RUNNING TEXT

Jumat, 10 Maret 2017

STUDI HUKUM ISLAM Oleh : Dr. Irwandi Sihombing, S.Ag, S.PdI, MA A) PENDAHULUAN Kata Hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa atau Pemerintah. Berbicara mengenai hukum secara sederhana segera terlintas dibenak kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan maupun norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat atau peraturan yang sengaja dibuat oleh penguasa dengan bentuk dan cara tertentu. Bentuknya mungkin berupa hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum Barat yang dipakai di Indonesia. Konsepsi hukum perundang-undangan Barat yang diatur oleh hukum hanya semata-mata hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Ketika mengkaji tentang Islam, aspek yang ada didalamnya tidak lepas membicarakan tentang hukum (peraturan) yang ada di dalam Islam itu sendiri, aspek hukum di dalam Islam biasa disebut dengan hukum Islam yang punya konsep dasar dan hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya baik itu hubungan manusia dengan Allah (hablun minallah) secara vertikal, manusia dengan manusia (Hablun minannas), manusia dengan alam sekitar (hablum minal alam) secara horizontal. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian dari agama Islam, sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih dulu kadang kala membingungkan kalau tidak tahu persis maknanya.Dalam kajian makalah studi hukum Islam ini penulis akan mengawali pembahasan dari istilah-istilah kunci dalan hukum Islam (Syari’ah, Fiqh, Ushul al-Fiqh, Mazhab, Fatwa, Qaul), Islam sebagai norma hukum dan etika, mazhab utama dan pendekatan hukum yang mereka pakai terhadap kajian hukum Islam sampai kepada disiplin-disiplin utama studi hukum dan cabang cabangnya serta yang terakhir mengenai tokoh dan karya terpenting dalam perkembangan mutakhir kajian-kajian hukum Islam. B) PENGERTIAN ISTILAH KUNCI 1. Syari’ah Menurut lughot kata syari’ah berasal dari kata syara’a – yasy’rau – syariatan yang berarti jalan keluar tempat air untuk minum . Pengertian lainya yang dikemukakan dalam kitab Buhutsu fi Fiqhi ala Mazhabi li Imam Syafi’i, secara bahasa Syari’ah adalah jalan lurus. Syariah dalam arti istilah adalah hukum-hukum dan aturan-aturan yang disampaikan Allah kepada hamba-hambanya dengan demikian syariah dalam pengertian ini adalah wahyu Allah, baik dalam pengertian wahyu al-Matluww (Al-Qur’an), maupun al-Wahyu gair matluw (Sunnah). Syariah dalam literatur hukum Islam ada tiga pengertian : 1. Syari’ah dalam arti sebagai hukum yang dapat berubah sepanjang masa. 2. Syari’ah dalam arti sebagai hukum Islam baik yang tidak dapat berubah sepanjang masa maupun yang dapat berubah. 3. Syari’ah dalam pengertian hukum yang digali (berdasarkan atas apa yang disebut Istinbat ) dari Al–Qur’an dan Sunnah. 2. Fiqh Fiqh secara lughat (bahasa) berarti fahm yang bermakna mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik. Menurut pengertian Syar’i (istilahnya), Abu Hanifah memberikan pengertian fikih adalah Ma’rifatu nafsi ma laha wa ma alaiha mengetahui sesuatu padanya dan apa apa yang bersamanya yaitu mengetahui sesuatu dengan dalil yang ada. Pengertian yang Abu Hanifah kemukakan ini umum yang mencakup keseluruh aspek seperti Aqidah dengan wajibnya beriman atau Akhlak dan juga Tasawuf. Pengertian fiqh secara istilah yang paling terkenal adalah pengertian fiqh menurut Imam Syafi’i yaitu pengetahuan tentang syari’ah ; pengetahuan tentang hukum-hukum perbuatan mukallaf berdasarkan dalil yang terperinci. Berdasarkan dengan perkembangan hukum Islam ke berbagai belahan Dunia, termasuk fiqh berkembang hingga digunakan untuk nama-nama bagi sekelompok hukum-hukum yang bersipat praktis. Dalam peraturan perundang-undangan Islam dan sistem hukum Islam kata fiqh ini diartikan dengan hukum yang dibentuk berdasarkan syariah, yaitu hukum-hukum yang penggaliannya memerlukan renungan yang mendalam, pemahaman atau pengetahuan dan juga Ijtihad . Dalam kajian studi Hukum Islam ini arti fiqh yang dimaksudkan adalah arti fiqh dalam pengertian yang diberikan oleh Imam Syafi’i yang lebih mengkhususkan artian fiqh kepada aturan-aturan mengenai perbuatan mukallaf. 3. Usul al-Fiqh Usul Fiqh terdiri dari dua kata usul jamak dari asl yang berarti dasar atau sesuatu yang dengannya dapat dibina atau dibentuk sesuatu, dan kata fiqh yang berarti pemahaman yang mendalam. Menurut Istilah, Pengertian usul fiqh adalah ilmu tentang kaedah kaedah dan pembahasan yang mengantarkan kepada lahirnya hukum-hukum syariah yang bersifat amaliah yang diambil dari dalil-alil yang terperinci . Dengan demikian usul al-fiqh adalah ilmu tyang digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang maksud syariah. Dengan kata lain usul al-fiqh adalah sistem (metodologi) dari ilmu fiqh. 4. Mazhab Pengertian mazhab secara bahasa berarti “tempat untuk pergi” yaitu jalan, sedangkan pengertian mazhab secara istilah adalah: pendapat seorang tokoh fiqh tentang hukum dalam masalah ijtihadiyah Secara lebih lengkap mazhab adalah: faham atau aliran hukum dalam Islam yang terbentuk berdasarkan ijtihad seorang mujtahid dalam usahanya memahami dan menggali hukum-hukum dari sumber Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah . 5. Fatwa Fatwa artinya petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum. Dalam istilah fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau faqih sebagai jawaban yang diajukan peminta fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat. Pihak yang meminta fatwa bisa pribadi atau lembaga maupun kelompok masyarakat. Fatwa yang dikemukakan mujtahid tersebut tidak bersifat mengikat atau mesti diikuti oleh si peminta fatwa dan oleh karenanya fatwa ini tidak mempunyai daya ikat. Pihak yang memberi fatwa dalam istilah fiqh disebut dengan Mufti, sedangkan pihak yang meminta fatwa disebut mustafti . 6. Qaul Kata Qaul secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata kerja Qala-Yaqulu. Kata Qaul dapat bermakna kata yang tersusun lisan, baik sempurna maupun tidak. Secara ringkas Qaul dapat diartikan sebagai ujaran, ucapan, perkataan. Dalam istilah fiqh kata Qaul dinisbatkan kepada imam atau pemimpin suatu mazhab atau ulama fiqh yaitu berupa perkataan maupun ucapan dari imam fiqh tersebut. Istilah ini juga dikenal dalam fiqh Imam Syafi’i, yaitu Qaul Qadim dengan Jadid. Qaul Qadim adalah pendapat beliau ketika berada di Irak, sedangakan Qaul Jadid adalah pendapat beliau ketika berada di Mesir. C. Islam Sebagai Norma, Hukum dan Etika Islam sebagai agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasulnya merupakan Agama yang mencakup seluruh aspek hidup atau kehidupan manusia diantaranya sebagai sumber norma, hukum dan etika hidup manusia, norma dalam artian kata adalah kaidah yakni tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda . Pengertian norma erat dengan pengertian hukum. Maka pembicaraan seputar Islam sebagai norma, hukum, dan etika tidak lepas kaitannya dengan sumber norma, hukum, etika dalam Islam itu sendiri. Adapun sumber norma dan hukum dalam Islam yang pokok ada dua yaitu, Al-Qur’an dan As-Sunnah, disamping kedua pokok terdapat pula sumber tambahan yaitu, Al- Ijtihad. Al-Qur’an Al–Qur’an dari segi penamaan ialah nama kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sedangkan dari segi isi Al-Qur’an ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw berbahasa Arab, setiap huruf memiliki nilai ibadah membacanya, memiliki mukjizat yang di mulai dari Al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-nas. Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber hukum Islam yang pertama dan sumber azasi yang pertama norma dan hukum dalam Islam, ialah kitab kodifikasi firman Allah SWT kepada umat manusia. Pada garis besarnya Al-Qur’an memuat Akidah, Syariah ( Ibadah dan Muamalah ), Akhlak, kisah-kisah lampau berita-berita yang akan datang serta berita-berita dan pengetahuan lainnya. As-Sunnah As-Sunnah (Sunnatun Rasul) sumber azasi yang kedua norma dan nilai dalam Islam, ialah segala ucapan, perbuatan dan sikap Muhammad SAW sebagai rasul Allah, yang berfungsi sebagai penafsir dan pelengkap bagi Al-Qur’an . Al-Ijtihad Al-Ijtihad, sumber tambahan norma hukum nilai dan etika dalam Islam, ialah usaha sungguh-sungguh seseorang atau beberapa orang tertentu, yang memiliki syarat – syarat tertentu untuk memastikan kepastian hukum secara tegas dan positif yang tidak terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah . Secara garis besar berbicara tentang Islam sebagai norma hukum dan etika maka tidak lepas pula pembicaraan tersebut mengacu pada tiga hal pokok diatas yang mana ketiganya merupakan rujukan, tolak ukur dan panduan ummat Islam dalam kehidupan mereka dari hal yang terkecil sampai yang besar dalam mengarungi kehidupan ini. Ketiga bidang di atas baik itu norma, hukum dan etika yang dalam Al-Qur’an, etika disebut dengan akhlak. adapun konsep akhlak dalam Islam lebih luas cakupannya dari pada konsep etika yang biasa kita kenal selama ini, semua tidak terlepas dari isi Al-Qur’an, As-Sunnah dan serta Ijtihad seperti yang telah diuraikan di atas.14 Lebih lanjut bisa dijelaskan bahwa apabila dilihat dari ilmu hukum, Syari’at merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam baik hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Norma norma hukum dasar ini dijelaskan dan dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Agama Islam meliputi juga akhlak, atau etika yang berarti perangai, sikap, tingkah laku watak,budi pekerti,yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan manusia terhadap Tuhan dan sesama makhluk ciptaan tuhan. Dalam pengertian modern hukum adalah aturan yang hanya dapat diberlakukan oleh otoritas politik, sementara para ulama Islam memahamkan hal ini sebagai : setiap tindak dan perilaku setiap manusia bahkan kegiatan nurani manusia sekalipun syaria’ah juga berkepentingan dengan niat, seperti ada pada pelaksanaan sholat, puasa, berzakat, sebagaimana pula pada pelaksanaan hukum keluarga dan pidana. Di dalam Islam iman bukanlah doktrin teologi yang dogmatis, bukan keyakinan intelektual, atau bukan proposisi filosofis. Ia justru harus diwujudkan dalam suatu tindakan kegiatan sehari hari, yang meluap dari sikap bathin menjadi sikap lahiriyah, dari skala pribadi memancar berskala masyarakat, dan dari moral ke hukum adalah syari’ah yang mewujudkan cita iman dan moral menjadi sasaran yang gamblang terumuskan, layak, serta nyata, yang ada dalam jangkauan setiap orang. Inilah salah satu alasan yang merupakan salah satu karunia dan rahmat Allah SWT yang terbesar dan juga salah satu sarana untuk mencapai kemajuan kemanusiaan.15 Hanya manusialah yang bisa dan wajib untuk mewujudkan cita iman dan moral ke dalam tindakan dan amalan. Sebagian orang telah berusaha memisahkan kedua hal tersebut, sedang sebagian lainnya telah terjerumus ke dalam perbincangan filsafat yang tiada akhir. Bahkan mutakhirnya tidak mampu lagi merumuskan apakah yang etis, bermoral, beretika, ataupun yang baik. Inilah sekilas penjelasan bahwa Islam merupakan sumber norma hukum dan etika yang ketiganya harus tumbuh dan berkembang dalam bentuk tindakan manusia. D. Mazhab Hukum Utama dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum Al-Mazahib (aliran-aliran)dan arti secara sastranya adalah “jalan untuk pergi”. Dalam karya-karya tentang agama Islam, istilah mazahib erat kaitannya dengan hukum Islam.Adapun mazhab hukum yang terkenal sampai saat ini ada 4 mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali. Ini adalah hanya beberapa mazhab yang ada dalam Islam dan mereka bukanlah hukum sunni yang refresentatif karena sejak dari abad pertama sampai kepada permulaan abad keempat tidak kurang dari 19 mazhab hukum atau lebih dalam Islam yang dalam arti kata muslim terdahulu tidak henti hentinya untuk menyesuaikan hukum dengan peradaban yang berkembang16. Timbulnya mazhab-mazhab ini disebabkan oleh beberapa faktor yang oleh Ali As-Sais dan Muhammad Syaltut mengemukakanya : – Perbedaan dalam memahami tentang lafaz Nash _ Perbedaan dalam memahami Hadist _ Perbedaan dalam memahami kaidah lughawiyah Nash _ Perbedaan tentang Qiyas _ Perbedaan tentang penggunaan dali-dalil hukum _ Perbedaan tentang mentarjih dalil-dalil yang berlawanan _ Pebedaan dalam pemahaman Illat hukum Perbedaan dalam masalah Nasakh17 Berbagai kemungkinan yang menjadi penyebab timbulnya selain yang dikemukakan di atas, lahirnya mazhab juga terjadi karena perbedaan lingkungan tempat tinggal mereka, para fuqaha’ terus mengembangkan istinbath hukum yang mereka gunakan secara individu dari berbagai persoalan hukum yang mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan terus melembaga dan terus di ikuti oleh para pengikutnya yaitu para murid-murid mereka. Adapun Mazhab hukum yang terkenal dan pendekatannya terhadap kajian hukum, sebagaimana telah disinggung, bahwa lahirnya berbagai mazhab yang ada dilatar belakangi oleh faktor yang pada dasarnya perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan metodologi dalam melahirkan hukum. Perbedaan ini melahirkan mazhab yang berkembang luas di berbagai wilayah Islam sampai saat ini diantaranya adalah mazhab dari golongan Syi’ah dan dari golongan Sunni: a) Imam Ja’far nama lengkapnya Ja’far bin Muhammad al- Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau adalah ulama besar dalam banyak bidang ilmu Filsafat, Tasawuf, Fiqih, dan juga ilmu kedokteran. Fiqh Ja’fari adalah fiqih dalam mazhab Syi’ah pada zamannya karena sebelum dan pada masa Ja’far tidak ada perselisihan, namun adapun perselisihan itu muncul sesudah masanya Ja’far. Dasar istinbat yang beliau pakai dalam mengambil kepastian hukun adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, ‘Aqal (Ra’yu).18 Pengikutnya banyak di Iran dan negara sekitarnya, Turki, Syiria, dan Afrika Barat. Mazhab ini diikuti juga oleh ummat Islam negra lainnya meskipun jumlahnya tidak banyak. b) Mazhab Hanafi (80-150 H/700-767 M) Mazhab ini dihubungkan dengan Imam Abu Hanifah, ia di kenal sebagai pendiri mazhab hanafi. Nama lengkapnya adalah Nukman bin Tsabit bin Zuthyi keturunan parsi yang cerdas dan punya kepribadian yang kuat serta berbuat, didukung oleh faktor lingkungan sehingga dalam mengantar beliau menuju jenjang karier yang sukses dalam bidang ilmiyah. Dasar istinbat yang beliau pakai dalam mengambil kepastian hukum fiqih adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qawlu Shahaby, Qiyas, Istihsan, ‘Uruf. Pola fiqih Abu Hanifah adalah: - Kelapangan dan kelonggaran dalam pengalaman ibadah - Dalam memberi keputusan dan fatwa, lebih memperhatikan kepentingan golongan miskin dan orang lemah - Menghormati hak kebebasan seseorang sebagai manusia - Fiqh Abu Hanifah diwarnai dengan masalah fardhiyah (Perkara yang diada-adakan). Banyak kejadian atau perkara yang belum terjadi, tetapi telah difikirkan dan telah ditetapkan hukumnya. c). Dasar istinbat fiqh Imam Malik (93-179 H/713-795 M) adalah Al-Quran, Sunnah, Qiyas, Masalihul Mursalah, ‘Uruf, Qaulu Shahabi. Adapum pola fiqh Imam Malik meliputi: - Ushul fiqh Imam Malik lebih luwes, lafadz ‘Am atau Muthlaq dalam nash Al-Qur’an dan Sunnah - Fiqhnya lebih banyak didasarkan pada Maslahah - Fatwa Sahabat dan keputusan-keputusan pada masa sahabat, mewarnai penjabaran pengembangan hukum Imam Malik. Diantara beberapa murid-murid Imam Malik yang mengembangkan ajarannya adalah: Abdullah bin Wahab, Abdul Rahman bin Kosim, Asyhab bin Abdul Aziz, Abdur-rahman bin Hakam, Ashbaga bin Al-faraz al Umawi.20 d). Mazhab Syafi’i (150-204 H/767-820M) Mazhab ini dibentuk oleh Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin al-Saib bin Abdu-Yazid bin Hasim. Dan kemudian, dia dipopulerkan dengan nama imam Syafi’i. Ia merupakan seorang muntaqil ras Arab asli dari keturunan Quraiys dan berjumpa nasab dengan Rasullulah pada Abdu Al-Manaf. Adapun sumber istinbat beliau mengenai hukum fiqih adalah: Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Perkataan Sahabat, Qias, Istishab21.Banyak karya-karya imam Syafi’i dalam memberikan keterangan kajian fiqh menurut imam Syafi’i diantaranya : kitab ar-Risalah al-am, serta banyaknya pengikut mazhab ini sampai sekarang. Pola pikir imam Syafi’i: 1. Ciri khas yang dapat dipetik dari fiqih Syafi;i ialah polanya mengawinkan antara cara yang ditempuh Imam Malik dengan Imam Hanafi. 2. Pembatasan hukum dibatasi pada urusan atau kejadian yang benar-benar terjadi. 3. Terdapat banyak perbedaan antara pendapat Syafi’i sendiri, antara Qaul Qodim ( pendapatnya sewaku di Irak ) dengan Qaul Jadid ( pendapatnya sewaktu di Mesir) Sahabat-sahabatnya yang menyebarkan mazhab ini antaranya Ahmad Ibnu Hambal, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah Az-Zakfani, Abu Ali al Husein bin Ali Qarabisy, Yusuf bin Yahyah Al Buaithy, Abu Ibrahim Ismail Yahya al Muzani dan Ar-Rabik bin Sulaiman al Murady. e). Mazhab Hanbali (164-241 H/781-855 M) Imam Ahmad adalah tokoh dari mazhab ini beliau bernama Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal. Beliau berpegang teguh pada ayat Al-Quran dipahami secara lahir dan secara mafhum adapun dasar istinbat mengenai hukum fiqih adalah Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa sahabat, Qiyas. Adapun pola fikir imam Hanbali adalah: 1. al-Nushush dari al-Qur’an dan Sunnah. Apabila telah ada ketentuan dalan alqur,an maka Ia mengambil makna yang tersurat dan makna yang tersirat diabaikan. 2. Apabila tidak ada ketentuan dalam al-Qur’an dan Sunnah maka ia mengambil atau menukil fatwa sahabat yang disepakati sahabat sebelumya. 3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda maka ia mengambil fatwa sahabat yang paling dekat dengan dalil yang ada dalam al-Qur’an dan Sunnah. 4. beliau menggunakan hadist mursal dan hadist dha’if apabila tidak ada ketentuan sahabat, atsar, ataupun ijmak yang menyalahinya. 5. apabila hadist mursal dan dhaif tidak ada maka ia menggunakan metode Qiyas dalam keadaan terpaksa.22 6. langkah terakhir adalah menggunakan Sadd al-Dzar’i Beliau tidak memiliki karya yang dia buat sendiri hanya saja para muridnya mengembangkan ajarannya dan membuat karya –karya tentang istinbat hukum yang beliau lakukan, salah satu contoh dari kitab mazhab ini adalah sahabat al-Jamik al-Kabir karya Ahmad bin Muhammad bin Harun. Adapun tokoh yang menyebarkan ajarannya adalah Ahmad bin Muhammad bin Harun, Ahmad bin Muhammad ibn Hajjaj al Maruzi, Ishak bin Ibrahim, Shalih ibn Hanbal, ‘Abdul Malik ibn ‘Abdul Hamid ibn Mahran al-Maumuni23. E) Disiplin Utama Studi Hukum dan Cabang-cabangnya Disisplin Hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala gejala hukum yang ada dan hidup di tengah pergaulan. Menghadapi kenyataan yang terjadi dalam pergaulan hidup yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan dalam menghadapi kenyataan tertentu. Berbicara disiplin hukum, maka ruang lingkup utamanya ada tiga yaitu: 1. Ilmu Hukum adalah Ilmu tentang hukum yang paling umum, sebagai aturan yang paling luas dan konsep yang paling penting. Ilmu hukum ini bisa di defenisikan sebagai ilmu kaidah yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum.Cabang ilmu hukum diantaranya Sosiologi Hukum, Antropologi Hukum, Psikologi Hukum. 2. Filsafat Hukum adalah Ilmu pengetahuan tentang hakikat hukum, yang isinya dasar dasar kekuatan yang mengikat dari hukum atau perenungan dan perumusan nilai-nilai, termasuk penyesuain nilai-nilai 3. Politik Hukum adalah disiplin hukum yang mengkhususkan diri pada usaha memerankan hukum dalam mencapai tujuan yang di cita-citakan oleh masyarakat tertentu atau kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai tersebut bagi hukum dalam mencapai tujuannya.24 Adapun disiplin utama studi hukum dalam hukum Islam tidak lepas dari beberapa kajian yaitu: Disiplin utama Syari’ah, Tarekh Tasyri’, Ushul fiqh, fiqh selanjutnya akan berkembang menjadi cabang cabang kajian studi hukum lain seperti: Ilmu Fiqh( Fiqh Siyasah, Muamalat, Jinayah, Munakahat dan sebagainya) selanjutnya ada juga kajian Qawaid Fiqhiyah dan Ushuliyah, fatwa, Qanun, Qadha’ dan lain nya. F) Tokoh dan Karya Terpenting Perkembangan Mutakhir Kajian Hukum Islam Perkembangan terakhir dalam kajian hukum Islam ini terjadi setelah adanya persentuhan budaya dengan barat. Bisa dikatakan kalau awal perkembangan mutakhir dalam hukum Islam ini dimulai di Turki dan Mesir yang menyadari bahwa Islam semakin tertinggal dari Barat maka mulai saat itulah muncul toko-tokoh dalam Islam yang mencoba mereformasi hukum Islam dengan mengangkat tema bahwa pintu ijtihad telah terbuka demi perkembangan Islam dari zaman ke zaman. Dalam berbagai bidang muncul tokoh-tokoh yang mencoba memberikan sumbangan fikirannya dalam perkembangan Islam dan hukum Islam sebagai contoh: Abdul Qadir Audah dengan bukunya Tasyri’ul jina’i Al-Islamy bi al-Qonun al-Wadhie yang mencoba membandingkan antara hukum Prancis dengan hukum Islam. Muhammad Baqir Al-Sadr seorang ulama Syiah dari Irak, Sayyid Abu a’la Al-Maududi seorang idiolog fundamentalis dalam Islam khususnya Pakistan, Ali Abd Al-Razik yang menulis buku Al-Islam wa Ushul Al-hukm, buku ini menimbulkan kontroversi di Mesir dan juga negeri-negeri lain karena buku ini mengemukakan mengenai pembenaran di hapuskannya kesulthanan Utsmaniyah di Turki dan berpendapat Islam tidak menentukan bentuk pemerintahan.25 Di Indonesia sendiri pengkajian hukum Islam terus berkembang dengan didirikannya IAIN dan UIN serta banyaknya universitas-universitas Islam swasta dan sekolah-sekolah Tinggi Islam lainnya yang mengkaji hukum Islam di berbagai daerah di Indonesia khususnya di fakultas syariah yang benar-benar kajian utama dari fakultas ini adalah hukum Islam. Lain dari itu adanya MUI yang selalu memberikan fatwa yang sesuai dengan keadaan Islam di Indonesia dalam memberikan istinbat hukum sesuai dengan masalah yang ada serta majelis-majelis lainnya disetiap organisasi Islam di Indonesia, seperti majelis tarjihnya Muhammadiyah dan Lembaga Bahshul Masail Nahdlatul ‘Ulama. Hal ni merupakan suatu karya yang penting bagi ummat Islam Indonesia serta perkembangan yang baik dalam pembaharuan hukum Islam. Selanjutnya perkembangan yang paling besar yang ada di Indonesia ini adalah lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan fiqhnya Indonesia serta telah banyaknya dimulai pembentukan Undang-undang di Indonesia beradaskan hukum Islam. Belakangan ini beredar wacana bahwa KHI yang ada ini sudah tidak cocok lagi menurut kemajuan zaman untuk itu beberapa tokoh Islam mencoba memberikan pembaruan KHI yang biasa saat ini dikenal dengan Counter Legal Draft KHI (CLD KHI) yang sampai saat ini masih belum selesai di perbincangkan karena masih terjadi pro dan kontra atas isi dari CLD KHI tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian pihak memandang bahwa sejumlah pasal yang ada di dalam CLD KHI itu melanggar ajaran Islam, perbincangan dan wacana akan hal ini sangat menyorot perhatian para tokoh-tokoh Islam. Kontroversi ini terus di perdebatkan hingga saat ini seperti Dr. Siti Musadah Mulia dengan beberapa anggota kelompoknya adalah penyusun dari CLD KHI ini, ironisnya hal ini tidak diterima oleh kalangan kebanyakan Ulama. Karena rancangan KHI ini dianggap nyeleneh dan tidak sesuai dengan AL-Qur’an dan Sunnah.26 Sebagian ulama telah menghitung, tidak kurang dari 39 kesalahan dalam CLD KHI. Sebagian yang lain mengakulasi ada 19 kesalahan. Karena harus segera dicabut dari peredaran agar tidak membingungkan dan semakin meresahkan masyarakat, hal ini dikemukakan oleh ulama yang tidak mendukung sama sekali tentang pembaharuan ini. Diantara hal-hal yang paling kontroversial dalam pasal-pasal CLD KHI Ini adalah adanya iddah bagi kaum lelaki, tidak diperbolehkannya berpoligami, anak berbeda agama nendapat warisan, wanita bisa menikahkan dirinya sendiri dan banyak lagi hal-hal yang menimbulkan pro dan kontra dalam CLD KHI ini. Meskipun demikian hal ini merupakan salah satu contoh dari adanya usaha tokoh-tokoh Islam mengadakan pembaruan dalam hukum Islam.Adapun metode yang mereka gunakan dalam pembuatan CLD KHI ini salah satunya adalah kaidah Ushul yang mengatakan jawaz naskh al-nushush bi al-maslahah serta yang pasti mengikuti metode ulama terdahulu ataupun dengan metode baru. Patutlah hal ini dijadikan momentum adanya usaha pembaruan hukum Islam serta keseriusan tokoh Islam membuka kembali pintu ijtihad. Upaya mengaktualkan hukum Islam adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat di tawar-tawar lagi, upaya tersebut harus segera dilakukan jika tidak mau hukum Islam tersebut ditinggalkan Wallahu A’lam Bi-Shawwab. G. PENUTUP Secara garis besar saat kajian hukum Islam jadi pembahasan awal dari pembahasan ini tidak lepas dari pemahaman atas Syar’iah, Fiqh, Ushul Al-fiqh, serta hal lain yang berkenaan dengan dasar pembentukan hukun Islam yang kesemuanya bisa dikatakan merupakan asas dari aturan dan kaidah dalam Islam sebagai pengatur kehidupan Ummat Islam dari masa ke-masa yang tidak lepas dari sumber utamanya yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada Rasulnya yaitu Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah itu sendiri serta dilengkapi dengan ijtihad ulama-ulama fiqih dalam pengistinbatan hukum Islam yang belum ada kepastian hukumnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Yang paling dikenal ada beberapa ulama hukum yang sumbangsihnya sampai saat ini masih dikenal dan dipakai dalam kehidupan ummat muslim di seluruh dunia yaitu Imam Ja’fary, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibn Hanbali. Kelima ulama ini banyak memberikan wacana hukum dan penyelesaian hukum dalam berbagai kasus hukum dalam dunia Islam serta pembuka wacana keilmuan dalam ilmu hukum Islam yang dikenal dengan fiqh dan pada akhirnya jadi disiplin ilmu yang bercabang-cabang dan terus berkembang dan dikembangkan oleh para ulama ulama fiqh setelahnya begitu juga dengan perkuliahan ini. Demikianlah makalah ini di perbuat dan penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dalam isi makalah ini, semua ini tak lepas dari kekhilafan dan kekurangan penulis sebagai manusia biasa, kurang dan lebihnya penulis mohon maaf semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. DAFTAR PUSTAKA Ali, Daud Muhammad, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet.II, 2004 Ahmad, Khursid dkk, Shari’ah: the way of god, the Islamic Fondation, terj. Nashir Budiman dan Mujibah Utami, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Anshari, Endang Saifuddin, Kuliah Al-Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992. AR, Hasbi, Perbandingan Mazhab Suatu Pengantar, Medan: Naspar Djaja, 1985. Esposito, Jhon L., Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2002. Ilmi Bahrul Muhammad, Konfilasi Hukum Islam dalam konstelasi Politik Hukum Nasional, Jakarta : Mimbar Hukum Al-Hikmah, 1996. Ma’luf, Louis, Al-Munjid fi Al-Lugha., Beirut: Dar al-Masyriq, 1994 Marasiah, Lajnah, Buhutsu fi Fiqhi ala Mazhabi li Imam Syafi’i, Kairo:Maktabu, t.th. Mubarak, Jaih, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2000. Praja, Juhaya S., Filsafat Hukum Islam, Bandung: LPPM Universitas Bandung, 1995. Ramadan, Said, Islamic Law its Scope and Equity. Jakarta:Gaya Media Pratama, 1996. Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada 1996. Sais M. Ali dan Mahmud Syaltut, Perbandingan Mazhab dalam Masalah Fiqh, terj. Ismuha, Jakarta: Bulan Bintang, 1987. Sahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedia Aqidah Islam, Prenada Media Group, Jakarta, 2003. Sisworo, Soedjono Dirjo, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Zahrah, Muhammad Abu, Muhadarat fil Ushul al-Fiqh al-Ja’fary. Muhadharat ad-Dirasah al-Arabiyah al-‘Aliyah, 1995. Zuhaili, Wahbah, Al- Fiqh al-Islam wa-Adillatuhu, jld I. Damaskus: Darul Fikri,1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar