RUNNING TEXT

Rabu, 15 Maret 2017

George A. Makdisi, The Rise of Humanisme By : Dr.Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI, MA A. Pendahuluan The rise of humanisme merupakan karya George Abraham Maksidi (1920- 2002) seorang Profesor Emeritus Arab dan Study Islam di University of Pennsylvania. Beliau lahir I Detroit, Michigan Tahun 1920 dan meninggal pada hari Jum’at, 6 September 2002 di Amerika Serikat. Karirnya dimulai di Amerika Serikat dan Libanon. Makdisi mengajar Pendidikan Pasca Sarjana di Prancis dan memperoleh gelar Doctevres- Letters di Sorbone Tahun 1964. Ia mengajar di kedua Universitas Michigan dan Harvard sebelum ke University of Pennsyvania sebagai Guru Besar Arab pada Tahun 1973. Dia terus mengajar Study Arab dan Islam hingga pensiun pada tahun 1990. Selama periode itu, Ia menjabat sebagai Ketua Departemen Study Oriental dan mengadakan serangkaian konferensi dengan rekan Akademisnya di Eropa yang ditujukan untuk menyatukan Penelitian Amerika dan Eropa di Dunia Arab- Islam dan Bizantium selama Perode abad pertengahan. Makdisi umumnya diakui pada skala seluruh dunia sebagai salah satu Arabist terbesar dan Islamicist dari generasinya. Ketertarikannya yang terbesar adalah dalam Study teks- teks Arab dari zaman klasik besar pemikiran Islam, dan itu juga merupakan focus dari ajarannya. Jumlah besar Mahasiswa dibedakan yang memegang posisi Akademis di Amerika Serikat dan Eropa menjadi saksi Inspirasi bahwa contoh ilmiahnya diberikan begitu saja. Publikasi sendiri Makdisi mulai dengan berfokus pada lingkungan Intelektual dimana kontroveresi teologis dibahas dalam masyarakat muslim dan khususnya pada karya- karya ulama besar. Makdisi memberikan kontribubsi sejumlah karya sangat penting diantaranya The Rise of Humanisme (1990). B. Argumen Pokok Buku Tulisan ini membahas tentang paradigma pendidikan Islam The rise of humanisme.Islam pada kejayaannya menjadi pusat kajian berbagai disiplin ilmu, hal ini terbukti dengan bermunculannya para ilmuan Muslim.Tetapi dengan berjalannya waktu intlektualisme Islam itu mulai redup seiring dengan pemahaman dan budaya taqlid.Padahal al-Qur’an banyak memberikan isyarat agar mengkaji semua disiplin ilmu, tidak terbatas ilmu-ilmu agama saja tetapi juga ilmu-ilmu umum.Hal ini bisa dilihat dari ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk mengkaji alam ini.Paradigma Pendidikan Islam yang mengarah kepada pengkajian yang konprehensif baik ilmu pengetahuan agama maupun umum adalah sebagai paradigma pendidikan Islam humanisme atau memanusiakan manusia sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Lembaga Pendidikan Islam berada dibawah kekuasaan kaum tradisionalis, berarti hanya ada dua jalan yang terbuka. Pembahasan tentang pendidikan Islam ini dimulai pada periode Al- Qodiri (Abad ke 8- 11). Diakhir abad ini, muncul mazhab Hanafi, Syafi’i, Mu’tazilah, Syiah dan Sunni. Dengan adanya Mahzab- mahzab ini akhirnya terlibat dalam dialog intelektual yang pada akhirnya mempengaruhi pemikiran Islam dan lembaga- lembaga Pendidikan Islam. Perbedaan pendapat tentang kajian Kalam dan Ilmu Pengetahuan sebagai bagian dari Aqidah, membedakannya dari teologi, filsufis Kalam. Karena itulah kajian kalam dilarang diajarkan dan dimasukkan kedalam kurikulum perguruan-perguruan tinggi hukum khususnya disekolah- sekolah yang di bangun oleh lembaga waqaf. Seorang tokoh ahli Fiqh dan guru besar Iraq (Bagdad) pemimpin terakhir mahzab Syafi’i menjulukinya sebagai ahli Fiqh tersukses di zamannya dan banyak murid- muridnya sukses di berbagai penjuru dunia. Masuknya berbagai filsufis dalam pendidikan Islam pada akhir abad ke-10 dan diawal abad ke- 11 dan membuat geram seorang ahli ushul fiqh tradisional. Untuk mengantisipasi serangan kaum rasionalis yang mungkin terulang, kaum tradisional mulai membangun benteng pertahanan. Untuk membendung arus pemikiran rasionalis, menahan laju perkembangannya dan menetralisir efeknya, mendirikan lembaga- lembaga pendidikan. Mereka mendirikan sejumlah Perguruan tinggi hukum yang menyatu dengan Mesjid. Seperti lembaga- lembaga pendidikan agama lainnya, perguruan- perguruan tinggi itu didirikan dengan dana waqaf. Satu bentuk pemberian ( shidqah) yang kekal dalam Islam. Dalam kapasitasnya sebagai ahli fiqh, mereka melakukan pengenalan atas pendayagunaan harta waqaf. Lahirnya sekolah- sekolah hukum sebenarnya mempresentasekan kelahiran mazhab- mazhab hukum dalam Islam. Pembahasan tentang mazhab tersebut akan dikemukakan setelah mengupas kontroversi diantara para ahli keIslaman seputar keberadaan mazhab- mazhab hukum pada masa Islam Klasik. Orang yang pertama kali membicarakan mazhab pada masa Islam klasik adalah Louis Massiqnom dalm sebuah artikel yang diterbitkan pada Tahun 1920. Pada abad ke- 11 perkembangan berdirinya sejumlah lembaga baru perguruan tinggi dengan struktur kepengurusan yang terbagi jelas, yang memiliki tingkatan dan fungsi yang berbeda- beda. Banyaknya perguruan tinggi Islam dibidang hukum seperti di Iraq, Madinah, Basrah dan Kufah. Pada abad ini juga merupakan periode puncak profesionalisasi pendidikan mulai dari tingkat pemula berlanjut ke tingkat menengah hingga tingkat lanjutan. Diagram perbandingan menunjukkan tiga tingkatan yang terdapat pada pendidikan tinggi dan aliran pemikiran di dunia Islam dan di dunia barat Kristen. Pendidikan tinggi Islam yang terkenal pada abad pertengahan adalah : Islam Prancis Inggris 1. Mutafaqih Escolatre Scholar 2. Shahih Bachelier Fellow 3. Mufti/ Mudarris Magister/ Maitre Magister/ Master Para Sejarawan dari berbagai perguruan tinggi dan Universitas barat pada abad pertengahan tak meragukan bahwa gerakan Universitas dan Perguruan Tinggi merupakan gerakan aliran pemikiran. Disisi lain, munculnya pertanyaan tentang apakah perguruan- perguruan tinggi Islam baik yang di mesjid atau di madrasah juga merupakan gerakan aliran pemikiran adalah karena asal- usul dan sejarah perkembangannya. Dalam Islam, praktik mengajar yang sebelumnya dilakukan oleh para ahli swasta, pada abad ke-11 berkembang menjadi institusi Madrasah yang resmi dibawah pemerintah, berbentuk perguruan tinggi yang terorganisir dengan beberapa pucuk pimpinan yang diserahi tugas dan tanggungjawab. Semua pengurus lembaga pendidikan Islam tidak hanya pimpinan dan pengajar diangkat dan diawasi pemerintah melalui seorang agen pemerintah yang disebut muhtasib ( pengawas pasar). Praktek mengajar baik sebelum maupun sesudah kemunculan madrasah dilakukan oleh para ahli non pemerintah, hal sama juga dilakukan di perguruan- perguruan tinggi Islam. Semua lembaga pendidikan baik yang didirikan di Mesjid maupun yang berbentuk madrasah tidak ada yang dikuasai oleh pemerintah. Semua lembaga pendidikan itu didirikan dan dipimpin oleh para dermawan Muslim. C. Kontribusi Terhadap Kajian Sejarah Pendidikan Islam Kontribusi pengkajian the rise of humanisme terhadap kajian sejarah pendidikan Islam mempunyai peran yang strategis sebagai sarana human investment yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan kehidupan yang lebih baik juga telah ikut serta mewarnai dan menjadi landasan moral dan etika dalam proses pemberdayaan jati diri.Pendidikan ini sangat penting karena hakekat dari pendidikan merupakan proses humanisme.Orientasi pengembangan pendidikan dalam pendidikan Islam, merupakan sejarah yang sangat penting, dialogis, inovatif dan terbuka dalam menerima ilmu pengetahuan baik dari dunia timur maupun dari dunia barat. Sebagaiman disebutkan tadi diatas bahwa tugas pemerintah hanya mengawasi gerak- gerik pimpinan lembaga, akan tetapi tidak bisa mengontrol para profesor hukum yang telah melalui semua jenjang pendidikannya disebuah mazhab hukum termasuk ketika mendapat gelar Doctor. Seseorang diangkat menjadi seorang profesor oleh pendiri madrasahn atau orang yang telah ditunjuk olehnya dalam ketetapan wakaf bukan oleh pemerintah. Bentuk- bentuk pendidikan harus menjalani latihan profesi yang keras terdiri dari empat tahun pendidikan setingkat S1, diikuti dengan periode yang lama untuk pendidikan pasca sarjana selama 10- 20 tahun. Sebelum kemunculan Perguruan Tinggi Hukum, dunia Islam telah memiliki lembaga pendidikan yang menyatu dengan mesjid. Ada dua jenis mesjid yang dibangun Sejas periode pertengahan Islam yaitu mesjid Jamik dan Surau. Mesjid Jami’ merupakan mesjid agung tempat di langsungkan sholat dan khutbah Jum’at, sedangkan Surau merupakan mesjid kecil yang tersebar diseluruh penjuru kota Islam. Dari surau- surau inilah yang kelak menjadi perguruan- perguruan tinggi Islam. Surau- surau seperti ini telah ada Sejak awal kelahiran Islam dan sekaligus berfungsi sebagai sekolah- sekolah ilmu agama dan lainnya termasuk kajian bahasa dan sastra.Madrasah merupakan satu jenis lain dari lembaga pendidikan Islam dan termasuk pendidikan yang Testua dan merupakan hasil evolusi dari Masjid sebagai lembaga pendidikan dan sebagai tempat tinggal para mahasiswa.Madrasah sebagai pendidikan Islam merupakan excellence sampai pada periode modren dengan diperkenalkannya lembaga-lembaga pendidikan modren seperti universitas. Seorang penulis kronik menyebutkan bahwa pada abad ke- 10 seorang Gubernur Badr Ibn Hasanawayh (wafat 405 M/ 1015 H) yang berkuasa selama 32 tahun dibawah Dinasti Buwaihi telah membangun diseluruh daerah administrasinya 3.000 surau dengan asrama untuk pelajar disampingnya yang berasal dari luar kota. Dari perguruan tinggi surau seperti inilah al- Shiraz seorang Profesor pertama dari madrasah Nizamiyah ( abad ke- 11) menerima tawaran dari sang pendiri Perdana Menteri Nizham al- Mulk untuk mengajar disebuah lembaga baru. Meski pada perkembangannya muncul lembaga pendidikan baru yang terpisah dari Mesjid yang disebut dengan Madrasah, lembaga pendidikan di surau- surau tidak mengalami perubahan signifikan, baik dari segi kurikulum maupun dari sisi tujuan utamanya yaitu melahirkan ahli- ahli Fiqh profesional. Sebagaimana telah disinggung tadi bahwa Jenis wakaf madrasah membolehkan para pendiri perguruan tinggi, jika mereka menginginkannya untuk menguasai yayasan. Seorang muslim yang mendirikan sebuah lembaga wakaf berada dalam kapasitasnya sebagai seorang pribadi bukan sebagai pegawai pemerintah. Bahkan Madrasah Nizamiyah membatasi murid- muridnya hanya dari Mazhab Syafi’i karena sang Sultan bermazhab Hanafi maka anak- anaknya atau peminat lain dari mazhab Hanafi bisa masuk ke Madrasah itu jika mereka berpindah mazhab, ketika itu tiap Mazhab Fiqh memiliki perguruan masing- masing. Perbedaan mazhab ini berlanjt ke dalam lembaga pendidikan Islam seperti madrasah Nizamiyah di Bagdad (459 H/1069 M) sebagai simbol pelestarian sekte, mazhab dan aliran keagamaan lerngkap dengan keyakinan keagamaannya.Akibatnya, madrasah ini hanya dirancang dengan kurikulum fiqh.Jadi tujuan madrasah ini secara jelas dimaksudkan untuk memperkuat ideologi Syafi’i Asy’ari dan membendung serangan dari pihak lain. Sejarah pendidikan Islam itu dimulai Sejak abad ke- 10 yakni Madrasah Nizamiyah yang dibangun oleh Perdana Menteri Nizam Al- Mulk yang terus - menerus berkembang sampai dengan Sekarang ini. D. Penilaian Kritis Terhadap Buku Dalam buku ini telah dijelaskan bagaimana, apa, siapa dan dimana awal sejarah pendidikan Islam itu. Tokoh- tokoh penting sejarah Pendidikan Islam dalam buku The Rise Of Humanisme karangan George A. Makdisi kurang dijelaskan secara mendetail. Perkembangan Sejarah Pendidikan Islam menjadi rumit dan berbelit- belit karena dipengaruhi oleh kurangnya referensi buku. Pada buku ini ada dikutip bahwa pendidikan itu dilakukan oleh para swasta dalam pengelolaannya namun pada abad ke- 11 berkembang menjadi institusi Madrasah yang resmi dibawah kendali pemerintah. Hal ini menjelasksan bahwa sebelum pemerintah secara resmi mengelola Pendidikan Islam itu ternyata pihak swasta sudah berperan aktif dalam pengelolaan pendidikan. Dalam Sejarah Pendidikan Islam Sangat disayangkan bahwa banyak akta wakaf perguruan- perguruan tinggi atau Madrasah itu yang hilang tanpa jejak. Yang tersisa dari akta wakaf perguruan tinggi paling awal hanya bagian yang menerangkan struktur kepengurusan Yayasan saja. Pada sisi lain bahwa ternyata pada abad ke- 11 ini menjelaskan bahwa perguruan tinggi Nizamiyah di Bagdad yang bermazhab Syafi’i memiliki signifikasi tersendiri dan posisi akademis tertentu harus dipegang oleh ulama yang bermazhab Syafi’i sedangkan mazhab yang lain tidak diperbolehkan. Disini jelas bahwa terjadi kefanatikan bermazhab itu ada sehingga akan menyebabkan terjadi perpecahan atau konflik dikalangan mazhab yang satu dengan mazhab yang lain. Padahal perbedaan mazhab atau aliran merupakan Rahmatanlil’alamin. Dengan persyaratan seperti ini berarti semua bentuk Perguruan Tinggi merupakan lembaga- lembaga kalangan tradisionalis yang secara sistematis dari kalangan rasionalis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar