto, Administrasi, h. 179-180
[64]Wahyosumidjo,  Kepemimpinan, h. 122
[65]Ibid,  h. 128
[66]Sowardji Lazaruth, Kepala Sekolah dan Tanggungjawabnya, Yokyakarta: Kanisius, 1994, h. 4
[67]SB.Hari  Lubis, Pengantar Teori Organisasi, Bandung: PPs Unimus, 2008, hlm. 271
[68]Handoko Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yokyakarta: BPFE, 1996, h. 135
[69]Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, cet. 1, Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2011, h. 409
[70]Kenneth N. Wexley dan Gary A. Yuki, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, Terj. Muh. Shobaruddin, Jakarta: Bina Aksara, 1988, h. 149
[71]Ibid
[72]Hornby, Kamus Bahasa Inggris,Oxfort University, Jakarta: Bentharia Antar Asia, 1984, h. 236
[73]Mulyana. E, Menjadi Kepala Sekolah Yang Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, h. 106
[74]Larry J. Reynold, Kiat Sukses Manajemen Berbasis Sekolah, cet.2, Terj. Teguh Budiharso dan Abdul Munir, Jakarta: CV. Diva Pustaka, 2005, h.77
[75]Syaidam, Ghozali, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 1996, h. 45
[76]Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Jakarta : Naimas Multima, 2004, h. 58
[77]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Baca juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah.
[78]Ibid
[79]Hamzah B.Uno, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta:  PT.Bumi Aksara, 2006, h. 22
[80]Wahyosumidjo, Kepemimpinan, hlm. 18
[81]Lukmanul Hakim, Perencanaan .., h. 1
[82]Sudarwan Darmin, Inovasi Pendidikan dalam Upaya ......., h. 145
[83]Wahyusumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah..., h.81-82
[84]Hamzah B.Uno, Perencanaan Pembelajaran....., h. 22
[85]Wahyosumidjo, Kepemimpinan....., h. 18
[86]Syafaruddin, Kepemimpinan Pendidikan, Akuntabilitas Pimpinan Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, cet.1, Jakarata: Ciputat Press, 2010, h. 87-88
[87]Asmara, U. Husna, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, h. 55
[88] Glickman, C.D. Development Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development, 1981, h. 77
[89]Ibid, h. 78
[90]Oliva, Peter F. Supervision for Today’s School - Second Edition. New York: Longman, 1984, h. 80
[91] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1983, h. 43.
[92] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi..., hlm.410
[93] Wahyosumidjo, Kepemimpinan....., h. 173
[94] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 158.
[95] Ibid, h. 159
[96]Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah; Membangun Sekolah yang bermutu, Bandung: Alfabeta, 2013, hlm. 29
[97]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
[98]Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
[99]M. Dahlan al- Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Yokyakarta: Arloka, 2001, h. 329
[100]Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mijan, 1999, h. 280
[101]Jurnal Ilmu Pendidikan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar di Daerah Seminasi, Nopember 1997, IKIP, 1997, h. 225
[102]Supranta J, Metode Riset, Jakarta:  PT. Rineka Cipta, 1997, h. 281  
[103]Fandi Tjipta, Manajemen Jasa, ed. I, cet. II, Yokyakarta: Andi Ofset, 1998, h. 81
[104]Ance Supriyadi dan H.AR Tilar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993, h. 159
                [105]Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah Membangun Sekolah...., h. 51
[106]Ibid, hlm. 27
[107]Irham Fahmi, Manajemen Kepemimpinan, hlm. 15
[108]Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Direktur Pendidikan Menengah dan Umum, Bandung: Remaja Rosda, 1999, h. 4
[109]Abdul Chafidz, Sekolah Unggul Konsepsi dan Problemantikanya, Yokyakarta: Bina Karya, 1998, h. 142
                [110]Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Sistem  Nasional Pendidikan, Bab II pasal 2, Jakarta: Dirjen Pendis Departemen Agama, 2006, h. 153
[111]Ibid, h. 154
                 [112]Yusuf Hadijaya, Administrasi Pendidikan, Medan: Perdana Mulya Sarana, 2012, h. 55
                [113]Nasir Usman, Manajemen Peningkatan...h. 74-75
                [114]www.sgmetris.com./artikel=21.html. Standar Kualitas Pendidikan, Metris By Alexander Agung
              [115]Departemen Agama, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Pendidikan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006, h. 5
                 [116]Ibid, h. 83
                [117]Amtu Onisimus, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2011, h. 235
               [118] Departemen Agama, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah..., h. 93
              [119] Yuniarsih, Tjutju, Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Alfabeta, 2009, h. 51
[120]Ibid.
[121]Jumhur An Surya, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, Jakarta: Rajawali Press, h 115
[122]Ibid, hal 116
[123]Kamil, Mustofa. Model Pendidikan Dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010, h. 3
[124] Manullang, Marihot, 2014. Manajemen Sumber...., h. 97
[125]Mangkunegara, AA., Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2009, h. 51
[126] Hamalik, Oemar, Media ...., h. 12
[127]Ranupandojo, Heidjarahman dan Suad Husnan, Management Personalia, Edisi Ketiga. Yogyakarta:  FE-UGM, 2005, h. 79
[128]Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2010, h. 204
[129] Ibid,  h. 204
[130] Oemar Hamalik, Media Pendidikan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1989, h. 40
[131]Roestiyah N.K, Masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara, 2012, h. 67
[132]Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka, 2002, h. 999
[133] Moenir, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2000, h. 119
[134] Ibid, h. 120
[135]Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, Kamus Besar Bahasa ...., h. 893
[136]Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, h. 135
[137]Nasir Usman, Manajemen, h. 84
[138]Nasir Usman, Manajemen Peningkatan Mutu...., h. 93
[139]Syafaruddin, Pengelolaan Pendidikan... h. 189
[140]Darmayanto, Administrasi Pendidikan..h. 106
[141]Malayu SP. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, ed. Revisi, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, h. 214
[142]Ibid, h. 128
[143]Euis Karwati, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah: Membangun Sekolah yang bermutu, Bandung: Alpabeta, 2013, h. 256
[144]Ibid, h. 256
[145]Nasir Usman, Manajemen Peningkatan Mutu...h. 148
[146]Ngalim Purwanto, Administrasi..., h. 27
[147]Ibid, h. 129
[148]Yusuf Hadijaya, Administrasi Pendidikan, Medan : Perdana Mulia Sarana, 2012, h. 95
[149]Robbins, Stephen.P, Perilaku Organisasi, .hlm. 98
[150]R.Ibrahim, et. al., Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, cet.2, Jakarta: PT. Imperial Bhakti Utama, 2007, h. 236
[151]M.Sulthon Masyhud dkk, Manajemen Pondok..... hlm. 32
[152]Muhammad Shohib Thohar, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 71
[153]Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan, cet.7, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hlm. 46
[154]M.Nur, Manajemen Kepala Madrasah: antara Das Sein dan Das Sollen, cet.1, Medan: Citapustaka Media Perintis, 2010, h.. 37
[155]Soerkarto Indrafachrudi, Bagaimana Memimpin Sekolah yang Efektif, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006, h. 2
[156]Sondang P. Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Sosial. Cet. Ke.2, Jakarta: Gunung Agung, 1985, h. 12
[157]Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan Mutu, Jakarta: Nimas Multima, 2005, h. 24
[158]Muhaimin, et. al., Manajemen Pendidikan, h. 34
[159]M. Sulthon Marsyhud dkk, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2004, h. 32
[160]Ahmad Rozikun dkk, Strategi Perencanaan Manajemen Berbasis Madrasah , Jakarta: PT.Listafariska Putra, 2004, h..45
[161]Lihat Prayitno, Dasar teori dan Praktis Pendidikan, Cet. I, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009, h. 1
[162]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, Cet.I, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010, h. 2
               [163]Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, Bandung:  CV.Wacana Prima, 2008, h. 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar