RUNNING TEXT

Jumat, 10 Maret 2017

INOVASI PENDIDIKAN ISLAM PEMIKIRAN RASYID RIDHA 0leh : Dr.Irwandi Sihombing, S.Ag., S.PdI, MA A. Sejarah Perkembangan Pemikiran Rasyid Ridha Nama lengkapnya Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-Husaini. Namun, dunia Islam lebih mengenalnya dengan nama Muhammad Rasyid Ridha. Ia lahir didaerah Qalamun (sebuah desa yang tidak jauh dari Kota Tripoli, Lebanon) pada 27 Jumadil Awal 1282 H bertepatan dengan tanggal 23 September 1865 M.Dari namananya jelas bahwa beliau merupakan salah satu keturunan Ahlul-Bait. Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga terhormat dan taat beragama. Dalam sebuah sumber dikatakan bahwa Rasyid Ridha masih memiliki pertalian darah dengan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW. Semasa kecilnya, Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang tuanya ke madrasah tradisional di desanya, Qalamun, untuk belajar membaca Alquran, belajar Nahwu Sharaf, belajar menulis, dan berhitung, dasar-dasar geografi, aqidah, bahasa Arab dan Turki.Tetapi ia tidak betah di sekolah ini karena bahasa pengantarnya bahasa Turki. Berbeda dengan anak-anak seusianya, Rasyid kecil lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca buku daripada bermain, dan sejak kecil memang ia telah memiliki kecerdasan yang tinggi dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Setelah menyelesaikan belajar baca tulisnya, dalam usia sekitar 17 tahun, Rasyid Ridha melanjutkan studinya ke Madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah, yaitu sekolah milik pemerintah di Kota Tripoli. Sekolah ini merupakan sekolah yang tergolong modern yang didirikan dan diajarkan oleh Syaikh Husain Al-Jisr, seorang alim ulama yang gagasan dan pemikiran keagamaannya telah di pengaruhi oleh ide-ide modernisme. Di sini, Rasyid Ridha belajar pengetahuan agama dan bahasa Arab secara lebih mendalam. Selain itu, ia juga belajar ilmu bumi,ilmu berhitung, dan pengetahuan modern lain, seperti bahasa Prancis danTurki. Kemudian dia melanjutkan studinya ke salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli. Meskipun sudah pindah sekolah, tetapi hubungan Ridha dengan guru utamanya saat di Madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah terus berlanjut. B. Manajemen sarana dan prasarana madrasah Syaikh Rasyid Ridha menyebutkan bahwa yang membuatnya gandrung mempelajari tasawuf adalah pesona kitabnya Ulumud Ad-Diin karya Imam al-Ghazali. Dia juga menyebutkan, ada temannya yang bernama Muhammad al-Husaini berhasil menjadi seorang sufi terselubung dalam tarekat Naqsyabandiyyah. Ia beranggapan dirinya telah mencapai tingkat mursyid sempurna. Oleh karena itu, rasyid mengikuti tarekat Naqsyabandiyyah ini melalui bimbingan Muhammad Husaini. Mengenai hal ini, beliau bertutur, di sela-sela itu, aku melihat banyak sekali perkara-perkara rohani yang terjadi di luar kebiasaan, dan banyak kejadian itu, aku berupaya menafsirkannya namun sebagiannya tak berhasil aku ungkap, akan tetapi buah cita rasa yang tidak lazim ini tidak sama sekali menunjukkan bahwa seluruh tata cara ini tidak disyariatkan sebagiannya bernuansa bid•ah atau dibolehkan, sepertinya aku akan menelitinya kemudian. Rasyid Ridha menyebut kegiatannya menjalani wirid harian dalam tarekat Naqsyabandiyyah adalah dengan cara mengucapkan nama Al1ah didalam hati, tanpa ucapan lisan sebanyak 5000 kali seraya membelalakkan kedua mata, menahan nafas sekuat daya dan mengikat hati dengan hati sang guru. Di kemudian hari jelas baginya semua itu bid’ah, ia menyebutkan hal tersebut dapat mencapai kesyirikan terselubung ketika seseorang mengikat hatinya dengan hati sang guru. Sebab dalam tuntutan tauhid, seorang hamba di dalam setiap ibadahnya harus menuju Allah semata, dengan lurus total dan tidak condong serta berserah diri kepada-Nya dalam agama.Rasyid Ridha mulai mengembangkan gagasan modernisme Islam dikarenakan oleh pengaruh pemikiran kedua gurunya Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Beliau berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern. Cita-cita yang ingin diwujudkan Rasyid Ridho saat itu, bukan saja membebaskan bangsa Arab dari kolonialisme Eropa, lebih dari itu untuk kembali mewujudkan keagungan peradaban Islam dengan menjadikan tatanan masyarakat Madinah di masa Nabi Muhammad dan para khalifah yang empat pada abad pertama hijriah sebagai model dan sumber otoritas. Tapi dalam perkembangannya, tidak sedikit pun cita-cita itu terwujud. Padahal dua pioner pemikir modern Islam, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho telah membuka jalan bagi terjadinya Islamic Renaissance dengan mengupayakan penyatuan modernitas Barat dengan tradisi Islam klasik pada fase kedua kebangkitan Islam Arab yang terjadi antara tahun 1870 hingga 1900 M. Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho saat itu berupaya menafsirkan ulang Islam agar senantiasa sesuai dengan kehidupan modern. Peran dan kiprah Muhammad Abduh dalam mengangkat citra Islam dan kualitas umatnya dari keterpurukan memang tak kecil. Dialah seorang mujaddid dan mujtahid sekaligus, yang pada masanya bukan saja mengalami tantangan internal maupun eksternal. Berkat upayanya,meski belum begitu maksimal, modernisme pemikirannya mulai kelihatan. C. Inovasi Pendidikan Islam Rasyid Ridha Setelah melanjutkan studinya ke salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli. Rasyid Ridha tetap menjalin hubungan dengan guru utamanya saat di Madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah. Gurunya tersebut telah banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah dan ide pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di antara pikiran gurunya yang sangat berpengaruh adalah pernyataan bahwa satu-satunya jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum dengan metode modern. Hal tersebut didasari kenyataan sekolah-sekolah yang didirikan bangsa Eropa saat ini banyak diminati oleh para pelajar dari seluruh penjuru dunia, padahal tidak disajikan pelajaran agama didalamnya. Selain menekuni pelajaran disekolah tempat ia menimba ilmu, Rasyid Ridha juga rajin mengikuti beberapa perkembangan dunia Islam melalui surat kabar Al-'Urwah Al-Wusqo (sebuah surat kabar berbahasaArab yang dikelola oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh,dan diterbitkan selama masa pengasingan mereka di Paris). Melalui surat kabar ini, Rasyid Ridha mengenal gagasan dua tokoh pembaru yang sangat dikaguminya, yaitu Jamaluddin Al-Afghani, seorang pemimpin pembaharu dari Afghanistan, dan Muhammad Abduh, seorang pembaru dari Mesir. Ide-ide brilian yang dipublikasikan itu begitu berkesan dalam dirinya dan menimbulkan keinginan kuat untuk bergabung dan berguru pada kedua tokoh itu. Beliau benar-benar terpengaruh oleh keduagurunya tersebut, sehingga akal dan pikirannya berubah bahwa segalaperbuatan bid•ah harus dihindari, saat berguru pada Muhammad Abduhdan Al-afghani beliau mengkorelasikan keterkaitan antara ilmu agamadan modern serta mengupayakan tegaknya persatuan umat dalam upaya menggapai kemenangan. Keinginan untuk bertemu dengan Al-Afghani ternyata belum tercapai, karena tokoh ini lebih dahulu meninggal dunia. Namun, ketika Muhammad Abduh dibuang ke Beirut pada akhir 1882, Rasyid Ridha berkesempatan berdialog serta saling bertukar ide dengan Abduh.Pertemuan dan dialog dengan Muhammad Abduh semakin menumbuhkan semangat juang dalam dirinya untuk melepaskan umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kebodohannya. Di Lebanon, Rasyid Ridha mencoba menerapkan ide-ide pembaruan yang diperolehnya. Namun upayanya ini mendapat tentangan dan tekanan politik dari Kerajaan Turki Usmani yang tidak menerima ide-ide pembaharuan yang dilontarkannya. \Akibat semakin besarnya tentangan itu, akhirnya pada 1898, Rasyid Ridha pindah ke Mesir mengikuti gurunya, Muhammad Abduh, yang telah lama tinggal disana. Di kota ini, Rasyid Ridha langsung menemui Muhammad Abduhdan menyatakan keinginannya untuk menjadi murid dan pengikut setia Abduh. Sejak saat itu, Rasyid Ridha merupakan sosok murid yang paling dekat dan setia kepada Abduh.Selain kedua gurunya tersebut, Rasyid Ridho banyak terpengaruhinya oleh beberapa buku karya Syaikhul Islam, IbnuTaimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Hal itu, mendongkrak produtivitasnya, setelah sebelumnya tenggelam dalam kubangan kemalasan. Perbedaan pendapat di antara murid dan sang guru itu terus berlanjut, bahkan semakin tajam saat Rasyid berhijrah ke Mesir. Rasyid sangat mengingkari perbuatan para ahli tarekat Sufi itu. Sebab ia sudah melihat sendiri betapa kemungkaran dan bid•ah yang terjadi dalam berbagai kegiatan spritual tarekat-tarekat sufi. Setelah banyak membaca dan mendapatkan ilmu dari bacaannya terhadap buku-buku karya Syaikhul Islam, lbnu Taimiyyah dan muridnya, Ibn al-Qayyim, ditambah buku karya Ibn Hajar az-Zawaajir An Iqtiraaf a1-Kabaa•ir, Rasyid terus menentang tindakan para penyembah kuburan (Quburiyyun) dari kalangan aliran tasawuf dan lainnya. Di samping banyak memperdalam pengetahuan dan ide pembaharuan, Rasyid Ridha pun mengusulkan kepada sang guru agar menerbitkan sebuah majalah yang akan menyiarkan ide-ide dan pemikiran mereka. Kemudian, sang guru dan muridnya ini menerbitkan sebuah majalah yang begitu terkenal, yaitu majalah Al-Manar Penerbitan majalah ini bertujuan melanjutkan misi majalah yang sebelumnya, Al-Urwah Al-Wusqa. Antara lain, menyebarkan ide-ide pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi; memajukan umat Islam dan menjernihkan ajaran Islam dari segala paham yang menyimpang; serta membangkitkan semangat persatuan umat Islam dalam menghadapi berbagai intervensi dari luar. Dalam perjalanannya majalah ini banyak mendapat sambutan karena ide-ide pembaharuan yang dilontarkandalam setiap tulisannya. Setelah menerbitkan majalah Al-Manar , Rasyid Ridha juga masih sangat aktif menulis dan mengarang berbagai buku dankitab.Rasyid Ridha pernah sempat mengajukan saran kepada gurunya agar menafsirkan kitab suci Al-Qur•an dengan penafsiran yang relevan dengan perkembangan zaman. Melalui kuliah tafsir yang rutin dilakukan di Universitas Al-Azhar, Rasyid Ridha selalu mencatat ide-ide pembaharuan yang muncul dalam kuliah yang diberikan Muhammad Abduh. Selanjutnya, catatan-catatan itu disusun secara sistematis dan diserahkan kepada sang guru untuk diperiksa kembali. Selesai diperiksadan mendapat pengesahan, barulah tulisan itu diterbitkan dalam majalah Al-Manar. Kumpulan tulisan mengenai tafsir yang termuat dalam majalah Al-Manar inilah yang kemudian dibukukan menjadi Tafsir Al-Manar. Pengajaran tafsir yang dilakukan Muhammad Abduh ini hanya sampai pada surah An-Nisa ayat 125, dan merupakan jilid ketiga dari seluruhTafsir Al-Manar. Hal ini dikarenakan Muhammad Abduh telah dipanggil kehadirat Allah SWT pada 1905, sebelum menyelesaikan penafsiran seluruh isi Al Quran. Maka, untuk melengkapi tafsir tersebut, Rasyid Ridha melanjutkan kajian tafsir sang guru hingga selesai. Ide-ide pembaharuan penting yang dikumandangkan Rasyid Ridha, antara lain, Di bidang agama, Rasyid Ridha mengatakan bahwa umat Islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang murni seperti yang dipraktekkan pada masa Rasulullah SAWdan para sahabat. Melainkan ajaran-ajaran yang menyimpang dan lebih banyak bercampur dengan bid'ah dan khurafat. Ia menegaskan jika umat Islam ingin maju, mereka harus kembali berpegang kepada Alquran dan Sunah. Ia membedakan antara masalah peribadatan (yang berhubungandengan Allah SWT) dan masalah muamalah (yang berhubungan denganmanusia). Menurutnya, masalah yang pertama, Alquran dan hadis harus dilaksanakan serta tidak berubah meskipun situasi masyarakat terus berubah dan berkembang. Sedangkan untuk hal kedua, dasar dan prinsipnya telah diberikan, seperti keadilan, persamaan, dan hal lain,namun pelaksanaan dasar-dasar itu diserahkan kepada manusia untuk menentukan dengan potensi akal pikiran dan melihat situasi dan kondisi yang dihadapi, sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.Inovasi bidang Pendidikan Rasyid Ridha ialah dalam hal pemikiran modernism pendidikan, arah pembaharuan pemikiran Rasyid Ridha tidak jauh berbeda dengan sang guru, Muhammad Abduh. Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam akan maju jika menguasai bidang ini.Oleh karenanya, dia banyak mengimbau dan mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Dalam bidang ini, Ridha pun berupaya memajukan ide pengembangan kurikulum dengan muatan ilmu agama dan umum. Dan sebagai bentuk kepeduliannya, ia mendirikan sekolah di Kairo pada 1912 yang diberi nama Madrasah Ad-Da'wah wa Al-Irsyad Dalam bidang kehadirat Allah SWT pada 1905, sebelum menyelesaikan penafsiran seluruh isi Al Quran. Maka, untuk melengkapi tafsir tersebut, Rasyid Ridha melanjutkan kajian tafsir sang guru hingga selesai. Ide-ide pembaharuan penting yang dikumandangkan Rasyid Ridha, antara lain, Di bidang agama, Rasyid Ridha mengatakan bahwa umat Islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang murni seperti yang dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat. Melainkan ajaran-ajaran yang menyimpang dan lebih banyak bercampur dengan bid'ah dan khurafat. Ia menegaskan jika umat Islam ingin maju, mereka harus kembali berpegang kepada Alquran danSunah. Ia membedakan antara masalah peribadatan (yang berhubungandengan Allah SWT) dan masalah muamalah (yang berhubungan dengan manusia). Menurutnya, masalah yang pertama, Alquran dan hadis harus dilaksanakan serta tidak berubah meskipun situasi masyarakat terus berubah dan berkembang. Sedangkan untuk hal kedua, dasar dan prinsipnya telah diberikan, seperti keadilan, persamaan, dan hal lain,namun pelaksanaan dasar-dasar itu diserahkan kepada manusia untuk menentukan dengan potensi akal pikiran dan melihat situasi dan kondisi yang dihadapi, sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.Inovasi bidang Pendidikan Rasyid Ridha ialah dalam hal pemikiran modernism pendidikan, arah pembaharuan pemikiran Rasyid Ridha tidak jauh berbeda dengan sang guru, Muhammad Abduh. Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam akan maju jika menguasai bidang ini.Oleh karenanya, dia banyak mengimbau dan mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Dalam bidang ini, Ridha pun berupaya memajukan ide pengembangan kurikulum dengan muatan ilmu agama dan umum. Dan sebagai bentuk kepeduliannya, ia mendirikan sekolah di Kairo pada 1912 yang diberi nama Madrasah Ad-Da'wah wa Al-Irsyad. Dalam bidang politik, Rasyid Ridha tertarik dengan ide Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Sebab, ia banyak melihat penyebab kemunduran Islam, antara lain, karena perpecahan yang terjadi di kalangan mereka sendiri. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali dibawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara. Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masaAl-Khulafa ar-Rasyidin. Pokok-pokok pemikiran inovasi pendidikan Rasyid Ridha adalah : a. Umat Islam harus dibimbing kembali ke jalan yang sebenarnya bersih dari segala macam bentuk bid’ah, khurafat dan Syirik. b. Untuk menwujudkan kesatuan dan persatuan umat Islam janganlah didasarkan pada kesatuan bahasa atau bangsa, tetapi kesatuan Iman dan Islam. c. Kaum wanita harus diikutsertakan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. d. Sebahagian paham dan ajaran kaum sufi dianggapnya memperlemah agama Islam karena mereka melalaikan tugas kewajibannya diatas dunia karena mereka menanamkan paham fasif, pasrah kepada dunia.Ajaran Islam adalah agama yang penuh dinamika dan optimisme yang mendorong ummatnya agar aktif mengolah bumi untuk mendapatkan kenikmatan Allah dan mensyukurinya. Perhatian Rasyid Ridha dalam bidang pendidikan ini diwujudkan dalam gerakan rasionalisasi kelembagaan pendidikan Islam sehingga dapat menjawab tantangan dan kebutuhan zaman yang mendesak.Hal ini membawa pada lahirnya pandangan progressif yang memandang bahwa sistem pendidikan Islam tidak dapat lagi bertumpu pada sistem pendidikan tradisional yang terfokus pada pelajaran agama dan metode hafalan.Bentuk nyata dari pandangan ini adalah pendirian dan pengembangan madrasah.Pengembangan madrasah itu dapat dilihat dari perkembangan madrasah di segala tingkatan baik yang berkaitan dengan perbandingan prosentase, variasi komposisi maupun model pemaduan antara mata pelajaran agama, umum dan ketrampilan yang pada gilirannya juga memunculkan keberagaman madrasah itu sendiri. D. Pengaruh Pemikiran Rasyid Ridha di Indonesia Di Indonesia, pemikiran Abduh dan Rasyid Ridha banyak mempengaruhi perjalanan dan patron ormas Islam, Muhammadiyah, dimana banyak persamaan antara keduanya. Di antara warisan intelektualnya adalah Risalah Al-Tauhid. Sedangkan Tafsir Al Manar merupakan kumpulan pidato-pidato, pikiran-pikiran, dan ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh muridnya, syeikh Mohammad Rasyid Ridha. Dari pemikiran yang diusung oleh Muhammad Abduh telah berimplikasi positif bagi tumbuhnya pembaharuan yang dipelopori oleh KH.M.Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau berketetapan tanggal 18 November 1912 M di Yokyakarta.Sejarawan muslim Indonesia, Deliar Noor menggolongkan pemikiran Muhammad Abduh telah siap menjadi penyaring dalam mengadaptasi metode-metode Barat di dalam kultur dan aktivitas Muhammadiyah. Bahkan Muhammadiyah tidak sungkan mengadopsi sistem dan teknik pendidikan modern dengan kurikulum perpaduan antara subyek agama dengan mata pelajaran umum. Mereka telah melangkah lebih jauh dengan mendirikan sekolah - sekolah belanda semacam MULO PLUS, HIS dan AM PLUS pada saat itu. Dalam konteks inilah Muhammadiyah termasuk gerakan reformis modern dalam tataran praktis yang terilhami dari ide Muhammad Abduh dan muridnya Rosyid Ridha. Karya-karya yang dihasilkan semasa hidup Rasyid Ridha pun cukup banyak. Antara lain, Tarikh Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh 'Abduh (Sejarah Hidup Imam Syaikh Muhammad Abduh), Nida' Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita),Al-Wahyu Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW), Yusr Al-Islam wa UsulAt-T asyri' Al-'Am (Kemudahan Agama Islam dan dasar-dasar umumpenetapan hukum Islam), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma (Kekhalifahan dan Imam-imam besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al- Muqallid (dialog antara kaum pembaharu dan konservatif), Zikra Al- Maulid An-Nabawiy(Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW), dan Haquq Al-Mar'ah As-Salihah (hak-hak wanita Muslim). Kesimpulan 1. Ridha mulai mengembangkan gagasan modernisme Islam dikarenakan oleh pengaruh pemikiran kedua gurunya Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. 2. Perhatian Rasyid Ridha dalam bidang pendidikan ini diwujudkan dalam gerakan rasionalisasi kelembagaan pendidikan Islam sehingga dapat menjawab tantangan dan kebutuhan zaman yang mendesak.Hal ini membawa pada lahirnya pandangan progressif yang memandang bahwa sistem pendidikan Islam tidak dapat lagi bertumpu pada sistem pendidikan tradisional yang terfokus pada pelajaran agama dan metode hafalan.Bentuk nyata dari pandangan ini adalah pendirian dan pengembangan madrasah.Pengembangan madrasah itu dapat dilihat dari perkembangan madrasah di segala tingkatan baik yang berkaitan dengan perbandingan prosentase, variasi komposisi maupun model pemaduan antara mata pelajaran agama, umum dan ketrampilan yang pada gilirannya juga memunculkan keberagaman madrasah itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Abdul Sani, Perkembangan Modern dalam Islam, Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1998 Ahmad Sobandi, Islam dan Tantangan Zaman. Bandung : Pustaka Hidayah, 1996 Artikulasi Islam Kultural. Jakarta, PT RajaGrafindoPersada, 2004. Deliar Noor, Gerakan Modernis Islam di Indonesia. (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 1996 Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer , Jakarta:Paramadina, 2005: 229 Hourani, Albert, alih bahasa,Pemikiran Liberal di Dunia Arab, (Bandung:Penerbit Mizan 2004:xxii). Jalaluddin Rahmad, Jejak Pemimpin Pembaharuan Sampai Guru Bangsa,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001 Lazuardi, dkk, Al Islam Kemuhammadiyahan dan Ibadah Praktis, Padangsidimpuan : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, 2010 Maksum, Madrasah (Sejarah dan Perkembangannya), Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999 Maktabah Al-Anhal Al-Mishriyyah, Kairo-Mesir,1978) Maryam Jamilah, Islam dan Modernisme, Surabaya : Usaha Nasional Mundzier Asuparta, Artikulasi Islam Kultural. Jakarta : PT RajaGrafindoPersada, 2004 Mun•im Madjid,T arikh Al-Hadharoh Al-Islamiyyah fi Al-Ushur Al-Wustho, cet. 4. Kairo : Maktabah Al-Anhal Al-Mishriyyah, 1978 Murodi, Sejarah Kebuidayaan Islam, Semarang : PT.Karya Toha Putra, 1994 N.Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam, Solo : PT.Tiga Serangkai Solo Pustaka Mandiri, 2008 Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bintang Bulan,1994 Sukidi Mulyadi, artikel Defisit Demokrasi di Dunia Islam, dalam Islam Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer , Jakarta : Paramadina, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar